Jalanya sedikit terseok dengan sisa senyuman bahagia, May melangkahkan kakinya ke gang-gang sempit itu. Kiri kananya ada banyak sekali perumahan yang mirip gubuk, hanya mengandalkan anyaman bambu sebagai pengganti tembok, dan genteng sisa proyek sebagai atap rumah mereka.
Keadaan lingkungan May begitu miris, semua warga terjerat ekonomi yang sangat minim. Mayoritas profesi mereka adalah pemulung, dengan hasil yang sama sekali tidak banyak. Tapi bagi May itu tidak ia jadikan sebagai beban, justru itu adalah sebuah pembelajaran agar bisa menjalani hidup dengan selalu bekerja keras.
Rumah May masih bertahan sampai 10 Tahun lamanya, berdiri di samping sungai yang berdekatan dengan jembatan. May berlari menghampiri rumah penuh cerita itu, ingin secepatnya meraih gagang pintu dan menariknya kuat-kuat.
Tapi pintu itu lebih dulu terbuka karena dorongan dari dalam, lalu muncul sosok laki-laki berpawakan gagah dengan senyum khasnya yang lama sekali May tidak temui.
"Selamat sore calon bu Dokter" Sapa kak Ahmad dengan matanya yang berkaca-kaca. Lalu memandangi adiknya sangat lama, di usap kepalanya dan di coel hidung peseknya berkali-kali.
"Kakaaak" Rengek May, tangisnya pecah sambil memeluk tubuh kakaknya yang menjulang tinggi, air matanya ia lepas semaunya. Rasanya May ingin mengeluarkan air mata yang selama ini ia pendam, baju kak Ahmad basah karena menangkap derasnya air mata May.
"Masih tukang nangis juga?" Kak Ahmad berucap sok tegar, padahal air matanya membendung lebih banyak dari May. Lalu mengusap pipi May dengan jari-jarinya.
"Tidak kok, May sudah besar dong kak. Sudah punya pacar lo"
Kak Ahmad yang saat itu merangkulkan tanganya ke pundak May langsung cekikikan mendengar celoteh May yang sangat mustahil di dengar. Kakak satu-satunya May itu menyeret tubuh May ke tangga samping danau. Lalu mereka duduk sambil menatap senja di sore hari.
"Kamu punya pacar? Kamu habis mendatangi dukun? pokoknya adik kakak dilarang keras berinterksi dengan dukun, itu namanya syirik, Tau tidak bahayanya syirik itu apa? Kaa-" Mulut kak Ahmad yang nerocos tidak mengarah ke bungkam dengan kedua telapak tangan May.
"Kakak ini! Awas saja, esok hari aku bakalan membawa pangeran ter-hits tanpa harus datang ke dukun!" Seru May tidak terima.
"Loh kan bener kamu datang ke dukun!"
"Enggak kak!"
"Alah ngaku!"
May dan kak Ahmad berdebat tidak dengan amarah, mereka mengulang kebiasaanya dulu yang tak pernah terlewat satu hari pun. Selalu ribut dengan pendapat masing-masing.
"Ah terserah kakak, yang paling penting sekarang kakak harus jujur sama May. Dulu kan kakak pernah jadi gadis nih kaya May"
"Eh maksutnya remaja, kakak punya pacar berapa?" May manyun di depan kak Ahmad.
"Ya banyak lah, lihat saja kakak. Tidak ada minusnya, super lengkap. Hidung mancung, kulit putih badan gagah" Ucap kak Ahmad dengan kepercayaan dirinya. Tanganya masih merangkul adiknya sambil mengayunkan kaki ke bawah.
Bagi May kak Ahmad adalah salah satu sosok laki-laki baginya, yang selalu menjaga, mendidik dan melengkapi segala keterpurukanya.
May melengok mengacuhkan omong kosong kak Ahmad, dia malah menatap dalam-dalam wajah kak Ahmad yang selama ini hanya bisa ia tatap lewat foto, di depanya benar-benar ada kak Ahmad. May memeluk erat kak Ahmad, seakan ia tidak boleh lepas dari jeratanya.
Kak Ahmad hanya geleng-geleng melihat tingkah adiknya, lalu mencium keningnya berulang kali.
"Ih kakak jorok, lihat nih basah!" May merengek sambil mengelap keningnya. Lalu di balas lagi dengan mengusap kembali ke baju kak Ahmad.
Mengingat selama ini kak Ahmad selalu menginginkan kebersamaan seperti ini, ia mencoba membungkus suasana saat itu menjadi tawa pecah. Lalu dilanjut beraksi sikap jailnya dengan menggelitik pinggang May, May memberontak sambil tertawa terpingkal-pingkal.
"Jangan kak stop kak ! Memang aku cantik kak, tapi jangan gemas berlebihan seperti ini kaak!" May sampai tidak bisa ketawa, karena menahan geli yang membuat tubuhnya kaku.
Meskipun sebenarnya Ahmad masih ingin ketawa, ahirnya dia menghentikan tawanya lalu menatap mata May yang redup, bulu matanya pendek dengan alis tipis bergaris lurus. Ya, segala tentang May pasti terlihat sederhana, tidak ada yang terlihat menarik apalagi mengagumkan. Memang May selalu bersikap biasa, selalu menerima dan mencintai dirinya sendiri.
"Udah kak.. ngomong aja kalau cantik, nggak usah di simpen-simpen gitu. Tumbuh bisul rasain!" Ucap May tanpa melepaskan pelukanya.
"Iya deh cantik" Jawab Kak Ahmad setengah-setengah.
May cemberut sambil memukul paha kak Ahmad, ia masih saja belum bisa menahan air matanya. May langsung menarik nafas panjang-panjang lalu menghembuskanya pelan-pelan. Tanpa kak Ahmad tau air mata itu jatuh menjadi satu dengan air sungai.
'Air mata kamu pergi aja, karena kamu adalah simbol kepedihan. Plis pergi yang jauh, kali ini kak Ahmad hanya ingin melihat senyumku'
Lalu May memasang senyum se murni-murninya di depan mata kak Ahmad, seakan ia berbicara betapa bahagianya May sekarang. May menatap lama.
"Ih ngapain senyum-senyum? Kok mirip orang sinting?" Reaksi kak Ahmad di luar dugaan May, ia berfikir kakaknya akan memeluknga lagi dan mengelus rambutnya sambil mengeluarkan uang di sakunya. May geregetan lalu ia menggigit lengan kak Ahmad dengan Gigi taringnya.
"Rasain hahaha!" May mengeluarkan lidahnya berkali-kali. Kak Ahmad mengelus-elus lenganya yang sedikit memerah karena gigitan May, lalu May beranjak berdiri dan senyum-senyum merasa puas dengan kemenanganya.
Kak Ahmad berdecap melihat tingkah May, ia rasakan apa yang di rasakan May saat itu. Seakan mereka memiliki ikatan batin dengan kunci yang sama, sehingga bisa membuka apapun isi hati mereka masing-masing.
"Duduk sini adik manis" Ucap kak Ahmad sambil menarik tangan May dari belakang. Lalu May merespon manja dengan sebutan kak Ahmad untuknya.
Mereka duduk saling membelakangi, menatap senja dan di temani hembusan angin sore. May mencoba memilah kata-kata yang tepat untuk bercerita tentang perasaanya, supaya kak Ahmad tidak panik mendengar pengakuan May.
"Ee kak" May memanggil kak Ahmad pelan dan lirih.
Kak Ahmad menoleh membalikkan badan dan duduk sejajar dengan May. Lalu menerawang sorot mata May yang kelihatan penuh tanya.
"Iya kenapa?"
"Aku.. aku" Bibir May masih gagu untuk melampiaskan bisikan hatinya, ia melirik kak Ahmad yang masih menatapnya semakin tajam. May tertunduk Dan mengatur lagi nafasnya.
"Kenapa sih Siti Maysaroh?" Jawab Kak Ahmad dengan nama lengkapnya, tangan kak Ahmad sibuk menarik benih kutu di rambut May. Lalu menekan dengan menggapitkan kedua kukunya, dan berbunyi Tiiikk!
May mulai membenahi sandalnya yang terlepas, menarik tali pinggangnya yang kendor, dan menarik lengan bajunya ke atas.
"Kak"
Kak Ahmad menoleh antusias.
"Kak aku mau BAB" May berlari meninggalkan kakaknya sambil tertawa cengingisan.