Chereads / Budak Cinta Putih Abu-abu / Chapter 4 - DEKAT

Chapter 4 - DEKAT

"Maay!" Anne berlari panik. Dia menuruni tangga dan membuka pintu gerbang sekolah. Namun dia belum beruntung untuk mencoba menolong May, cowok berjaket kulit itu menghampiri May yang sedang duduk lemas dengan embernya yang berserakan. Anne belum mengenali bahwa cowok itu adalah Vino, cowok idola May.

"Makanya hati-hati, kasian embernya tuh lecet" Ungkap Vino tanpa belas kasih. Anne geram mengepalkan tanganya dari jauh, kemudian berlari mendekati May.

"Ya Allah May, kamu nggak papa" Tanya Anne prihatin.

"Maafin aku ya, gara-gara aku nyuruh kamu cepet-cepet, jadi jatuh deh" Tambah Anne menyesal, lalu membopong May ke kursi sebelahnya.

Kalimat yang di lontarkan Vino tadi membuat Anne sedikit marah, dia tidak menoleh sedikitpun. Hatinya meleleh seperti merasakan penderitaan yang di alami May. Kaki May tergores batu, ada sedikit lecet di bagian mata kakinya. Vino yang tiba-tiba pergi lalu kembali membawa kotak kesehatan.

" Nih di obatin, tapi kamu saja ya bersihin lukanya, jangan aku bukan mahrom soalnya" Ucap Vino penuh pengertian.

"Iya kak, terimakasih banyak" Jawab May sambil menerima kotak kesehatan.

"Eh jangan May, jangan-jangan itu racun lagi, hati-hati dengan orang yang galak seperti itu" Anne meledek sambil menolak tawaran Vino.

Vino melotot, seperti akan ada semburan hebat tapi dia lebih memilih menahanya. Dia kembali menatap May, lalu pergi tanpa ada jawaban lagi.

"Eh Anne gak boleh berperasangka buruk, kak Vino tadi beneran mau bantu kok. Kan dia anggota PMR" Ujar May memberi pengertian.

"Gitu ya kamu belain cowok tadi, eh tunggu, aku penasaran nih jangan-jangan kamu naksir, iya kan? Ngaku tidak?" Anne menantang.

"Ngawur ya enggak lah!" Jawab May tidak terima. Mereka terus berdebat sampai Lupa dengan Luka May.

"Eh aduh!" May menjerit kesakitan karena lukanya tersenggol tanganya sendiri.

Melihat kotak itu, May merasa sangat di perhatikan. Terpancar raut bahagia dari wajahnya, muncul besit suka pada diri May sejak saat itu. Tapi dia mencoba menutupi dari siapapun, tetap bersikap biasa di balik hatinya yang bergejolak.

Anne mulai membersihkan luka di kaki May.

"Aaa!!" May menjerit kaget.

"Belum May!" Terang Anne tertawa, mereka mendadak menjadi layaknya sahabat yang dekat.

"Eh An, semalam aku habis perwatan lo, gimana sudah ada perubahan belum?" Tanya May penasaran, pipinya di elus-elus sambil mengaca di bola mata Anne. Tapi reaksi Anne hanya tertawa kecil sambil terus mengobati kaki May.

"An, kok malah ketawa sih!" Protes May.

"Nggak ada bedanya, Tetap saja begitu" Kekeh Anne, May hanya menggurutu tidak terima.

Anne mangeliat capek, setelah selesai perban kaki May, dia langsung mengembalikan obat ke UKS. Kebetulan UKS sedang ramai ada Deklarasi dari Pemerintah Kesehatan, Anne berjalan membungkuk di pinggir tembok sambil mengintip dari jendela. Dan tidak di sangka pandanganya tertangkap langsung Oleh tatapan tajam Vino, Anne menelan ludah panik. Vino beranjak keluar.

"Mau apa?" Tanya Vino ketus. Anne menyodorkan kotak kesehatan ke tangan Vino, lalu pergi dengan perasaan marah kerena teringat perkataanya tadi yang menyayat. Juga takut dengan sikap Anne sendiri yang ber perasangka buruk terhadap Vino.

Vino menatap Anne dari jauh, mengawasi hingga dia kembali menghampiri May.

Anne kembali dengan wajah cemberut, tanganya gontai seperti kehabisan tenaga. May menurunkan alisnya dan bertanya-tanya.

"Kamu kenapa An?" Tanya May.

"Lagi nggak mood aja" Jawab Anne ketus, dia memeriksa kaki May lagi, lalu meniup pelan dengan penuh simpati. May hanya tersenyum haru.

Ketika siang sudah beranjak sore, Anne dan May pergi ke tempat warung depan sekolah itu. Mereka berderap menyusuri jalan kecil menuju warung, Anne Memilih sambil bernyanyi, menyanyikan lagu gembira dengan penuh semangat. Tidak lama May juga ikut larut, baginya setidaknya dia harus sesekali merasa bahagia. Bagaimana mungkin ada seorang yang bahagia sedang May begitu tidak bahagia?

"Kamu duluan gih, aku takut" Kata Anne.

"Iya, sini pokoknya ikut" May menggandeng tangan Anne dan masuk ke dalam warung.

Beberapa saat kemudian, seorang wanita bertubuh besar dengan daster oblongnya menghampiri May dan Anne, lalu menyapa dan duduk di samping mereka.

"Mau pesan apa ini, kok ada neng-neng sekolah pada mampir ke warung si mbok?" Tanya Pemilik warung itu heran. Mereka saling pandang, kelihatan bingung akan memulai pembicaraan dari mana.

Di sekeliling mereka ada banyak pekerja laki-laki yang makan siang di warung itu, Anne dan May terlihat risih dengan tatapan banyak orang, lalu bergeser ke tepi untuk mendapatkan tempat yang sedikit tertutup.

"Begini buk, saat ini saya lagi butuh uang, salah satu caranya ya saya harus bekerja Kan buk. Terus maksud kedatangan saya ke sini untuk melamar pekerjaan buk, apapun Saya mau jika itu ada lowongan" Kata May dengan satu nafas, nafasnya hampir habis hingga ia segera menghempaskan nafas panjangnya.

Ibu itu terdiam cukup lama, berkali-kali memandang wajah May yang kucel juga memprihatinkan.

"Kalau kamu mau, ada sebenarnya pekerjaan. Tapi cuci piring, gimana?" Tawar Ibu Pemilik warung. Anne menatap May lalu mengangguk, memberi isyarat setuju.

"Iya buk tidak apa-apa, terimakasih banyak" Kata May dan mengiyakan.

Mereka berunding saling memberi saran, membagi antara waktu belajar dan bekerja. Membahas bagaimana cara bekerja juga gaji yang di peroleh, May terlihat sangat bahagia. Dia akan berhasil mengikuti study tour tanpa harus merepotkan orang lain, tanganya menengadah lalu bersyukur.

Vino, larut malam dia terbangun tanpa sebab. Se isi kamarnya gelap tanpa ada sorot cahaya sedikitpun, lalu di buka jendela kamarnya dan mendapati bahwa malam itu sedang ada pemadaman listrik total. Dia mencari lilin di laci meja, meraba dengan penerangan lampu Handphone. Lalu lilin itu menyala di atas piring kaca.

Vino hanya seoarang diri di rumah, bagaimana tidak, kedua orang tuanya selalu sibuk dengan urusan bisnisnya. Hingga Lupa dengan sarangnya, apalagi tanggung Jawabnya untuk menjaga anak.

"Untung batray ku masih utuh!" Seru Vino seoarang diri, dia mengambil HP dari bawah bantalnya. Lalu lanjut dengan kebiasaanya bermain game, Vino cukup jago dalam memainkan beberapa peran dalam pertandingan Game Online. Hingga tanpa dia sadar Vino sudah lewat dua jam lebih bermain game.

Matanya di kucek sambil menguap berkali-kali, dia mulai membuka akun Instagramnya. Melihat insta story para idolanya lalu di cek isi DM para fansnya.

Followers Vino sudah lumayan banyak, karena modal wajahnya yang tampan, juga prestasinya yang membuat banyak orang terpukau.

Lalu di lihat komentar postinganya dari Pemilik akun @Anne_putri28.

Sinar tidak melulu soal Matahari, lihat saja sorot paras seoarang yang kamu sayangi, dia akan menyinari lebih terang dari Matahari.

Mulut Vino menganga, masih bingung dengan komentarnya yang tidak nyambung. Sembilan jam yang lalu, atau sedang pada waktu senja. Vino memposting video suasana hujan dengan bertuliskan

Mana ada sinar panas matahari saat hujan?

Bayangan Vino berhenti ketika ia mengingat kejadian siang itu, wajah di akun itu sama dengan muka yang ia temui di saat May terjatuh. Vino pun terpaksa mengehentikan angan-anganya, lalu mencoba membuka beberapa postingan Anne sambil menyandarkan tubuhnya ke tembok. Ia kaget setelah mengetahui hobi Anne yang sama, sebagai pemain bulu tangkis.

"Wahh seru!" Vino kegirangan dan terus scroll postingan Anne sampai bawah. Lalu Vino di kejutkan dengan suara alarm, karena ia sudah terbiasa bangun jam tiga dini hari. Tapi ia sudah tidak tahan dengan rasa kantuknya, lalu tertidur dengan pancaran lilin, dan larut dalam mimpinya yang menggambarkan sketsa indah hingga ia harus bangun kesiangan.

Mimpi-mimpi Vino semalam terlalu membosankan, hingga tubuhnya masih lengket dengan selimut tebalnya di pagi yang sudah hampir siang itu. Hari itu hari Minggu di awal bulan Desember, ada rencana yang sudah di rancang Vino sejak awal bulan, yaitu ber olahraga.

Vino berlari menuju lapangan dengan style yang sangat menarik, dengan sepatunya yang bewarna putih, mengalungkan handuk kecil di lehernya dan headset di telinganya. Jalan begitu sepi pagi itu, Vino berlari kecil sambil bernyanyi dan mengayunkan tangan