Pagi sekali, bulu mata Vino masih lengket antara alis atas dan bawah. Tubuhnya membelakangi handphonenya dan memeluk gulingnya erat-arat, karena sebentar lagi dering alarmnya pasti berbunyi berkali-kali tepat pukul 05:00 pagi. Sudah menjadi kebiasaanya untuk mengurus diri sendiri sejak kecil, orang tuanya selalu bijak mendidik agar anak semata wayangnya itu bisa bersikap dewasa.
Kriiiing !!
Suara itu akhirnya membangunkan Vino dari kasur mewahnya, rambutnya acak-acakan seperti buah nanas.
Dia semalam tidur dengan bukunya yang masih berserakan di kasurnya, tapi ia lebih mementingkan handuknya yang di gantung dan meminta Vino untuk segera meraihnya.
"Huft harus ketemu May lagi hari ini, bisa meledak otak ku mendengar ocehanya yang sama sekali tidak menarik"
"Kenapa sih May harus berpenampilan kucel gitu? Kenapa rambutnya mesti bau apek dengan baju lungset tanpa di setrika? Kenapa May sama sekali bukan tipe ku?"
Vino menyisir rambutnya di depan kaca kamarnya sambil ngomel, ghibah tanpa ada lawan. Dan membicarakan sosok May tiba-tiba, dia sudah membayangkan kakinya nanti akan menjadi kurir May dengan sepeda reotnya. Vino menarik nafas panjang untuk membangkitkan semangatnya, haa? Semangat untuk apa?
Kamar Vino berada di lantai dua, dia membuka jendela dan mendongakkan kepalanya ke bawah. Cewek berpita itu sudah menuntun sepedanya, dia berjalan pelan menuju post keamanan, lalu menaruh sepedanya di pinggir Pagar dan duduk di samping tiang listrik. Sebenarnya dia sudah mengorbankan kewajibanya untuk membantu ibunya di kantin, ini demi Vino yang sudah lama menjadi idolanya. Kapan lagi karena ini adalah kesempatan emas yang harus ia gunakan sebaik mungkin.
Vino masih saja santai dengan pekerjaanya, tidak peduli dengan May yang sudah jamuran menunggu Vino di bawah. Lalu dia menyetrika baju seragamnya tanpa meminta bantuan si mbok, sampai hampir setengah jam May menunggu.
"Pak, tuanya bangun kesiangan ya Pak? Bangunin dong, gak kasian apa sudah nunggu dari tadi!" May menghampiri security yang sedang bertugas di post rumah Vino. Tapi May malah mendapat balasan tawa yang mengundang amarahnya.
"Kok malah ketawa sih Pak!" May protes sambil melepas tasnya yang memopang beban berat.
"Tuanku tidak mungkin kesiangan nak! Dia itu anaknya rajin, ya mungkin tuanku sembunyi takut di jemput sama kamu nak, jangan-jangan nanti penculik" Ucap security itu dengan bangganya. May hanya diam menahan emosi, lalu memanggil-manggil Vino dalam hati. Karena di yakin diantara mereka pasti ada sinyal batin yang menyatu.
'Vino Vino, cepat ke sini mumpung bau downy di bajuku masih nempel'
May mengabaikan Pak satpam itu sambil terus mengintip Vino dari gerbang yang sedikit terbuka, tidak ada tanda-tanda sama sekali. Pintu depan itu masih tertutup rapat.
"Kamu ini lo kok beraninya jemput si Aden Vino, pakai guna-guna apa kamu? Ucap security itu meremehkan perjuangan May, May tidak terima dan dia berjalan mendekat.
"Cukup dengan cintaku yang tulus ini Pak, hati Vino bisa luluh" Kata May sambil menggedor-gedor dadanya, dia bisa ngomel bebas setelah berfikir bahwa Vino tidak akan mendengarnya.
"Vino itu melihat hatiku, bukan parasku Pak" May membumbui omong kosongnya lagi.
"Hahaha mana ada Neng cinta dari hati naik ke mata! Yang namanya cinta itu dari mata turun ke hati!"
Muka May semakin memerah, dia seperti kehabisan akal untuk berdebat dengan security. Tapi marahnya itu mendadak menjadi senjata ampuh untuk membuat gaduh pagi itu.
"Aku ini cantik di mata orang yang tepat Pak! Lihat saja suatu hari bapak akan tau seberapa jeniusnya seorang May! dan bapak akan kagum denganku!" Suara May sudah hampir mirip dengan komandan demo, tapi Pak satpam itu hanya nyengir tidak tertarik.
"Ooh nama kamu May!" Ucap Pak satpam santai, dia sudah menyadari kedatangan Vino yang duduk di belakang gerbang sedari tadi. Jari telunjuk Vino di rapatkan di depan bibirnya, meminta Pak satpan untuk merahasiakanya. Lalu melempar jempol tanganya.
May semakin geregetan dengan jawaban pak satpam, tanganya meremas lembaran kertas yang berserakan di meja post. Dia hanya menjawab lewat matanya yang berhenti berkedip dan melotot seram.
"Coba kamu buktikan kalau kamu itu jenius" Kata Pak satpam menantang May.
"Okee siapa takut!" Jawab May dengan suara tinggi, Vino spontan berlari mendantangi May yang tampak ribut.
"Ada apa sih berisik banget pagi-pagi? Kamu kalau sudah sampai panggil aku dong, ketuk pintu kek" Kata Vino pura-pura tidak tau, lalu mengedipkan mata sebelah kananya ke arah Pak satpam. May tidak merespon sedikitpun, dia tetap menatap Pak satpan sambil meminggangkan kedua tanganya.
"Ini lo den, si eneng ini katanya mau nunjukin kalau dia itu jenius. Masa iya, bapak kok tidak percaya ya" Kata Pak satpam itu sambil mengibas topinya lalu kembali duduk di kursi.
May benar-benar tidak terima, nyatanya dia mampu mengerjakan semua soal milik kakaknya dulu waktu dia kelas satu SMP, sedang kak Ahmad sudah menginjak kelas Dua SMA. Dia menarik tatapan Vino, agar ia mau membelanya di tengah cacian SI satpam, tapi nyatanya May tetap Saja May, orang yang selalu mendapat kesialan.
"Iya Pak, saya juga gitu. Tidak kelihatan banget gitu kalau dia itu jenius, di lihat dari mana coba?" Ucapan Vino semakin pedas, tapi itu hanya sikap Vino yang gemas dan ingin membuat May marah. Mulut May tiba-tiba mengucir ke depan, tatapan emosinya tidak henti-hentinya lepas dari matanya ke arah mata Vino. Kenapa Vino tidak membelanya? Bahkan lebih sadis dari Pak satpam.
" Emm May" Vino mencoba memastikan otak May, apakah masih hidup atau mau pingsan.
"Apa?" Jawab May singkat, jelas tidak belibet.
"Untuk mengetes apakah benar kamu itu seorang yang jenius, kamu harus membelikan aku sarapan di warung sebelah itu"
"Apa hubunganya?" Tanya May masih saja sewot.
"Pesan saja nasi tahu tanpa kacang, daun bawangnya sedikit, bawang goreng banyak, tanpa Kecap, kecambahnya jangan, nasinya porsi cowok ya, jangan Lupa krupuknya krupuk udang, sambalnya di kasih banyak boleh. Pat satpam boleh pesan juga, nanti saya yang bayarin"
Pak satpan belum merespon karena masih mencatat daftar pesanan Vino, agar bisa mengoreksi hasilnya.
"Oh iya den, mie goreng tapi di kasih kuah, masaknya jangan terlalu matang, di kasih mentimun di iris kecil-kecil saja, bilang saja di kasih nasi yang banyak. Dan minumnya kopi tanpa gula, airnya setengah gelas, dikasih susu dikit, madunya jangan Lupa"
Pak tukang kebun dan Ibu dapur juga ikut memesan dengan daftar yang begitu panjang, total pesanan empat menu.
Kini Vino dan Pak satpam sudah siaga menerima hasil tantanganya, diam-diam jantung mereka yang berdegub. LaluKemudian May berjalan menuju warung dan memesan semua menu yang di pesan.
Tidak lama May datang dengan membawa nampan besar berisi makanan, lalu di hidangkan tepat di depan Pemilik makanan masing-masing.
Vino melototi makananya yang sama sekali tidak ada kurangnya, sempurna. Kemudian tanganya gatal ingin mencubit pipi May belepotan saus tomat, Vino menyembunyikan senyum bangganya.