"Ya udah kita cuci bareng aja, kamu ikut ke rumahku boleh. Nanti di cuci sama-sama"Kata Vino menawarkan sedikit jasanya, yang jelas Anne langsung menyetujui tanpa berpikir panjang.
"Beneran kak? Mau di cuci bareng, ini banyak lo takutnya nanti kakak kecapean" Jawab Anne girang, dia merasa sangat bahagia karena dalam waktu sekejab pun Anne dan Vino sudah terlihat semakin dekat. Padahal itu hanya sikap empati dari Vino sebagai kakak kelas.
"Tidak kok, asal kita harus ikhlas. Di jamin deh, enggak bakal capek" Ucap Vino dengan sikap dewasanya.
Mata Anne membulat bahagia, perasaaan kagum dengan sikap Vino yang mendadak fair tanpa ada sikap dingin sedikitpun, membuatnya gemas dan ingin menjadikan Vino kekasihnya. Tapi Anne tidak tau apa langkah pertamanya.
Anne yang tadinya ingin membawa alas itu ke tukang laundry kini berbalik dengan tawaran Vino yang menggiurkan itu, tidak mungkin menolak Anne pun menyetujui permintaan Vino.
"Baik kak, Anne mau" Katanya dengan sengaja menyebut namanya, sambil senyum-senyum berharap Vino memuji nama yang menurutnya sangat indah itu.
"Oke, kamu bilang aja sama sopir kamu, suruh jemput di rumahku" Ucap Vino sambil mengangkat cucian itu lagi.
"Baik kak, permisi sebentar ya kak saya telfon dulu" Anne menjauh dari Vino, agar basa-basi dengan supirnya itu tidak terdengar.
[Halo Pak, pak nanti jemputnya agak sorean dikit ya] Anne menyapa setelah telfon itu tersambung.
[Loh memang kenapa non?]
[Biasa Pak, pacarku suruh aku mampir] Kata Anne berlagak bahagia di balik sandiwaranya, dia berbisik lirih sambil menutupi mulutnya dengan telapak tangan.
Telfon itu tertutup dengan pesan terahir Anne agar menjemputnya di rumah Vino.
Dia terlalu bahagia hari ini, hingga cara berjalanya pun mirip sekali dengan angsa yang pergi berenang. Ingin sekali cerita hari ini ia rangkum baik-baik dan bisa berbagi cerita dengan May, tapi salah Anne sendiri bisa-bisanya dia menambah masalah ini semakin rumit. Peluang untuk mendapat permintaan ma'af dari May pun semakin kecil.
Vino tiba-tiba teringat dengan kontrak hukuman May, dia harus mengantarnya pulang hari ini. Tapi bagaimana dia harus membawa Anne ke rumahnya, Vino mondar-mandir berharap muka May muncul di hadapanya sekarang. Tanpa perlu ia masuk lagi ke dalam gedung sekolah.
Vino benar-benar bingung harus bagaimana, karena dia tidak membawa motor hari itu. Tidak mungkin Anne mau di bonceng memakai sepeda butut May itu, Vino menggaruk-garuk kepalanya lalu berjalan sambil memeriksa HPnya.
Nomor kontak paling atas adalah nama mamanya, tidak ada pilihan lain dia harus menelfon dan meminta mengirim Pak supir untuk menjemputnya tanpa memberitahu ada cewek yang ikut pulang hari ini.
[Baik ma terimakasih] Vino mengahiri percakapan dengan mamanya di Telefon.
Mobil klasik berwarna coklat itu menghampiri Vino dan May yang sedang menunggu di depan toko, Vino pulang tanpa menyampaikan kabar ke May, biarkan May kebingungan mencari kemana-mana, itung-itung itu adalah pembelajaranya hari ini.
****
Setelah mengantar Anne sampai pintu gerbang, Vino beranjak masuk ke dalam dengan tubuh pegal dan capek. Kakinya terhenti menaiki satu tangga ketika kakaknya berteriak dari dalam kamarnya.
"Vino, kesini sebentar! Tolong jagain Baim!" Teriakan kakaknya itu membuat telinganya gatal, karena hampir setiap hari sepulang sekolah Vino harus menjadi baby sister untuk keponakanya itu.
Kali ini dia menolak, dia berlari menaiki tangga menuju kamarnya. Lalu di banting pintu itu dan mengunci rapat, kupingnya di pasang earphones agar suara kakaknya tidak lagi terdengar. Tapi gedoran pintu dengan kekuatan super dari kakaknya itu masih kalah dengan lagu rock kesukaannya.
"Vino bukaa! Kakak lupa hari ini harus arisan ke rumah teman kakak. Nanti kalau kakak beruntung pasti berbagi kok" Teriak kak Firda kakak Vino itu sambil menggedor pintu berkali-kali.
"Masa iya setiap hari arisan, dasar emak-emak suka sandiwara" Kata Vino ngedumel sambil berjalan terseot membuka pintu kamarnya.
"Nah gitu dong, makin cakep ini adik kakak" Rayu kak Firda dengan mencubit ujung hidung mancung Vino. Ia berjalan meninggalkan kakaknya tanpa peduli.
Seperti biasa Vino harus membuatkan satu botol susu dengan takaran balita berumur tiga tahun, sebelum masuk ke kamar Baim. Sebenarnya Vino sayang sekali kepada Baim, karena wajah imutnya yang menggemaskan membuat Vino lebih sering mencium pipinya berulang kali. Tiba-tiba kaki Vino di peluk tangan kecil dari belakang, dan dia menangkap tangan itu cukup dengan satu tanganya.
"Baiiim" Seru Vino sambil meraih tubuh mungil Baim dan menggendongnya. Seakan seketika dia lupa dengan tubuhnya yang lelah, lupa dengan jam istirahatnya.
"Om Pino ajak Baim main kuda-kuda yuk!" Ajak Baim bermain seperti biasanya, dia meminta Vino untuk berjongkok dan menjadi tunggangan kuda. Vino tidak peduli dengan badanya yang hampir remuk, setelah melihat wajah polos keponakanya itu. Lalu mengiyakan dan berjongkok agar Baim bisa segera naik ke punggungnya.
"Ih kudanya lelet, Baim gak suka!" Baim protes sambil menapuk punggung Vino, lutut Vino juga terasa lecet setelah melewati lantai yang terbuat dari kerikil kecil itu.
"Kudanya capek im, pengen di beri makan" Kata Vino mencoba menghibur. Tapi Baim tetap Saja merengek dan meminta Vino berjalan lebih cepat.
Vino mencoba mengumpulkan tenaganya dan mempercepat langkah dengan lututnya itu, dia takut jika sampai Baim mengamuk dan tanpa ada ibunya di rumah.
"Hahaha hahaha kudanya pinter, sekarang Baim pengen terbang naik burung" Tidak ada habisnya permintaan Baim yang menguras tenaga Vino, Baim bermaksud ingin di panggul di pundak Vino dan terbang seperti burung.
Tubuh Vino sudah lengkap ngilunya dari ujung kaki sampai kepala, berkali-kali ia meretakkan tulang-tulangnya dengan memutar pinggang, lalu menghempaskan taganya.
Setelah Vino berhasil menjadi burung Dan memanggul Baim, dia ambruk dan mendekap Baim agar tidak berlarian.
"Om Pino capek, pijitin dong" kata Vino sambil menahan tangan Baim yang hampir lepas ingin berlari keluar.
"Siyap" Jawab Baim menggemaskan, tapi Baim malah naik ke punggung Vino yang sedang tidur tengkurap, lalu berjalan di atasnya sambil melompat-lompat.
"Uhuk uhuk, aduh perut om Pino sakit. Gak bisa bernafas im!" Teriak Vino dengan nafas tersenggal. Baim tidak peduli dan terus menginjak punggung Vino semakin kuat. Vino berusaha merubah posisi agar Baim turun dari punggungnya.
Vino berbaring dengan tangan terlentang, tiba-tiba Baim meloncat dan naik ke atas perut Vino. Duduk lalu melonja-lonjak seperti mengendarai kuda, tubuh Vino sudah tidak berdaya lagi. Dia hanya bisa memberi kode dengan tanganya, meminta Baim untuk turun dari atas perutnya.
Baim merasa belum puas, dia berdiri di atas perut Vino dan menari-nari.
"Ini target berikutnya untuk hukuman kamu May, kamu harus jaga Baim setiap hari" Gumam Vino dalam hati.