Chereads / Budak Cinta Putih Abu-abu / Chapter 33 - LAUTAN AIR MATA

Chapter 33 - LAUTAN AIR MATA

Vino terus melajukan motornya, di tengah kemacetan panjang ia nekat menyelinap di antara truk-truk besar. Tidak peduli dengan protes banyak orang karena berteriak-teriak minta jalan, fikiranya semakin kacau dan cepat-cepat ingin sampai rumah sakit.

"Kak pelan-pelan saja kak!" Teriak May ketakutan, Vino mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Seakan sudah tidak peduli dengan nyawanya.

"Berisik kamu!" Teriakan Vino melebihi lantangnya teriakan May, May langsung diam dan menyadari bahwa Vino pantas marah. Ia terus  berpegangan kuat tas ransel Vino, merem dan pasrah.

Suara sirine ambulance terdengar remang-remang, sudah tidak jauh lagi May dan Vino tiba di rumah sakit. Vino memarkirkan motornya sembarangan, tanpa mencabut kunci motornya. Ia berlari dan di buntuti May dari belakang, larinya Vino sama-sama kencangnya dengan May.

"May!!" Teriakan kak Ahmad memanggil May dari ruangan ICU, May bersyukur karena dia cepat bertemu dengan kakaknya. Ia berlari dan memeluk erat tubuh kak Ahmad, menangis kesenggukan.

"Udah tenang dulu ya" Ucap kak Ahmad sambil mengelus kepala May, tetap saja May tidak bisa tenang. Dia terus memanggil-manggil nama bapaknya.

"Bapak gimana kak, bapak di mana?" May tidak bisa menahan tangisnya, tapi kak Ahmad menjawab dengan senyuman, tatapanya begitu tenang.

Sebenarnya kak Ahmad tidak duduk di depan ruang ICU, karena belum di perbolehkan memasuki ruangan itu tanpa se izin dulu dari petugas.

"Dimana kak?!" May mengoyak pundak kakaknya, kak Ahmad lagi-lagi harus memasang senyumnya. Diamnya kak Ahmad dan senyumnya itu membuat May semakin penasaran, mana mungkin bapaknya yang sedang sakit parah, kak Ahmad masih bisa tersenyum?

Kak Ahmad berjalan tanpa menyeret May, kemudian menuntaskan air matanya yang tumpah karena terlalu lama tertahan. Harus bagaimana dia menyikapi semua ini dengan baik, tanpa membuat May semakin hancur. Ia terus berjalan di lorong-lorong, dengan langkah gontai berpegangan tembok di sekelilingnya.

May ketakutan dan berlari mengejar kak Ahmad. "Kakak tunggu!" Teriak May sambil meriah jaket yang terpasang di tubuh kak Ahmad. Tidak sengaja May memergoki air mata itu berjatuhan di pipi kanan kiri kak Ahmad, May langsung menatap heran dan memastikan sekali lagi.

"Kenapa kakak menangis, tolong kak katakan ada apa!" Teruakan histeris May semakin tidak terkontrol, hingga orang-orang yang sedang berkeliaran sengaja berhenti melihat ributnya May dan kakaknya.

Tapi kak Ahmad semakin tidak punya kekuatan untuk menjelaskan kepada May, dia hanya berusaha menenangkan adiknya dengan memeluk erat sambil mencium keningnya berkali-kali. May semakin hancur dengan kenyataan yang belum pasti itu.

Kak Ahmad mengajak May duduk di lobi bawah, sambil nonton TV yang tergantung di atas papan kasir itu. Sudah memikirkan banyak cara untuk bisa menyampiakn Hal ini dengan tenang, kak Ahmad memutar tubuhnya sehingga lurus berhadapan dengan May.

Tapi suara hentakan kaki dengan suara sepatu kulit itu berjalan ke arah Kak Ahmad dan May, Ahmad mengira Dokter itu akan memberi tau sesuatu dan kak Ahmad berusaha menahanya.

"Maaf dengan bapak Ahmad? Sudah di perbolehkan mengunjungi keluarga di ruang Jenazah" Sialnya kak Ahmad gagal menahan Dokter itu.

Sudah di sangka jika May syok mendengar laporan dari dokter, air matanya benar-benar tidak bisa keluar lagi, karena ia sudah tidak punya kekuatan sama sekali, bahkan nafasnya pun terasa sangat berat. May merasa tertidur, tidak bisa melihat apa-apa dan merasakan apapun, gelap.

Kak Ahmad lalu menggendong adiknya ke kamar inap, mencari ranjang yang kosong lalu menaruh tubuh May dan berlari keluar. Ia harus menangis lagi, mengingat sosok ayahnya yang sama sekali ia belum sempat membalas semua pengorbananya. Kak Ahmad memukuli kepalanya sendiri, marah dengan dirinya sendiri, dan menyalahkan diri sendiri.

Pandangan May sudah mulai tersorot sedikit cahaya, lalu terbuka pelan-pelan sehingga cahaya itu benar-benar penuh menerangi. May mencari sosok kakaknya, dia masih sama sekali belum punya kekuatan lagi, May berteriak lirih dengan berlinangan air mata.

Wanita berjas berkaca mata itu tidak sengaja mendengar teriakan lirih May, kemudian berjalan mendekati May dan memberi segelas air minum.

"Di minum dulu nak, biar sedikit tenang" Tutur Ibu itu begitu lembut, sudah bisa di tebak dengan kondisi May yang terlihat sedang di timpa musibah. Ibu itu sama sekali tidak bertanya apapun, hanya berusaha menemani May sambil memijat lenganya.

"Kakak ku dimana? Aku harus melihat bapak ku untuk yang terahir kalinya" May berbicara masih setengah dari kesadaranya, Ibu itu kebingungan lalu meraih ponsel dari tasnya.

[Ke kamar papa sekarang nak!] Ibu itu terlihat seperti menghubungi ankanya.

"Sabar ya, nanti Ibu carikan kakak kamu. Sekarang istirahat dulu saja" Penampilan yang super berwibawa itu biasanya tidak bersikap se ramah dan sepeduli itu, Ibu itu begitu rendah hati dan tidak memandang perbedaan sedikitpun.

Tidak lama pintu kamar itu terbuka dan kedatangan muka cemas dari sosok laki-laki yang May benar-benar mengenalinya.

"May?!" Bisikan hati Vino bertanya-tanya, lalu menoleh ke arah mamanya yang sedang menyelimuti tubuh menggigil May. Tubuh May semakin gemetaran dan sangat pucat, sontak membuat Vino kebingungan dan memanggil mamanya lirih.

"Ma, ada apa?" Bisik Vino di telinga mamanya, mamanya sedikit menggelengkan kepalanya dengan raut muka prihatin.

May kembali tersadar, ia terus memanggil kakaknya dan menangis histeris. Mama Vino berusaha memegangi tubuh May yang semakin berontak, sementara Vino membelai rambut May untuk yang pertama kalinya.

"Kamu kenal?" Tanya mama Vino.

"Adik kelasku mam"

Vino mendekatkan mulutnya ke telinga kanan May." Tenang, ini kak Vino" Seketika teriakan itu berhenti, tapi May masih belum sepenuhnya sadar, ia mengira Vino adalah kakaknya.

"Kakak jangan tinggalin May" May memeluk tubuh itu erat, mama Vino diam-diam mengelap air matanya.

"Iya, kakak akan terus jagain kamu" Kata Vino sambil mengambil posisi duduk di sebelah May.

Kak Ahmad sudah lama meninggalkan May di kamar pasien, dia sibuk dengan administrasi agar Jenazah bapaknya bisa segera di bawa pulang.

"Kak Ahmad antar aku ketemu bapak" Kali ini Vino tersadar bahwa May mengira dirinya adalah kakaknya, tentu Vino mengiyakan permintaan May. Lalu membantu May bangun dari ranjangnya.

Vino terus berjalan mengikuti May, di susul mamanya juga berjalan di belakangnya. Tanpa dulu memberitahu Vino apa sebenarnya terjadi pada gadis itu.

Mama Vino menggantikan posisinya untuk membonceng May, Vino berharap bukan hal yang menyedihkan yang tejadi pada May. May tidak keduki dengan siapa ia di bonceng, ia hanya butuh orang di sekelilingnya untuk menguatkan.

Setelah tiba di depan suatu ruangan yang bertuliskan RUANG JENAZAH. May kembali ambruk tidak sadarkan diri.