"Aaaaa…" Mulut May kaku, baginya itu seperti mimpi terburuknya. Bagaimana mungkin dia bisa salah masuk kelas, May tidak berani melirik siapapun dan tetap tertunduk mengamati sepatunya yang Kotor.
"Hay! Kamu kan anak kelas XI, berani mau nantangin belajar bareng Kita?!" Cetus salah satu cewek bermuka sangar. Satu kelas cengingisan menatap penampilan May yang super norak.
Vino yang berdiri di depan May diam-diam merasa kasian, dia memilih diam dan menatap wajah May yang ketakutan.
"Eh itu kucirnya ala siapa sih? Kok keren banget, hahahaha!" Seru cewek lain dengan tidak sopanya. Mareka tertawa serentak satu kelas.
"Sudaaah! Jaga sikap kalian, jangan memperlihatkan sikap yang tidak baik sebagai kakak kelas!" Vino yang tiba-tiba berteriak, membuat kegaduhan itu lenyap seketika.
May tersenyum sebentar, hanya tiga detik lalu di pasang lagi muka melasnya. Hati May bergejolak ketika Vino mencoba untuk membelanya, dia tidak sabar ingin segera keluar kelas Dan loncat-loncat bahagia.
"Sudah masuk kelas sana, nanti telat" Ucap Vino dengan suara lirih.
May terheran-heran dengan sikap Vino barusan, dia begitu peduli. Di balik ulahnya yang selalu bikin naik darah karena sikap dinginya, cuek dan galak.
"Baik kak" Ucap May mengiyakan, lalu memberi Salam seisi kelas dengan membungkukkan badanya, dia keluar kelas sambil tetap menatap Vino tipis-tipis. Tapi Vino acuh, ia sibuk dengan buku-bukunya.
Di depan pintu kelas May tidak langsung masuk, ia memilih melepas tasnya lalu melunjak kegirangan.
"May ! Ngapain gak jelas gitu?" Suara Anne muncul dari balik jendela. Berteriak sambil melambaikan tanganya.
Tubuh May berhenti, dengan posisi badan miring ke kanan kaki maju ke depan. Anne melongo kebingungan, bergedek melihat tingkah aneh May.
Pelan-pelan May menyeimbangkan tubuhnya, lalu duduk di kursi bawah jendela. Ia berusaha menata perasaanya, agar tidak tertangkap dan tidak di curigai Anne.
"Ohh nggak papa kok, cuma pemanasan pagi aja" Jawab May sedikit canggung, cengar-cengir sambil mengambil tas yang ia lempar ke lantai.
May masuk kelas dengan ucalan salam. Lalu duduk di bangku pojok favoritnya.
May manyun bosan dengan suasana kelasnya, suasana hening tanpa candaan. Semua lebih mementingkan disiplin, tapi ini melebihi batas. Tidak pernah dari mereka ada saling bertukar cerita, bercanda apalagi bercinta. May menghempaskan nafas, menatap sekeliling. Gemas ingin menyulapnya menjadi club musik yang ramai heboh.
Dan May mengeluarkan aksinya.
" Hay kalian ada yang bawa bedak? Boleh minta dong!" Teriak May memalukan. Tetap saja sepi, andai saja ada serangga jangkrik yang bisa menambah suasana misterius di kelas itu.
Krik kriik..!
May menirukan suara jangkrik lirih.
Anne menyenggol pundak May menghentikan. Tapi ia tidak mengindahkan ucapan Anne, dia tetap memberontak menunggu jawaban dari teman-temanya.
"Percuma May, mereka tidak akan ada yang manjawab " Anne terus saja menyangkal rencana May. Benar, meraka tetap mematung dan tidak menggubris.
"Ini ada!" Suara lirih itu mengagetkan May dan Anne, meraka saling menatap tidak percaya. Tapi anehnya, suara itu mirip cowok. May menoleh ke samping, mencari sumber suara.
"Nih, bedak gatal!" Laki-laki berpenampilan super klimis itu menyodorkan bedak gatal ke arah May. Sambil mengangkat pipinya sebelah, nyengir.
Hahahaha!!
Misi May berhasil, kelas itu pecah dengan tawa yang serentak. May menurunkan dahi meyakinkan tawaranya, lalu beranjak menghampiri meja cowok itu. May menebar senyum kanan kirinya, bermacam-macam reaksi dari mereka. Ada yang sekedar senyum tipis, senyum setengah-setengah, atau bahkan datar tanpa ada respon.
"Mana Don?" Tanya May sambil menengadahkan tangan. Doni, cowok yang menawarkan bedak itu hanya tertawa sambil menepuk dahinya sendiri, dia menatap May lalu ketawa lebih keras.
"Boleh oleskan bedaknya ketanganku? Tanganku gatal, baru saja lalat itu menggigitku" Ucap May lagi-lagi tidak masuk akal. Dia menarik lengan bajunya dan menaruh tanganya di meja depan Doni, May berusaha bersikap akrab.
Doni menatap May keheranan. Lalu menaburkan bedak ke tangan May dengan selembar kertas kecil, mengusap-usap sampai merata.
"Kenapa harus pakai kertas gitu? " Tanya May tidak terima, sambil melirik Doni dengan tatapan sinis.
"Harus steryl, aku nggak mau ada kuman menumpuk di tanganmu" Kata Doni di luar dugaan.
Mulut May menganga, nafasnya terhenti. Lalu menatap Anne yang sama-sama heran. Masih belum percaya, cowok se keras batu bisa mekar se lebar bunga teratai.
Ciee cieee..!!
Mereka tiba-tiba ribut dengan perkataan Doni, semua fokus mengahadap kebelakang menyaksikan drama dadakan itu. Seakan sikap mereka sok wibawa itu pecah berkeping-keping.
Kening May bercucuran, ini melebihi targetnya. Dia cengar-cengir pasrah sambil menggelengkan kepala memberi isyarat ke Doni agar mengalihkan keributan.
"Udahkan? Masih kurang menatapku?" Ucap Doni.
Kepala May bak kesambar petir, tanganya mengepal geram. Doni menambah kepanikan, lalu tersenyum bangga sambil menutup kembali bedak gatalnya.
May berjalan menuju mejanya dengan perasaan malu, suara kocehan temanya itu masih tersisa hingga ia sampai dan duduk di kursinya.
Anne menatap May dekat-dekat, memastikan sahabatnya itu tidak kena serangan jantung mendadak.
" Sudah puas?" Anne mengambil tisu dari dalam tasnya dan mengelap wajah May yang sedang banjir keringat.
"Gimana? Hebat kan aku, bisa menaklukkan monster-monster di kelas ini?" Cetus May bangga.
****
Kriiiing..!!
Suara itu membuat suasana menjadi mirip penjara, ketika narapidana sudah terlepas dari jeruji hukumanya. Mereka berhamburan seperti kapas yang beterbangan.
Pukul 10:00 jam istirahat berlangsung selama 20 menit. Seluruh Siswa sudah memenuhi ruangan kantin, dengan duduk di meja bersama geng masing-masing. Kecuali pelanggan atas nama kelas XI IPS 1 itu memilih membungkus makananya Dan di bawa ke kelas, memang kelas super aneh, kelasnya pemilik darah biru.
Di gerobak tengah itu nampak May yang sedang mempersiapkan pesanan, dengan menabur sambal balado dan saos tomat di atas ciloknya.
"Ini silahkan " May menyodorkan cilok. Lalu panik dengan antrian selanjutnya, karena pelanggan itu adalah Vino.
May tidak langsung bertanya pesanan, ia mengambil alih sibuk dengan gorenganya di wajan. Membalik tahu itu lalu mengangkatnya, mengaduk adonan lalu memasukkan lagi ke wajan.
Wajah Vino tampak geregetan, dia menggedor-gedor meja protes. Selalu begitu tingkahnya saat menahan lapar. May nyengir dalam hati, padahal sebenarnya dia masih menyiapkan menu spesial untuk Vino. Cilok mercon.
"Duduk saja dulu kak, kakak pingin apa?" Tanya May berlagak centil.
"Apa saja!" Jawab Vino marah, lalu pergi ke meja makan.
May sudah menggenggam cabai di tanganya, lalu menumbuk halus dengan blender kecil. Sudah mirip saus tomat, karena di tambah beberapa tomat setelah menghaluskan cabai.
Cilok itu sudah siap dengan kejutan meledaknya.
"Ini kak ciloknya sudah siap"May mengantarkan pesanan itu untuk Vino, dan membawakan segelas air minum tanpa ia minta. May sengaja tidak beranjak pergi dulu, dia menunggu respon Vino.
"Terimakasih" Ujar Vino sambil mengambil sendok di kotak. Lalu menyoblos cilok itu dengan garpunya.
Ciloknya berhenti di tengah-tengah mulutnya, lalu melotot dengan muka memerah.