Setelah berjalan sekitar setengah jam, insiden kesurupan itu sudah berhasil di tuntaskan, dengan data yang di peroleh mengaitkan bahwa kejadian itu hanya isu. Karena salah satu tokoh yang sudah terlanjur menjadi korban film horor, pada ahirnya ia terbawa perasaan hingga muncul di dunia nyatanya.
Begitu May menyimpulkam dalam bahasa jurnalisnya, ia berjalan di sepanjang lorong menuju ke kelasnya Sambil tersenyum mengingat kejadian lucu antara dia, Vino dan Aldi saja.
"Untung saja aku tidak mengamuk, kalaupun iya pasti mareka langsung berlari panggil Pak kyai hahaha" May heboh dengan dirinya sendiri tanpa ada lawan bicara, tapi kali ini ada yang aneh, dia tidak merasakan hal yang biasa ia lewati sehari-hari. Ada yang hilang dari salah satunya. Iya, Anne telah sedikit melukai hatinya tapi May tidak membuat itu bahan untuk membenci Anne, karena May butuh Anne untuk tetap menjadi sahabatnya.
Ruangan kelasnya sudah hampir penuh, setelah bunyi bel masuk usai jam istirahat. May menghampiri tempat duduknya, masih tersisa dua bangku kosong, tidak ada Anne di kursi sebelahnya. Kemudian May duduk sembari menunggu kedatangan Anne.
Hampir sepuluh menit jarak bel masuk itu, tapi muka Anne masih belum muncul masuk ke dalam kelas.
"Raf, lihat Anne tidak?" Tanya May kepada Rafi teman yang duduk di depanya itu, ia menoleh dan memasang bola matanya ke atas mencari tau.
"Tidak deh kayaknya May, masih di kamr mandi mungkin" Jawab Rafi singkat dan berbalik lagi ke depan.
May terus memantau luar dari balik jendela, berharap kedatangan Anne tepat waktu dan tidak terlambat di jam pelajaran guru killer hari ini. Lalu tampak seorang cewek berkulit putih dengan pita cantik di rambutnya berjalan pelan menuju kelasnya.
"Itu Anne!" Jerit May girang.
Anne berjalan hampir dekat dengan tempat duduknya, May sudah memasang senyum terbaiknya untuk menyambut Anne, dan menata kursi itu agar terlihat lebih nyaman.
"Emm May, aku duduk di depan ya. Ada bangku kosong soalnya, lagi pengen kosentrasi deket sama guru" Ucap Anne dengan sikap yang tidak seperti biasanya, dia pun tidak menatap May sebentar pun. Anne berbicara sambil memasukkan barang-barangnya ke dalam tas.
"Oh iya gak papa" Jawab May dengan hati sedikit curiga, lalu Anne melengos dan pergi meninggalkan May.
"Aneh banget, kan seharusnya aku yang marah. Kenapa aku yang bersikap baik? Ini dunia kenapa sih terbalik mulu" Gerutu May dalam hati, dia menghibur dirinya sendiri dengan manggambar pokemon di sampul buku tulisnya, tidak terlalu bagus juga gambar May. Tapi itu sudah mewakili perasaanya.
Selama jam pelajaran matanya masih tertuju di papan tulis, tapi papan tulis itu ada banyak gambaran di otaknya. Ada bayangan Vino juga ada bayangan Anne, Sebenarnya May sudah mengusir gangguan itu, tapi rupanya ia tidak akan pernah hilanh sebelum May benar-benar menyelesaikan masalahnya dengan Anne.
Sebegitu sedihnya ketika May harus duduk sendiri di pojokan tanpa ada seorang teman, May mencoba memantau Anne dari belakang, tapi hanya kepang rambutnya yang terlihat. Kepalanya menunduk seperti memopang beban berat di kepalanya.
Bu Pipit guru guru matematika yang terkenal judes itu menjabarkan tentang rumu sin cos dan tan, dengan suara lantangnya membuat semua terdiam tidak berani berkutik sama sekali. Mereka harus tertib tapi tidak Tau dengan fikiran masing-masing.
****
Tepat pukul 12:00 jam perpulangan sekolah, semua bubar dengan agenda masing-masing. Mereka lebih sering merencanakan sesuatu bersama gengnya sendiri-sendiri, kecuali May yang tengah Kesepian tanpa ada teman di sekelilingnya.
May tidak langsung menuju parkiran untuk mengambil sepedanya, ia duduk di samping pos keamanan sambil mengepang rambutnya. Anne yang se dari tadi di tunggu May tidak juga kelua kelas, May sengaja ingin menemui Anne untuk meminta kejelasan. Tidak semestinya dia bersikap begitu cuek kepada May tanpa ada alasan.
May cepat-cepat berlari menghentikan langkah Anne yang berjalan keluar dari gerbang, dia memanggil-manggil tapi tidak terdengar di telinga Anne. Lalu May berlari lebih kencang dan berhasil menangkap lengan Anne dari belakang.
"Anne tunggu!"
Langkah Anne terhentu saat namanya di panggil beberapa kali, tentu ia menoleh ke belakang dan menanggapi seruan May.
"Mau ke mana?"
"Ya pulang dong May, kan udah jam pulang"
Bukan, Anne bukan seperti itu. Anne benar-benar berbeda dari biasanya, May sudah mengenali semuanya tentang Anne. Sekali lagi Anne berbeda.
"Ngobrol bentar yuk, sudah lama banget lo Kita nggak ngobrol bareng" Bujuk May sambil membungkus wajahnya dengan senyuman tulus.
"Besok-besok aja ya, mendung tu kayaknya, takut hujan nanti" Terlihat sekali Anne begitu membenci May, dia seperti ingin menjauh tanpa ada Kata kasar untuk mengusirnya.
"Naik Mobil mana mungkin kehujanan, alasan terus" Batin May dalam hati, lalu membalas dengan senyum sambil memberi jawaban lagi.
"Sebentar saja, cukup 10 menit" May tidak mungkin menyerah.
"Maaf, supir aku sudah menunggu di depan May" Anne lagi-lagi harus menolak, pada ahirnya May harus menghempaskan ototnya untuk siap beradu dengan Anne.
"Katakan yang sebenarnya An, jangan diam begini. Aku merasa tidak nyaman, kalau aku punya salah ngomong!"
"Aku tau kamu ingin menjauhiku, baik silahkan. Tapi tolong jujurlah dengan apa kesalahanku sebenarnya!" May tidak tahan dengan unek-unek yang terpaksa ia pendam itu. Dia tidak peduli dengan orang-orang di sekelilingnya, beruntung karena hanya ada Pak satpam dan tukang kurir yang menjadi saksi pertengkaran mereka.
Anne tidak menjawab, karena May pasti tau sesuatu, kalau dia sudah berhianat. Tapi di sisi lain, Anne juga merasa iri dengan kedekatan May dan Vino waktu di perpustakaan, karena Anne sempat melihat meski itu sebentar.
"Ngomonglah satu dua kaya An, kalaupuj tidak aku sudah menebak kalau kamu sangat membenciku, matamu bisa berbicara An"
Anne pun mengangkat kepalanya dan menatap May sambil menghembuskan nafasnya, lalu di pasang ke dua sikunya ke dapan dadanya. Anne terlihat garang, dan ingin menerkam May begitu saja.
"Kamu tidak salah, padahal kamu lebih tau May kalau aku punya salah yang bahkan kamu pun sulit memaafkan"
"Lalu apa alasan yang membuat kamu membenciku An?" Kata May dengan suara tertahan.
"Aku tidak bisa menceritakanya" Tidak mungkin bagi Anne untuk menceritakan perasaanya kepada May, dia hanya butuh Tuhan dan Vino untuk menyatukan cintanya, tidak akan ada orang lain, bahkan sahabatnya sendiri May.
"Sungguh tega kamu An, aku sudah berusaha memaafkanmu. Aku sudah tidak punya harga diri hanya karena soal kebohonganmu itu" Isak May sudah mulai terdengar hingga Anne menatap May sebentar dan berpaling lagi.
"Aku tidak butuh maafmu, selamanya kamu pun Tak apa membenciku. Karena aku memang pantas di benci" Tak sadar air mata Anne juga ikut tumpah di pipinya.
May masih sempat mengusap ai mata Anne, begitu dalamnya rasa sayang May kepada sahabatnya. Air mata Anne mengalir lebih banyak, rasa bersalah Anne semakin mendalam karena telah banyak menyakiti hati May.
Anne ingin sekali memeluk May, tapi tidak untuk saat ini.