Sebuah lengan menyentuh lembut bahu Nico. Wanita yang baru keluar dari dalam kamar mandi itu menjatuhkan tubuhnya duduk di bibir ranjang samping Nico berada.
"Mas, belum tidur?" tanya Sofia dengan suara merdu mendayu.
"Iya, Mas belum mengantuk," balas Nico.
"Bagaimana tadi di kantor, semuanya lancar, kan?" tanya Nico.
"Ya begitulah, Mas, semuanya aman terkendali meskipun tetap ada saja masalah yang terjadi," tutur Sofia setelah menghela nafas panjang. Wanita itu menyandarkan kepalanya pada bahu kekar Nico.
"Syukurlah!" ucap Nico. "Sof, belakang ini sepertinya aku jarang sekali menandatangi berkas-berkas perusahaan, ya?"
Seketika Sofia menarik kepalanya dari bahu Nico. Wajahnya tercekat melihat ke arah lelaki yang duduk di sampingnya.
"Iya Mas, soalnya saat ini perusahaan sedang berfokus dengan produksi dulu. Jadi belum menjalin kerjasama dengan perusahaan manapun. Mas tenang saja, aku bisa kok menghandle perusahan!" dusta Sofia. Wajahnya terlihat gugup sekali menatap pada Nico.
"Kamu membohongi aku lagi, Sofia," batin Nico. Ia dapat melihat kebohongan dari netra Sofia.
"Oh, Syukurlah!" balas Nico dengan wajah lega, membuat lengkungan kecil pada kedua sudut bibirnya.
Sofia mengigit bibir bawahnya, menatap pada Nico yang mengangguk lembut.
"Sayang, kamu sudah memeras susu untuk Alisa?" seloroh Nico.
Wajah wanita cantik itu seketika berubah pucat. "Ehm, air susuku sudah tidak keluar lagi, Mas. Mungkin karena aku terlalu stress dalam bekerja. Jadi aku mengganti susu Alisa dengan susu formula," tutur Sofia.
Nico tersenyum kecil, tidak ada ekspresi lain dari wajahnya. "Ya sudah!" tutur Nico. "Sejak kapan kamu melakukan itu, Sofia?"
"Belum lama, Mas, sekitar satu minggu yang lalu," balas Sofia.
Nico mengangguk lembut. "Padahal aku sangat berharap sekali jika kamu mau menyusui Alisa sampai ia berumur 2 tahun," tutur Nico terdengar lesu.
Sofia menyetuh lembut punggung tangan Nico. "Maafkan aku ya, Mas! Tapi air susuku benar-benar sudah tidak keluar lagi," lirih Sofia.
___
Sofia sudah menyiapkan beberapa kemeja di atas ranjang. Wanita dengan dress merah cabe setinggi lutut itu terlihat sangat cantik sekali dengan warna bibir yang senada dengan drees yang ia kenakan.
Derit pintu kamar mandi yang terbuka seketika membuat Sofia menoleh ke Nico yang baru keluar. Lelaki yang mengenakan handuk dari pusar hingga lutut itu berjalan dengan meraba dari kamar mandi.
"Mas, aku sudah menyiapkan beberapa baju untuk, Mas!" tutur Sofia menyambut Nico.
"Terimakasih, Sofia!" balas Nico.
"Mas suka kemeja warna apa, grey, biru, atau putih, hitam juga ada?" seloroh Sofia meraih beberapa potong kemeja yang sudah ia siapakan untuk Nico.
"Hitam saja!" balas Nico datar.
"Baiklah, aku akan membantu Mas untuk memakainya." Gegas Sofia hendak membantu Nico untuk mengenakan baju.
"Tidak usah, Sofia. Aku bisa memakainya sendiri!" tutur Nico. Ia hendak meraih kemeja dari tangan Sofia.
"Tidak Mas! Hari ini Mas kan mau ke rumah sakit, jadi biarkan aku menyiapkan semuanya!" balas Sofia menyungingkan senyuman.
"Memangnya kamu tidak ke kantor?" seloroh Adam. Sebenernya ia pun tahu jika saat ini Sofia sedang tidak mengenakan pakaian kerja.
"Tidak, hari ini aku kan ingin menemani Mas ke rumah sakit untuk cek up," tutur Sofie membantu Nico mengenakan kemeja.
Cekriet!
"Sam!" desis Sofia terkejut dengan kemunculan Sam dari balik pintu kamarnya.
"Siapa sayang?" seloroh Adam.
"Bibik, Mas!" jawab Sofia.
Wanita itu mengerakan tangannya pada Sam yang masih berdiri di ambang pintu. Memberikan tanda agar Sam segera pergi.
"Oh, ada apa pagi-pagi Bibik ke sini?" ucap Nico.
"Ehm, itu Mas dia mau ambil cucian!" sahut Sofia gugup.
"Cepat pergi!" seru Sofia dengan gerakan bibir pada Sam. Wajah Sofia terlihat sangat panik sekali.
"Tenang, tunggu sebentar saja!" balas Sam dengan suara yang tidak kalah pelannya. Lelaki itu mengendap-endap masuk ke dalam kamar Sofia.
"Bukankah Bibik, sudah mengambil cucian kemarin?" celetuk Nico.
"Oh, ehm, itu, Mas!" Sofia terus mengawasi Sam yang sedang mencari sesuatu dari dalam tas jinjingnya. Sesaat kemudian Sam kembali dengan menggerakkan sebuah ponsel di tangannya.
"Kenapa Sofia, apakah ada sesuatu?" sergah Nico. Ia tau, saat ini Sofia sedang di landa kepanikan. Meskipun tangannya masih terus menautkan kancing baju yang ia kenakan.
Sofia menarik tubuh Sam agar bergegas pergi. Lalu menutup daun pintu kamar.
"Huf!" Sofia menghela nafas panjang. "Iya Mas, tadi aku yang suruh Bibik untuk ambil beberapa potong baju kerjaku yang tertinggal. Seolah lusa mau aku pakai," dusta Sofia.
"Oh ...!" Nico mengangguk lembut. 'Kamu akan menyesal sudah menghianatiku, Sofia.'
_____
Dokter Hans memeriksa beberapa kali indra penglihatan Nico. Sesekali kening Dokter Hans berkerut. Harusnya Nico sudah dapat melihat, karena Dokter itu melakukan operasi pada Nico sesuai dengan prosedur yang benar.
"Tuan, apakah Tuan yakin tidak dapat melihat apapun? Setitik cahaya mungkin?" tanya Dokter Hans menatap lekat pada Nico yang duduk di hadapannya.
Nico menggeleng lembut. "Aku tidak dapat melihat apapun, Dokter Hans," balas Nico.
Sofia yang sedari tadi menunggu terlihat getir. Menggigit bibir bawahnya menatap kepada Nico. Sofia memajukan dagu lancipnya pada Dokter Hans yang sedang melihat ke arahnya. Lelaki bertubuh tambun itu menggeleng lembut membalas tatapan Sofia.
"Baiklah Tuan, pemeriksaan kita hari ini sudah cukup!" ucap Dokter Hans ramah.
Sofie segera bangkit membantu Nico berjalan menuju bangku kerja Dokter Hans. Menarik bangku yang berada di depan Dokter Hans untuk Nico duduk.
"Bagaimana keadaan Nico, Dok? Apakah operasinya kali ini berhasil?" tanya Sofia.
"Sepertinya operasi kemarin sudah gagal, Nona Sofia. Karena sampai saat ini tidak ada kemajuan sedikitpun pada penglihatan Tuan Nico," tutur Dokter Hans. "Saya tau, ini semua adalah kesalahan saya, harusnya saat itu sayalah yang bertanggung jawab atas keberhasilan operasi Tuan Nico."
"Kamu penghianat Dokter Hans, mungkin saja jika kemarin kamu yang melakukan operasi itu, seumur hidupku aku akan buta," batin Nico. Netranya sesekali memperhatikan Dokter Hans.
"Mas yang sabar, ya!" ucap Sofia menggenggam erat tangan Nico.
"Saya akan menuliskan beberapa resep untuk Tuan Nico. Semoga saja dengan resep ini keadaan Tuan Nico akan segera membaik, jadi kita bisa segera melakukan operasi selanjutnya," tutur Dokter Hans.
"Baik, Dok, lakukan semua yang terbaik untuk Nico," balas Sofia.
"Dasar penghianat! Kamu dan Sofia, kalian sama saja!" batin Nico kesal.
Dokter Hans menulis sesuatu pada secarik kertas. Lalu menyodorkannya pada Sofia.
"Ini resep obat yang harus Nona beli di apotik. Jangan lupa, minum obatnya secara teratur ya, Tuan!" Dokter Hans melihat pada Nico di akhir kalimatnya.
"Ini adalah resep obat yang akan membuat penglihatan Nico buta seumur hidup," tulis secarik kertas yang Dokter Hans berikan pada Sofia.
"Baik Dok, sepulang dari sini, saya akan segera membeli obat ini," tutur Sofia melemparkan senyuman sinis kepada Dokter Hans.
____
Bersambung ....