"Tok tok tok!"
"Masuk!"
Baru saja May membuka pintu perpustakaan dan mematung di depan pintu, Vino sudah memasang muka masam dengan tatapan garang khasnya. May tidak se lemah di pandangan Vino, dia tetap berusaha tegar tanpa terlihat ada Luka di dalamnya.
May terlihat kelelahan dan gerah sampai mencopot tali di rambutnya, mengencangkan jepit di kepalanya lalu meraih kursi dan menyandakan sebagian
kaki kursinya ke meja depan Vino.
Melihat muka May yang berbeda dari biasanya, membuat nyali Vino terancam. Dia tidak berani membuka santapan yang sudah ia rancang sebelumnya, ia gagal dan memilih menunduk sambil membuka buku tanpa judul itu.
"Sesuai perjanjian, aku datang tepat waktu. Bahkan kurang dari waktu yang di tentukan" Sapa May degan sikap dingin dadakanya.
"Duduk" Kata Vino memberanikan diri, sambil menggeser kursi untuk sedikit menjauhi May. Dengan nafasnya yang berat, Vino tetap ingin memaksa mulutnya terbuka untuk mewakili hatinya.
'aku akan menghukummu lebih parah lagi'
Tapi mulut Vino bungkam dengan rasa iba yang tiba-tiba datang menyelubungi hatinya, melihat mata sayu May yang memancarkan aura lelah. Dengan rambutnya yang tidak terurus, apalagi muka cemong yang sama sekali tidak peduli.
May tidak lagi memulai bicaranya, ia menatap Vino sambil menanti ancaman apa lagi yang ia suguhkan untuk dirinya. Waktu itu sudah terlalu lama bagi May untuk sekedar menunggu bibir Vino bisa mulai berbicara, mulutnya menguap lebar, sengaja May tidak menutupi. Biarkan angin dari mulutnya itu menerjang lamunan panjang bersama buku tebalnya itu.
"Mau jadi patung sambil lihat aku baca buku?" Ungkapan Vino membuat May bertanya pada dirinya sendiri lagi.
"Apa sih maumu kak Vino? Mau mengatakan cinta, ya silahkan" Tapi itu suara hati May yang memberontak tidak sabar dengan pengakuan apa yang sebenarnya Vino ingin sampaikan.
"Mau ngomong apa kak?" May ahirnya nekat dengan sikap sok cuek, berlagak dingin. Padahal ada rasa gemas ingin menculik Vino dan mengikat tanganya agar tidak lari darinya untuk siapapun.
"Kenapa kamu tidak mau bertanggung Jawab?" Tanya Vino marah tapi volume suaranya tidak begitu tinggi.
"Loh tanggung jawab buat apa, bukanya May setiap hari sudah jemput kakak?" Jawab May kebingungan, ia langsung berdiri dan bersandar di tembok sambil memantau luar.
Otak Vino masih berputar, ia benar-benar tidak menyangka niat awalnya bisa berubah seratus persen, Vino sama sekali tidak ingin membuat May semakin menderita lagi. Tapi kalimat itu sudah terlanjur terungkap dari mulutnya, dia berusaha menyampaikan ini dengan posisi tenang tanpa membuat May takut dan kebingungan.
"Temanmu Anne, kenapa dia yang menjalani hukumanmu?" Vino bertanya sambil sedikit melempar senyuman tipis, ia bersikap lebih dewasa. Mirip ketika seorang kakak sedang mendidik adiknya.
May sudah menebak kalau tumpukan alas meja yang Vino bawa adalah milik sekolah, dan lebih Jelasnya lagi setelah muncul nama Anne dari Vino. Tapi May masih saja menebak-nebak, apa yang sebenarnya Anne katakan kepada Vino?
Vino mengangkat alisnya, menatap May dari dekat. Lamunan May cukup lama membuat Vino bertanya-tanya, jangan-jangan benar apa yang di katakan Anne.
"Ayo Jawab" Kata Vino sambil mengangkat kedua sikunya dari meja. May saat itu benar-benar sudah malas berurusan soal hukuman, karena tatapan Vino sudah terpancar raut geram ingin membuat hukuman baru untuk May.
"Kakak lebih percaya aku apa Anne?" Mata May membius tatapan Vino yang masih melotot ke arah May.
Vino berdehem dengan mukanya yang celingukan mencari celah untuk membuyarkan wajah garang May. Lalu menggeser lagi bangkunya, agar matanya tidak terlalu lurus menghadap May.
May tertawa kecil di balik bukunya yang menutupi bibirnya, tidak menyangka lelaki keren bertubuh seperti dedy corbuzier itu berjiwa mirip hello kitty. Meski bibir May tertawa lebar tapi matanya tidak bisa membohongi, tawa itu tersirat dari mata May.
"Kenapa kamu ketawa?" Vino lebih fokus dengan mata May yang terlihat menyiyir. Kali ini benar-benar keluar tawa itu asli dari bibirnya.
"Haha dari pada aku marah-marah, gimana kakak lebih percaya sama siapa?"
"Kenapa kamu tanya begitu?"
May menghempaskan nafasnya keras-keras, kakinya di hentak ke lantai tanpa sepengetahuan Vino. Geram merasakan adegan Vino yang begitu berbelit tidak secepatnya selesai.
"Kakak ini mirip belut ya, licin susah di tangkap. Tinggal ngomong pilih percaya sama aku apa Anne?!" Sudah hilang kesadaran May hingga ia berteriak di dalam ruangan perpustakaan.
Penjaga perpustakaan yang saat itu sedang menumpuk buku ke dalam kardus seketika mengalihkan matanya dari pekerjaanya, dan menyorot sumber suara May yang mengusik suasana perpustakaan yang hening.
"Tidak boleh ada suara di dalam perpustakaan ini selain kentut saya!"Teriak Ibu Fina penjaga perpus dari kejauhan. Tidak lama, seluruh isi ruangan tertawa lepas mendengar suara yang tidak asing itu.
Tuuuuutt tut!
"Haaaaahaaa" May dan Vino tertawa kompak setelah mendengar suara kentut bu Fina.
"Kentutnya fals bu, setelah gitarnya kurang pas!" Teriak Vino masih terus tertawa, bu Fina menyambung tawa itu lebih keras lagi.
"Ya Allah nak nak, kalau bertengkar sama pacarnya jangan di perpustakaan. Sana datang ke ruang BK, biar sekalian dapat bimbingan konseling masalah asrama!" Bu Fina memberi nasehat tanpa memperhatikan kalimat terakhirnya.
"Apa bu? Asrama, bukanya asmara?" May kali ini juga ikut nimbrung, tawanya begitu lepas sehingga muncul kebahagiaan murni dari hatinya.
'Terumakasih ya Allah, tidak ku sangka Engkau baru saja memberi kebahagiaan kepada May tanpa di sengaja'
Tangan Vino melayang menapuk bibirnya sendiri, mengembalikan akal sehatnya ketika bayangan May sebentar lewat di hatinya.
Debat antara Vino dan May entah kemana, masih ada iklan menarik sehingga tekanan darah mereka kembali normal.
"Eh iya maksut Ibu asmara nak, ya nanti datang ke ruang BK ya!" Bu Fina masih terus ngotot dengan kemauanya yang tidak masuk akal itu, yang ada malah dapat hukuman karena ketahuan pacaran, eh belum pacaran.
Tiba-tiba tawa kecil May dan Vino muncul bersamaan, dengan dua pasang mata yang saling bertatapan. Vino lebih menyadari hal itu dan langsung menutup tawanya itu.
"Eh eh di kasih tau orang tua kok malah ketawa!" Suara bu Fina mendadak galak dan manggapitkan ke dua tanganya ke pinggang. May dan Vino saling menyodorkan siku, lalu melempar matanya ke arah bu Fina untuk menjawabnya.
"Iya bu, siap nanti kita ke sana" Vino ahirnya mengalah dan memberi tanggapan kepada bu Fina.
"Nah gitu, kalau pacaran itu jangan di buat yang macem-macem. Kalau bisa harus jadi penyemangat, karena pacar jadi semangat ke sekolah, semangat belajar, kan enak kalau pacarnya bangga kerana dapat rangking" Cetus bu Fina panjang lebar.
"Sejak kapan ini pacaranya?" Tambah bu Fina sebelum mereka sempat menjawab.
May menghentikan nafasnya, dan melototi bu Fina. Lalu melirih ke arah Vino, ternyata Vino lebih kaget dari May. Matanya lebih lebar mengekspresikan reaksi syoknya.
Mereka saling diam, belum ada petunjuk jawaban dari otaknya. Bu Fina senyum-senyum sendiri melihat tingkah mereka, di tambah ingatan yang tiba-tiba muncul dari cerita masa mudanya yang hampir mirip.
"Kemarin malam bu" Jawaban May yang begitu enteng tanpa malu sedikitpun.
Mulut Vino menganga lebar tidak percaya dengan jawaban May, lalu menginjak kakinya dari bawah meja. Berharap May menghentikan sandiwaranya.
"Biar cepat selesai kak!" Bisik May lirih.
"Loh baru se malam kok sudah bertengkar ini gimana. Ya sudah, Ibu doakan semoga langgeng ya" Kata Bu Fina dengan nada penutup.
Aamiin!
Jawab mereka serentak di luar alam sadar, lalu bu Fina pergi dan lanjut dengan tugasnya.
"Sampai mana tadi May?" Tanya Vino dengan sisa tawa di bibirnya.