Chereads / Fons Cafe #2 / Chapter 7 - Episode 46

Chapter 7 - Episode 46

Dua minggu setelah pernikahan, dan Eugene kini tinggal bersama keluarga Leo di rumah yang ramai dan penuh dengan anggota keluarganya yang lain.

"Ayah, ayo kita makan pagi," ajak Lita, mengetuk pintu kamarnya Ayah. "Hari ini Kak Eugene dan Bibi yang memasak sarapannya!"

"Ayah, ayo makan," ajak Eugene lagi, sambil mengapit tangan Ayah dengan penuh sayang di sebelah kirinya, lalu diikuti oleh Lita yang mengapit sebelah kanannya Ayah. "Agar Ayah tidak kabur ke toko! Ayah sudah beberapa hari ini tidak ikut makan pagi bersama kita!"

Ayah pun tersenyum tulus. Dia bahagia memiliki menantu yang baik hatinya, penyayang dan lembut seperti Eugene.

"Baiklah, baiklah," jawab Ayah. "Lita, kau bawakan juga sarapan untuk Davies dan Reza di toko. Mereka juga perlu sarapan."

"Siap, Yah!" Seru Lita sambil memamerkan rentetan gigi rapihnya dan memberi hormat terbaiknya pada Ayah.

Sembari berjalan ke meja makan, Ayah bertanya pada Eugene bagaimana hubungannya dengan Leo. Pasalnya, mereka berdua benar-benar melakukan pendekatan kilat yang terjadi kurang dari tiga bulan, lalu menikah.

Pulang dari bulan madu, Eugene tinggal di rumah keluarganya Leo, sementara suaminya itu sibuk dengan semua pasiennya di rumah sakit. Eugene tahu pasti akan seperti ini nantinya setelah dia menikah. Namun dia tidak menyangka kalau Leo hanya akan kembali pada Minggu pagi, dan Minggu malam dia sudah balik lagi ke rumah sakit.

"Kalian baik-baik saja?" Tanya Ayah.

"Ah?" Eugene tersadar dari lamunannya sambil menggandeng lengan Ayah. "Tentu saja. Maksudku, aku dan Leo, kami memang baik-baik saja, Ayah."

"Seharusnya Leo mengambil waktu praktik pagi saja, tidak perlu mengambil waktu praktik sore dan malam, dan meninggalkan istrinya yang secantik ini sendirian di rumah."

"Aku tidak sendirian, Yah. Disini ramai, dan penuh dengan suara orang-orang yang senang," jawab Eugene, "Tidak seperti di rumahku dulu, yang sunyi, dan hanya ramai ketika Mom dan Dad bertengkar."

Ayah terkekeh pelan. "Dalam pernikahan jelas biasa sekali untuk bertengkar. Karena terkadang seseorang memang membutuhkan teman untuk menjadi pelampiasan bukan?"

Eugene mengangguk setuju.

"Temuilah orangtuamu hari ini. Kau sudah lama tak bertemu mereka bukan?"

"Iya. Aku akan mengunjungi mereka hari ini, aku juga mau mengambil beberapa barangku yang tertinggal disana."

"Baiklah, hati-hati di jalan," kata Ayah tulus.

-----

"Dok, ada seorang pasien yang ingin bertemu dengan Dokter," kata perawat yang biasa berjaga di depan ruang konsultasi Leo.

"Izinkan dia masuk."

Perawat itu mengangguk, lalu masuklah seseorang seorang perempuan berwajah pucat, sambil menarik tiang infus, dan ada pula seorang anak laki-laki yang masuk bersamanya.

"Duduk," perintahnya. Mata Leo terbelalak saat melihat Vega datang.

Vega, cinta pertamanya dan patah hati pertamanya. Di campakkan dan ditinggalkan olehnya, lalu Vega pun menikah dengan seorang konglomerat tak lama setelah mereka putus.

"Vega?"

Dia mencoba tersenyum. "Hai," sapanya, "Boleh aku berbicara sebentar? Apa kau sibuk?"

Leo mengangguk. "Anakmu..?"

"Oh," Vega langsung memberitahukan William, anaknya, untuk keluar dan menunggu bersama perawat. "Aku ingin minta tolong kepadamu, untuk menjaga anakku, Will, selama aku di rawat disini."

Leo tercengang, "Kenapa aku? Maksudku, kenapa kau memintaku untuk menjaganya?"

"Aku sakit, Le. Dan kau tahu kalau aku tidak memiliki siapa-siapa lagi setelah aku memutuskan untuk pergi dari rumah," mohonnya. Air mata Vega mulai menetes, membasahi pipinya. Matanya sekilas melihat sebuah cincin yang melingkar di jari manis tangan kiri Leo. "Kau... sudah menikah?"

Leo memejamkan matanya dan mengangguk.

"Dengan siapa?"

"Putri dari Presdir rumah sakit ini."

Vega tersenyum pahit, meratapi dirinya sendiri. Sepertinya dia merasa bodoh sekali. Terutama saat dia mengenang masa lalunya bersama dengan Leo.

"Kau kenapa, Ve?"

"Ah, tidak. Kau selama ini tidak pernah mengharapkan apapun, kau malah mendapatkan apa yang tak pernah kau harapkan. Dan aku iri terhadapmu."

"Ve.."

"Aku minta tolong padamu Le, tolong jaga Will, anakku."

Leo tersenyum pahit pula, "Aku bisa menjadi seperti hari ini juga karena kau. Karena kau sudah mencampakkanku dulu, makanya aku bisa seperti hari ini."

Vega menyisakan air matanya yang belum sempat tumpah, lalu melihat tatapan dingin Leo.

Sosok itu yang selalu memberikannya kehangatan, dan perlindungan. Namun sekarang dia malah menjadi es yang dingin dan begitu benci melihatnya.

"Siapa doktermu? Dan berapa lama kau harus berada disini? Aku sudah memiliki istri sekarang, dan aku tidak mau istriku khawatir."

"Aku di operasi tiga hari lagi."

Leo mengangguk paham. "Baiklah, kalau tidak ada lagi yang kau ingin katakan, kau boleh kembali ke ruanganmu."

-----

Dalam perjalanan pulangnya, Eugene menyempatkan diri untuk mampir ke Regium, untuk mengajak Leo makan bersama, walaupun sekedar makan kue kecil dan minum teh atau kopi di lounge.

"Oh, Nona Eugene!" Seru perawat, "Dokter Leo baru saja pergi."

"Jam praktiknya sudah selesai memangnya?" Tanya Eugene, "Kurasa dia punya jadwal yang lebih panjang kalau hari Rabu.."

"Iya. Tapi, tadi Dokter ada urusan mendadak, sehingga Beliau harus pergi."

"Begitukah?" Tanyanya sedikit bingung, tapi kemudian dia melupakannya. "Baiklah kalau begitu."

Dari departemen onkologi, Eugene menyempatkan diri untuk ke internis langganannya, Dokter Fritz. Tapi Eugene juga baru ingat kalau sahabat ayahnya itu sedang melakukan perjalanan ke Eropa. Jadi Eugene pun pun memutuskan untuk pulang.

Brukkk!

Di lobby, Eugene bertabrakan dengan seseorang. "Astaga, maaf, maaf. Aku tidak sengaja..."

"Eugene?!" Seru David. "Apa yang kau lakukan disini?"

Eugene cukup baik dalam mengingat orang yang pernah di temuinya. Termasuk dengan sahabat suaminya yang satu ini, David Kajima, si pelawak.

"Oh, aku ingin bertemu Leo, tapi kata perawat disana, dia tidak ada. Tunggu dulu, kenapa jadi aku yang menjawab?! Seharusnya aku yang bertanya padamu!" Dengus Eugene kesal, "Apa yang kau lakukan di tempat ini?"

David terkekeh. "Oh, aku baru menjenguk salah satu penggemar setiaku yang baru selesai di operasi kemarin."

"Penggemar setia?"

David mengangguk. "Yup. Itu adalah salah satu hal yang paling penting dapat bertahan di industri hiburan macam yang aku lakoni."

"Layanan penggemar...?"

"Semacam itu." Jawabnya ringan. "Jadi kau mau langsung pulang?"

Eugene mengangguk. "Kurasa begitu. Lagipula aku juga tidak tahu kemana Leo biasanya akan pergi. Sepertinya Leo tidak memiliki banyak teman diluar sana."

Tentu saja. Leo selalu menutup dirinya untuk hal-hal yang tidak penting, batin David.

"Kau mau pulang?" Tanya Eugene.

"Oh, aku mau pergi ke Fons. Kau tahu? Itu adalah cafe milik Kris."

Eugene menggeleng. Sebenarnya dia tahu kalau Fons adalah salah satu cafe yang cukup terkenal di lingkungan ini, tapi dia belum pernah sekalipun datang kesana. "Aku ingin kesana, tapi aku tidak pernah punya waktu selama ini. Aku bisa mengantarmu kesana, itupun kalau kau mau..."

David nyengir, itu adalah hal yang dibutuhkannya sekarang. Mobilnya sedang di pakai oleh managernya untuk pergi ke Bandung. Dan dengan tawaran tebengan itu David pun dengan senang hati akan menyetujuinya.

"Tentu saja. Dengan senang hati, Nyonya Shibasaki."