Di sepanjang jam pelajaran May sama sekali tidak kosentrasi, fikiranya jauh melayang memikirkan hukumanya yang semakin hari tidak ada habisnya. Bagaimana bisa ia di pagi harus menyiapkan sarapan untuk pak Edi, lalu buru-buru menjemput Vino. Belum lagi pulang sekolah harus mampir dulu ke warung cuci piring?
May menenggelamkan kepalanya di meja, sudah menumpuk banyak beban berat di kepalanya hingga ia tidak mampu menopangnya lagi.
"May, bentar lagi ada ulangan. Buka-buka buku dong, awas saja kalau nyontek. Ogah-ogahan aku" Kata Anne sambil mengoyak pundak May.
"Memang jadwalnya apa, bahasa Inggris kan? Aku mah mansternya. Kenapa harus belajar, sambil merem aja bisa selesai, bisa di kerjakan dalam mimpi juga" May terpaksa bersikap sombong agar Anne berhenti mengomel, memang May lebih jago dalam bahasa Inggris. Tapi itu malah menjadi minusnya Anne, ia benar-benar tidak menyukai pelajaran rumit itu yang bisa membuat bibir nyoyor karena susahnya pelafatanya.
Kemudian Anne sontak terdiam, teringat bahwa dirinya akan kesusahan mengisi esay yang sangat miris stok basic bahasa Inggris di otaknya. Lalu Anne tersenyum dan sedikit mendakati May.
"Emm May, iya nanti bahasa Inggris kok. Udah tidur aja dulu kalau ngantuk, nanti aku bangunin kok kalau Pak Guru sudah datang" Ini trik pertama Anne sebagai pemula merayu May, suaranya di buat halus dan se sopan-sopanya.
"Iyaa" Jawab May ketus. Lalu menata posisi tidurnya agar lebih nyaman dengan mengganjal kepalanya dengan tas yang berisi baju ganti itu.
Anne mencoba mencari cara agar May tidak kembali lagi tidur, karena dia baru teringat dengan tawaranya agar May mau memberi contekan nanti. Lalu kakinya sengaja menyenggol ujung meja, spontan meja itu bergetar dan membuat May kaget lalu bangun dari dekapan tanganya sendiri.
"Kamu kok berisik sih!" May pura-pura marah, padahal ia tau bahwa sebentar lagi Anne pasti akan merayu entah dengan cara yang bagaimana.
Anne kaget melihat respon May, kenapa jadi marah? Lebih susah lagi nanti aksi Anne untuk mendapat contekan. Anne menapuk kepalanya sendiri, lalu berdecap lirih dan segera meminta maaf.
"Ya ma'af May, kan tidak sengaja. Jangan melotot gitu ih, mirip mak gayung di film horor itu tau!" Anne berusaha merubah suasana, tapi tidak semudah itu mengambil alih misi May untuk membuat Anne ketakutan jika sampai tidak mendapat contekan.
May terus menutupi wajahnya dengan siku, menahan tawa yang hampir saja keluar. Lalu Anne masih bingung lagi dengan rencananya, kemudian dia berjalan ke depan. Menyapa teman di meja depanya dan sibuk dengan obrolan di lain tema. Mereka tertawa tanpa sedikitpun menganggu tidur panjang May, karena dengkuranya sudah menutupi suara berisik yang terdengar dari sekitarnya.
Di tengah-tengah candaan mereka yang memanas, tiba-tiba Anne mendapat ide cemerlang di otaknya. Ia langsung berlari menghampiri May, dan di seret tas yang mengganjal di kepalanya itu.
"May May bangun May, dengerin aku dulu, melek dong!" Anne terus saja mencubit pipi May sambil berteriak panik di telinganya. Bulu mata May masih lengket di pelupuknya, ia terbangun masih dalam setengah nyawanya.
"Kamu taukan alas meja di seluruh kelas ini banyak banget, masa iya kamu bisa cuci sendiri? Mana mungkin, yang ada kamu nanti jatuh sakit lo karena kecapean. Kamu emang nggak ingin cari bantuan siapa gitu, aku contohnya. Aku mau kok, tapi yang pasti dengan satu syarat saja" Kata Anne panjang lebar, May hanya menghela nafas dan menebak sesuatu apa yang akan di sampaikan Anne selanjutnya.
"Apa aja syaratnya aku mau asal bukan kasih contekan bahasa Inggris" Ketus May sambil nyengir di depan muka Anne.
Anne kaget bagaimana bisa May bisa tau rencananya? Juga bagaimana tidak, karena itu sudah menjadi kebiasaanya.
"Hehehe" Anne ketawa kecil dan salah tingkah sambil menutupi rasa malunya, tapi dia tidak henti-hentinya merayu May lagi. Anne menghitung jumlah kelas di sekolah ini, mulai kelas X, XI, XII. Antara jari dan otaknya bekerja lebih cepat, lalu ia menemukan jumlah jawabanya.
"Tiga puluh dua kelas lo May, beneran mau kamu cuci sendiri?" Kata Anne meyakinkan, masih tidak ada jawaban dari May.
"Tinggal kasih contekan apa susahnya sih, lumayan kan hukuman selesai satu part" Rayu Anne lagi. May terus diam, membiarkan burung itu berkicauan sepuasnya.
" May! Jawab dong, bentar lagi bel masuk nih" Teriak May sambil mengecek jam di tanganya, dia semakin panik. Di tambah semalam Anne sama sekali tidak belajar.
"Deal ya, aku kasih contekan kamu tuntasin hukumanku?" Ucap May tiba-tiba, mulut Anne menganga girang lalu memeluk Anne erat-erat, mencoel pipi kanan kirinya sampai mencium tanganya berkali-kali.
Mereka duduk berdempetan, dengan menggeser kursinya berdekatan. Lalu berunding mencari cara agar bisa aman mencotek, seperti biasa mereka harus menyodorkan sedikit lembar jawaban ke samping.
Suara langkah yang berirama satu pasang kaki itu benar-benar sudah mendekati ruangan kelas dan membuka pintu, jantung seluruh isi kelas berdebar, mengingat bagaimana kilernya guru Bahasa Inggris itu. Anne melirik May dengan tatapan ketakutan, lalu May membalas dengan senyuman untuk menenangkan Anne.
Satu lembar yang di print dalam kertas berukuran A4 itu sudah terbagi rata dari barisan depan hingga Paling belakang, bukan hal mudah kali ini untuk berhasil mencotek di balik ketatnya pengawasan guru Bahasa Inggris itu.
"May, geser dong nggak kelihatan tau, pumpung suasana aman nih" Ucap Anne lirih sambil menoleh kiri kanan pelan.
Pengawasan masih terjerat di depan, menjadikan May dan Anne semakin leluasa mengepakkan lembar teks ulanganya. May tidak takut-takutnya menggeser kertasnya ke samping, cukup mudah tanpa diam-diam melirik sekitar.
Lirikan Anne begitu fokus menangkap tulisan May yang sedikit belibet, lalu merekam ke otak dan di luapkan di kertas jawabanya.
"May, gak nyangka ya berjalan lancar banget" Kebiasaan berisik Anne sudah mulai mengusik telinga May.
"Jangan keras-keras An, awas saja kalau sampai ketahuan"
"Kalau ketahuan aku gak jadi bantu cucianmu se gunung itu" Katus Anne sambil menulis.
May menutupi kupingnya rapat, berharap Anne tidak lagi berulah yang bisa berujung hukuman. Hingga beberapa menit kemudian May sudah sampai di soal terahir, Dan selesai dalam waktu singkat. Tidak lama jawaban semua sudah terkumpul, lalu Anne menyandarkan tubuhnya ke kursi dan senyum bangga menebak nilainya yang pasti melonjak jauh dari biasanya.
May menghela nafasnya, dan terdiam cukup lama. Ada sedikit yang membuat perasaanya mengganjal, seperti ada sisa makian yang menggores hatinya hingga membekas di siang itu. Dia terus mengusir fikiran jahat itu dari otaknya, dengan memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.
"May, amazing kamu hebat. Terimakasih!" Anne memeluk May dari belakang, tapi May berusaha melepas pelukan itu. Tiba-tiba dadanya sesak setelah kembali mengingat kejadian kemarin, dia begitu tidak terima dengan cemooan mamanya yang membuat harga dirinya jatuh.
"Kenapa di lepas?" Tanya Anne sedikit khawatir.
"Tidak apa-apa"
Hari-hari mereka terlalu dekat, hingga sesuatu yang miris membuat mereka harus mengahiri persahabatanya pun Lupa seketika.