Tyas kembali memakai seragam lengkapnya sebagai pramugari Mosca. Bukan, bukan hari ini hari keberangkatannya ke Spanyol.
Hari ini, dia di jadwalkan untuk pergi ke kantor Mosca Air yang ada di kawasan Kuningan. Tyas di wajibkan untuk mengukur seragamnya lagi karena sudah hampir setahun dia tidak memakainya.
"Esta hecho--sudah selesai," kata Jimena, yang mengurus ukuran seragam pegawai pramugari di Indonesia, "Tubuhmu tidak jauh berbeda dari ukuranmu yang terakhir. Malah, cenderung lebih kurus dari pada sebelumnya."
Tyas tersenyum.
"Apa kau diet lagi?" Selidik Jimena.
Tyas membulatkan matanya, lalu menggeleng cepat. Kemudian, sebuah ketukan pintu dari luar mengingatkan bahwa Jimena masih harus mengambil beberapa kain lagi untuk membuat seragam baru pramugari. Yang langsung disanggupi Jimena, dan memintanya untuk menunggu lima menit lagi.
"Muchas gracias, Jimena--terima kasih banyak, Jimena. Terima kasih karena kau sudah selalu menolongku," kata Tyas.
"Ayolah, aku sangat sedih ketika mendengar kau akan mengundurkan diri dari Mosca," jelas Jimena, "Tapi saat aku dengar David memutuskan hubungan kalian, aku lebih sedih lagi."
Tyas merapatkan kedua bibirnya agar air matanya tidak keluar lagi. "I gotta go. See you later, Jimena!"
Jimena tersenyum, "Yea. See you soon, Dear!"
You have 2 new messages.
Tyas membuka lock screen ponselnya dan mendapati dua whatsapp dari dua kontak yang berbeda.
Aikawa Kris
Have to say sorry to you.
Tyas bingung, tapi kemudian dia membuka whatsapp yang satunya lagi.
Leonardo S.
Hit me as you will feel better. Sorry I can't keep it.
Oke, jadi kedua orang ini meminta maaf. Tapi untuk apa? Ada masalah apa?
Tyas yakin kalau Leo sedang bekerja, jadi tak mungkin untuk mengganggunya, sehingga dia memilih untuk membalas Kris.
Tyas Clarissa
What's so serious?
Bilang padaku apa yang terjadi!
Aikawa Kris
Besok kau juga akan tahu.
Tyas mengernyitkan dahinya. Apa maksudnya yang hendak dikatakan oleh Kris?
Tepat di hari Tyas putus oleh David, Tyas pun menangis sejadi-jadinya. Pada akhirnya, orangtua kekasihnya menyetujui hubungannya. Pada akhirnya, dia bisa mendapatkan restu itu.
Tapi, mengapa David memilih untuk putus dengannya?
-----
Di dalam kamar David yang ada di rumah orangtuanya, Tyas seperti merasakan miniatur rumah David. Berbeda dengan shirokaoku yang putih polos tanpa pernak-pernik lain, di kamar ini, semuanya penuh dengan poster, tempelan, buku-buku hukum yang sempat dipelajari David dan beberapa maket hasil karyanya.
"Itu poster pertama yang menjadi favorit Daimon," jelas Desi. "Kamar ini tidak pernah disentuh oleh siapapun. Sehingga, apapun yang ada disini, adalah hasil pilihannya Daimon sendiri."
Tyas melihat beberapa foto yang ada di bingkai yang ada di atas nakas, dan meja belajarnya.
"David suka fotografi?"
Ibunya menggeleng. "Tidak, dia hanya sering meminjam kamera milik Ryoshi dan meminta Ryoshi untuk mencetaknya kemudian."
Pandangan mata Tyas seketika terhenti pada sebuah foto yang ada di pintu lemari putih David. Memorinya seolah mengenal siapa gadis yang ada di dalam foto itu bersama dengan David di pinggiran pantai Pangandaran.
"Ah, itu namanya Caca. Dulu, kami sempat tinggal di Pangandaran selama setahun. Dan David lengket sekali dengan anak itu."
Caca? Pangandaran?
"Lalu, sebelum pergi David berfoto dengannya. Katanya, dia selalu menyukai senyum dan tawa yang dimiliki oleh Caca. Itu sebabnya dia menjadikan Caca adalah alasan untuk membuat orang lain tertawa dan bahagia dengan senyum dan tawanya."
Tyas menyadarinya. David adalah teman kecil yang selalu membuatnya tertawa dan tersenyum. Orang yang selalu membelikan es kelapa muda di pinggiran pantai, dan orang yang akan mengantarkannya pulang ke rumahnya.
David, adalah Depit bagi Caca.
Saat itu, Caca kesulitan untuk mengucapkan konsonan 'f', 'v' dan 'r.' Beruntung, David tidak menggunakan konsonan 'r' tapi, akhirnya Caca menggunakan panggilan Depit untuk David karena kesulitan masa kecil yang dimilikinya.
Apa selama ini David menunggunya? Apa selama ini David merindukannya?
Tiba-tiba, Desi menyodorkan sebuah kalung untuk Tyas. "Ini adalah pemberian dariku untukmu. Sebenarnya, ini hanya kalung lama yang ada di lemariku. Aku memberikan ini kepada calon menantuku."
Tyas terperangah. "Untuk apa ini semua, Bibi?"
Desi memasangkan kalung itu di leher jenjang Tyas. "Aku memberikan gelang untuk istri Yasuo, sepasang anting untuo istri Fuuka. Dan aku memberikan kalung ini untukmu, Caca."
Tyas membulatkan matanya lagi. "Dari mana Bibi--"
Desi tersenyum lebar. Akhirnya dia pun menceritakannya. Dari awal, Desi sudah menyelidiki seluk-beluk keluarga Tyas. Dan, saat dia menghubugi Rama, ayah Tyas untuk pertemuan keluarga di restoran hotel Umejima, Rama juga sudah tahu kalau Desi akan besikap seperti itu.
"Aku sudah mengatakannya terlebih dulu pada ayahmu agar tidak tersinggung," jelasnya, "Selama ini ada banyak perempuan yang datang dan pergi dalam kehidupan Daimon. Dan jumlahnya semakin tak terhitung setelah Daimon sering masuk TV. Perempuan yang di kencaninya, biasanya, hanya ingin memanfaatkan kebaikan dan materi yang dimilikinya saja. Itu sebabnya aku bersikap keras padamu untuk mengetahui apa kau pantas atau tidak untuk Daimonku."
"Ku kira Bibi benar-benar membenciku."
"Aku membenci pekerjaanmu, Caca. Jadi, berhentilah bekerja, dan menikahlah dengan putra bungsuku segera! Aku ingin menggendong cucuku dari putra kesayanganku itu!"
Tyas tersenyum, lalu memeluk Bibi Desi erat-erat. "Terima kasih Bibi Desi. Aku tidak menyangka bahwa Bibi sebaik ini ternyata."
"Astaga! Jangan membuatku seperti orang jahat begitu!"
-----
Masih segar di ingatan Tyas bagaimana Desi dan Tyas bertemu dan menghabiskan waktu yang lama begitu lama untuk mengobrol hanya tentang David.
Sayangnya, sore harinya, masih di hari yang sama pula, Tyas mendapat kalimat-kalimat yang menyedihkan itu dari David. Membuatnya patah hati dan terluka.
Dia mencintai lelaki itu. Sungguh mencintainya.
Ingin sekali Tyas mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, namun, dia berjanji tidak akan mengatakan apapun pada David sebelum pekerjaan terkahirnya ini selesai dan mengundurkan diri dari Mosca.
Tyas menyalakan TV dan melihat berita muncul.
Lagi-lagi mengenai David.
"Tyas, have you pack your belonging? We're leaving in the next two days right?" Kata Talia, teman sekamarnya di asrama Mosca, untuk mengingatkan. "Just pack your precious belonging. If you left some of them, I'll give it back to you when I'm in Indonesia."
Tyas tersenyum. "Thanks, Tal.."
"No need to mention. I'm happy to have a roommate with someone great like you. And I will miss you so hard of course!"
Tyas memeluk Talia. "Jangan lupakan aku, oke?"
"Tidak akan."
Lalu Tyas dan Talia membereskan barang-barang yang akan dibawa mereka untuk kepergian mereka ke Madrid lusa nanti.
Setidaknya, Tyas melewati hari-harinya lagi dengan biasanya. Tanpa rasa sedih ataupun kecewa, meski sudah patah hati. Kalaupun David memang serius dengan ucapannya tempo hari, toh, itu bukan alasan untuknya berhenti dari Mosca juga.
Dia memang memutuskan berhenti. Dan setelahnya, dia akan membantu bisnis batik milik ayahnya di Yogyakarta.
Baiklah. Life must go on right?