Semua terkejut mendengar perintah yang dibacakan Rani. Lagi-lagi Iqbal dan Angel tak ingin melanjutkan permainan ini, namun Rani tetap mengambil semua tali yang berada di kotak besar dan ia melaksanakan perintah yang tertulis. Rani memaksa Iqbal dan Angel untuk tetap melanjutkan permainan ini. Rani terlihat kasar saat mengikat kedua tangan Iqbal dan Angel karena mereka berdua selalu memberontak. Setelah selesai mengikat teman-temannya, Rani pun kembali mengambil kertas lipat dan kembali membacakan perintah keduanya.
"Ambil gunting dan tusukkan gunting itu ke mata dua temanmu yang kamu benci, lalu makanlah mata mereka. Jika kamu berhasil, kamu akan selamat dari permainan ini."
Lagi-lagi semua yang mendengar ucapan Rani dibuat terkejut. Begitupun dengan Rani yang mendapatkan perintah itu. Ia terlihat tidak sanggup untuk melakukan perintah yang cukup menjijikan itu.
"Gue gak mau ngelakuin perintah gak jelas ini," tolak Rani sembari menatapku dengan memohon. Sepertinya ia benar-benar tak ingin melakukannya.
"Itu sih terserah Rani aja, kalau Rani pengen selamat ya Rani harus laksanain perintah itu. Tapi kalau Rani gak kuat dan gak bisa ngelaksanain perintah itu, ya terpaksa Rani harus menyusul dua lelaki tadi," balasku dengan tersenyum sinis. Perlahan aku mengeluarkan pistol yang sedari tadi kusembunyikan. Semua terkejut dan nampak tak percaya dengan apa yang mereka lihat saat ini.
Rani mulai ketakutan dan terpaksa ia pun melakukan perintah itu. Ia mengambil gunting yang berada di dalam kotak besar lalu memilih dua orang yang akan menjadi korbannya. Perlahan ia mendekati Angel. Angel mulai ketakutan dan ia juga mulai memberontak.
"Jangan gue, Ran!" mohon Angel. Ku lihat ia menangis
"Maafin gue yaa Angel," ucap Rani. Rani menarik nafas panjangnya dan …
CRRAAASSHHH
"AAAAAAAA."
Rani menusukkan gunting itu tepat di mata kanan Angel dan Angel pun berteriak dengan kerasnya. Rani mencoba untuk menarik bola mata Angel yang sudah menancap di gunting. Namun bola mata itu tak kunjung tercabut dari tempatnya. Ia pun mengoyak-ngoyak mata Angel tanpa ragu dan terkesan memaksa. Tak lama ia berhasil menarik bola mata Angel hingga tertarik pula saraf matanya. Rani menatap bola mata itu sejenak, lalu ia melahap bola mata itu dengan perlahan. Aku dan yang lainnya pun merasa jijik dan memuntahkan isi perut kami. Ia begitu berani dan nekad hanya karena ia ingin terbebas dari permainan yang kubuat ini.
Ku lihat bola mata yang digigit oleh Rani pecah seketika dan membuat darahnya meleleh hingga keluar dari dalam mulut Rani. Rani memakan bola mata itu dengan cepat sembari menutup kedua matanya. Namun tiba-tiba saja ia memuntahkan kembali bola mata yang sudah pecah itu. Aku rasa ia sudah tak sanggup untuk melanjutkan mengunyah bola mata yang terlihat menjijikan itu.
"Aku gak kuat," ucap Rani sembari menangis, ia menyerah dengan perintah kertas tadi.
"Berarti kamu gagal, Ran!" sahutku. Ia terkejut dan langsung menusuk mata kiri Angel. Lagi-lagi Angel berteriak kesakitan dan tak lama ia pun tak sadarkan diri. Rani langsung mencabut bola mata Angel dengan mudah lalu memakannya hingga habis. Aku dan teman-teman sekelasku dibuat mual karena adegan yang menjijikan ini.
Setelah Rani menghabiskan bola mata Angel, perlahan ia mendekati Febby dan melakukan hal yang sama. Hal yang pernah ia lakukan kepada Angel kini terjadi kepada Febby. Rani menancapkan gunting itu di kedua mata Febby lalu memakannya. Aku hanya tersenyum melihat keberaniannya itu. Ia rela melakukan hal menjijikan itu demi terselamatkan dari permainan ini.
Setelah selesai memakan bola mata Febby, Rani pun langsung mendekatiku dengan darah yang keluar dari mulutnya. Aku rasa itu adalah darah dari bola mata yang tadi ia makan.
"Aku berhasil kan?" tanyanya. Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Perlahan aku berjalan mendekati pintu untuk membuka kuncinya dan membiarkan Rani untuk pergi. Namun setelah aku membuka kunci dan pintunya, ia masih tetap diam sembari menatapku. Aku pun mengernyitkan keningku.
"Kamu gak mau keluar?" tanyaku.
"Aku mau tiket itu," pinta Rani.
"Kamu kan belum menang, kamu cuma berhasil."
"Gimana caranya agar aku menang?"
"Ikuti semua perintah yang tertulis. Kamu boleh mengambil lagi kertas lipat yang berisikan perintah itu," balasku menjelaskan sembari menutup dan mengunci pintu kelas. Ia mengangguk dan langsung mengambil lagi kertas lipat itu. Sepertinya Rani sudah gila karena permainan ini, ia sudah tak memiliki akal sehat. Seharunya ia bersyukur bisa aku keluarkan dari neraka yang kubuat, namun ia masih memilih menetap dan mencoba berusaha untuk mendapatkan tiket yang harganya tak seberapa ini. Aku pun menduga jika Rani adalah anak miskin, sepertinya lebih miskin dariku. Terbukti dengan dia yang begitu bersusah payah untuk mendapatkan tiket ini.
Ku lihat Rani mulai membacakan perintah yang tertulis di kertas lipat yang baru saja diambilnya, "Pilih lima temanmu yang kamu benci dan berilah mereka sebuah minuman hijau didalam kotak besar."
Ia pun mengambil sebuah botol minuman yang berisikan air berwarna hijau. Perlahan ia mendekati Kevin dan memberikan minuman hijau itu kepada Kevin. Karena tangan Kevin yang terikat, dengan terpaksa Rani menegukkan minuman itu ke mulut Kevin. Kevin meminum air hijau itu dengan cukup banyak. Lalu Rani juga memberikan minuman hijau itu ke Rasya, Annisa, Jenni dan Viola.
Tiba-tiba saja aku melihat tubuh Kevin yang mulai kejang-kejang. Mulutnya menganga dan mengeluarkan buih yang cukup banyak. Tak lama, Rasya, Annisa, Jenni dan Viola mengalami hal yang serupa. Tubuh mereka kejang-kejang, mulut yang mengeluarkan buih dan mata yang melotot. Nampaknya minuman hijau yang telah kubuat dan telah tertelan oleh mereka mulai bereaksi. Minuman hijau itu adalah ramuan yang kubuat untuk membuat mereka mati seketika. Minuman itu berisikan racun yang cukup mematikan.
Rani begitu panik dan terus menerus meminta tolong kepadaku. Aku hanya diam saja dan terus memperhatikan kematian orang-orang yang telah meminum ramuanku itu. Ajal mereka sudah dekat dan aku yakin tak lama lagi mereka akan menyusul Johnny dan ketiga teman lainnya.
"Alissa, mereka semua kenapa?" tanya Rani kepadaku. Aku hanya menyuruh Rani untuk diam dan tetap memperhatikan mereka yang tengah menderita. Tak lama tubuh Kevin, Rasya, Annisa, Jenni dan Viola sudah tak bergerak lagi. Mata mereka terbuka dengan lebar, membuatku bergidik ngeri saat melihatnya. Takut? Tentu saja tidak! Untuk apa aku takut kepada mereka yang sudah mati?
Aku mulai menghampiri mereka dan mengecek nadi serta detak jantung mereka. Aku merasa nadi dan detak jantung mereka sudah tidak berdetak. Mereka semua sudah mati. Yaa, mereka MATI!
***
Bersambung...
[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.