Chereads / BABY YOU! / Chapter 12 - Peluk Yang Nyaman

Chapter 12 - Peluk Yang Nyaman

Dirinya dan Al memang membutuhkan memikirkan tentang mereka di kedepannya, tapi pria itu apa harus meninggalkannya seorang diri di rumah dengan hujan seperti ini?

Cecil menghela nafas, beranjak dari kasur untuk membuat coklat panas, dirinya benar-benar kedinginan.

Setelah sesai membuat coklat panas, Cecil memutuskan untuk menonton televisi terlebih dahulu, hanya karna dua alasan mengapa ia memilih untuk menonton televisi dari pada kembali ke kamar, yang pertama karna ia belum mengantuk, dan kedua karna ia menunggu Al.

Bagaimana pun juga ia merasa cemas pada Al yang tak kunjung pulang, padahal ini sudah malam.

***

Tepat pukul 12 malam pintu rumah terbuka, Cecil menoleh dan mendapatkan Al yang basah kuyup dengan tubuh menggigil.

Cecil berdiri, mendekat pada Al yang tengah menunduk.

"Lo dari mana?" tanya Cecil setalah berdiri di hadapan Al.

"Rumah Gara."

Cecil tersentak, nada bicara Al berubah, tidak seperti biasannya, bahkan terkesan dingin.

"Al..." panggil Cecil pelan.

"Gue kedinginan Cecil!" kata Al yang membuat Cecil bungkam.

Al menatap Cecil, kemudian berlalu pergi melewati Cecil yang hanya diam.

Setelah kepergian Al dari hadapannya, Cecil tersadar, memperhatikan punggung Al yang telah menghilang di balik pintu.

Di sisi lain Al tengah membasahi tubuhnya dengan air hangat, karna terlalu mencemaskan Cecil yang di rumah sendirian, dirinya sampai tidak sadar jika sedari rumah Gara ia tak mengunakan jas hujan, dan berakhir dengan tubuhnya yang menggigil.

Setelah tubuhnya merasa sedikit hangat, Al mematikan sower. Memakai baju yang sudah ia ambil sebelum ia mandi.

Al menatap pantulan dirinya di cermin, tersenyum kecut setelah sadar apa yang telah ia lakukan selama hampir satu bulan ini kepada Cecil.

Al yang biasannya membebaskan para mantan pacarnya dulu, kini malah berubah mengekang, posesif, overprotectif bahkan egois.

Tentu saja baginya Cecil dan para mantan pacaranya itu berbeda, masalahnya Cecil miliknya! Bahkan dari awal mereka berteman dulu.

Setelah beberapa menit berada di kamar mandi, Al pun keluar, berniat untuk langsung masuk ke dalam alam mimpinya namun tak jadi saat melihat Cecil tengah berdiri di depan pintu dengan memegang dua gelas berisi coklat panas.

"Biar anget," kata Cecil, memberikan satu gelas coklat panas pada Al, dan langsung di terima oleh Al.

"Makasih," ucap Al, berjalan ke meja rias, meletakan gelas di tangannya pada meja, kemudian mencari sesuatu dari dalam laci.

Setelah menemukan apa yang ia cari, Al mendudukan bokongnya di kasur, menoleh pada Cecil yang ternyata masih berdiri di depan pintu kamar mandi.

"Sini duduk," titah Al sambil menepuk tempat kosong di sampingnya.

Cecil menurut, mendekat pada Al dan duduk di samping Al dengan gelas yang masih ia pegang.

"Semua foto-foto kita pas kecil ada di sini semua," kata Al sambil menyodorkan album foto pada Cecil.

Cecil mengambil album foto dari Al dan memberikan gelas yang ia pegang pada Al.

Dengan perasaan terkejut dan tidak percaya itu Cecil membuka album foto tersebut. Raut wajahnya terlihat semakin terkejut saat melihat poto pertama di album foto tersebut, di mana dalam foto tersebut menunjukan dirinya dan Al yang tengah bermain sepedah. Jika tidak salah ke duanya saat itu berumur 7 tahun.

Cecil kembali melihat lembar per lembar foto yang tersusun rapih dalam album tersebut, ia hanya bisa tersenyum ketika dirinya kembali mengingat masa-masa dulu setelah ia melihat foto-fotonya.

Ternyata foto-foto yang berada di album itu berisi pertumbuhan dirinya bersama Al selama 12 tahun.

Cecil mendongkak, menatap Al yang menatapnya juga.

"Kenapa gue gak tau tentang ini?" tanya Cecil.

"Karna dulu lo gak pernah sadar kalo di foto," jawab Al sekaligus menyindir Cecil.

Cecil berdecak kesal.

"Makasih," ucap Cecil dengan raut wajah berubah senang, bahkan seulas senyum yang tak pernah ia tunjukan pada Al kini ia berikan pada Al dengan penuh kesadaran.

Al yang melihat Cecil tersenyum pun ikut tersenyum.

"Al maaf untuk kejadian sore tadi," upap Cecil dengan raut wajah berubah.

Al mengangguk, "Gapapa," ucapnya.

"Apa yang di ucapin Mamah Arum bener, kita cuman perlu membiasakan diri," kata Cecil.

"Gue bakal nyoba buat membiasakan diri sama lo," tambah Cecil dengan penuh keyakinan.

"Kenapa?" tanya Al dengan raut wajah binggung.

"Karna gue tau, disini ada dua hal yang gak bisa di paksain. Yang pertama hati, dan yang kedua takdir. Jadi... jika pun hati gue gak mau ke lo, tapi takdir gue adalah elo, gue bisa apa?" penjelasn Cecil benar-benar sukses mengejutkan Al.

"Apa lo yakin kalo gue itu takdir lo?" tanya Al dengan nada tenang, namun raut wajahnya terlihat mengejek, dan itu menyebalkan untuk Cecil.

"Gak yakin sih, karna gue juga gak mau punya jodoh kaya lo! Tapi mau gimana lagi, jodoh gak jodoh kita tetap di jadiin jodoh sama tuh emak-emak," kata Cecil dengan nada sebalnya, meletakan album foto di sampingnya dan merebut gelas miliknya dari Al.

Al terkekeh mendengar ucapan Cecil yang terdengar kesal itu.

"Tapi lo tau kan Cil kalo sesuatu yang dipaksain itu gak akan berakhir baik?" Ujar Al yang kembali terlihat serius.

Cecil yang tengah meneguk coklat panasnya yang telah berubah hangat itu mengangguk, menyetujui ucapan Al barusan.

"Di sini gue gak memaksa diri gue, tapi gue cuman pengen mencoba," balas Cecil.

"Tapi jangan terlalu keukeh buat mencoba, itu bakal bikin lo gak bahagia," ucap Al sambil tersenyum kecut.

Cecil mengernyit binggung setelah mendengarnya.

"Kenapa sekarang lo keliatan ragu? Bukannya dari awal lo nerima perjodohan ini? Bahkan lo keliatan biasa aja pas ngatur-ngatur gue."

"Itu beberapa hari yang lalu, tapi sekarang gue sadar. Tujuan gue setelah nerima perjodohan ini, itu buat bikin lo bahagia, bukan bikin lo menderita kaya gini."

Cecil yang mendengar pengakuan Al barusan seketika terdiam, ia terkejut dengan apa yang baru saja di ucapkan oleh Al.

"Mulai besok mari membiasakan diri," ucap Al yang menyadarkan Cecil dari terdiamnya.

"Ayo tidur," ajak Al, meletakan album foto di nakas, kemudian membaringkan tubuhnya di kasur.

Cecil pun menurut, meletakan gelas di nakas dan ikut berbaring.

"Boleh gue meluk lo?" tanya Al dengan hati-hati.

Cecil terkejut, namun detik berikutnya ia mengangguk, memberi izin pada Al untuk memeluknya.

"Selamat malam," bisik Al, memeluk pinggang Cecil dengan sedikit erat.

Cecil hanya bisa menahan nafas saat Al memeluknya, benar-benar menahan nafas saat hembusan nafas Al terasa pada belakang lehernya.

Namun entah mengapa tiba-tiba dirinya merasa nyaman berada di pelukan Al seperti ini.

Apa pelukan Al sudah menjadi salah satu dari daftar favoritnya? Atau akan menjadi satu-satunya?

***

Bersambung.