"Guys, kita main game yuk?" ajakku kepada teman-teman sekelasku. Saat ini aku tengah berdiri tegak di depan kelas. Saat aku berbicara, mereka hanya terdiam dan menatapku dengan penuh keheranan. Bagaimana mereka tidak heran? Selama aku bersekolah di sekolah dan satu kelas dengan mereka, aku memang tidak pernah bermain dengan mereka. Aku memang anak yang pendiam dan anti sosial. Namun karena sifatku yang seperti ini membuatku kesulitan, hampir setiap hari teman-teman sekelasku selalu mengejekku. Mereka bilang aku ini gadis pendiam tingkat akut, sampai-sampai mereka berani berkata bahwa aku ini gadis bisu. Aku hanya bisa diam dan tak membalas perbuatan mereka. Namun semakin lama, kelakuan mereka semakin menjadi. Semakin banyak aku diam, semakin sering juga mereka mengejekku. Aku benar-benar tak tahan dengan sikap teman-teman sekelasku ini. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengajak mereka bermain. Bermain permainan yang sebelumnya telah aku buat. Permainan yang akan mengajarkan mereka betapa perihnya siksaan batin yang mereka berikan.
"Tumben lo ngajakin main!" ucap Angel. Ia adalah gadis yang cukup popular di sekolah dan ia juga yang sering mengejekku.
"Aku punya permainan baru yang seru dan menantang. Aku harap kalian semua mau memainkan permainan ini," ucapku.
"Coba tunjukin cara mainnya!" suruh Febby. Febby, gadis berambut pirang itu adalah teman Angel.
"Di sini kalian yang akan main permainan ini, aku cuma mengarahkan aja karena cuma aku yang tau tentang permainan ini. Pertama aku akan mengocok tabung kecil ini yang di dalamnya ada nama kalian dan siapapun yang namanya keluar, boleh maju ke depan lalu ambil kertas lipat yang ada di kotak di sebelah aku ini. Apapun perintah yang ada di dalam kertas itu harus dituruti dan diselesaikan dalam waktu tertentu. Kalau kalian gagal, yaa kalian tanggung akibatnya," ucapku panjang lebar menjelaskan permainan ini. Mereka terlihat mengangguk-anggukan kepala mereka.
"Apa untungnya kita main permainan ini?" tanya Rani.
"Siapapun yang menang akan mendapatkan satu tiket pesawat pulang pergi dan gratis menginap di hotel selama 3 hari 3 malam di Bali," jawabku dengan jujur. Mereka terkejut dan nampak tak mempercayai ucapanku ini. Padahal aku sudah menyiapkan semua ini jauh-jauh hari.
"Halah, orang miskin kayak lo mana mungkin punya tiket kayak gitu. Lo aja jarang beli makanan di sekolah," ejek Bastian. Aku hanya tersenyum dan mengeluarkan tiket yang ku janjikan, lalu menunjukkannya kepada teman-temanku. Lagi-lagi mereka terlihat terkejut dan tak percaya. Nampaknya mereka benar-benar tak menyangka jika gadis pendiam dan jarang keluar kelas sepertiku ini memiliki tiket yang cukup mahal itu.
"BOHONG TUH!" teriak Johnny. Ia memang lelaki yang tak pernah percaya dengan siapapun.
"Kalau aku bohong, kalian boleh bunuh aku!" tantangku sembari menatap Johnny dengan tatapan tajam.
"UDAH EH UDAH, mendingan kita turutin aja kemauan dia. Kasian tau, tiap hari gak ada yang ngajakin dia main, haha." Lelaki bermata sipit yang bernama Randy itu menertawai, bagiku ucapannya itu adalah ejekan.
"Okelah, langsung main aja!" kata Angel. Aku pun mengangguk dan mulai mengocok tabung kecil yang sedari tadi kupegang. Lalu tak lama keluarlah sebuah gulungan kertas dan aku membukanya. Aku tak menyangka jika nama yang keluar untuk pertama kalinya adalah Johnny. Aku pun memanggilnya dan menunjukkan kertas itu. Dengan malas ia menghampiriku dan mengambil kertas lipat lalu membukanya.
"Ambil pisau dan mainkan permainan The Knife Game Song dengan teman pilihanmu," ucapnya membacakan perintah yang tertulis di kertas itu.
"Apa-apaan nih?" tanya Johnny yang sepertinya tak ingin melakukan perintah yang tertulis.
"Cuma ngelakuin perintah itu aja kok, John. Kalau kamu berhasil, kamu bakal dapat tiketnya dan kalau gagal, tanggung akibatnya," balasku sembari tersenyum sinis.
"Mana pisaunya?" tanya Johnny. Aku pun memberikan pisau milikku kepadanya. Aku juga menyuruhnya untuk memilih salah satu sahabatnya yang akan menemaninya di dalam permainanan ini, ia pun memilih Randy. Terpaksa Randy menuruti kemauan Johnny dan mulai berjalan pelan menghampiri Johnny dan aku.
"Gimana cara mainnya?" tanya Johnny sembari mengambil pisau yang kuberikan. Aku menyuruhnya untuk menaruh tangan kanannya di atas meja yang berada di hadapanku, lalu Randy yang akan menusukkan pisau itu di setiap sela-sela jari tangan Johnny. Mereka tampak terkejut, namun aku kembali menyadarkan mereka bahwa ini hanyalah sebuah permainan kecil yang akan membawa mereka ke Bali. Mereka pun mengangguk mengerti.
"Aku akan memutarkan lagu dari permainan ini, gerakan tangan kamu harus sesuai dengan tempo lagunya," suruhku lalu mulai memutarkan lagu yang berhubungan dengan permainan ini.
Oh, I have all my fingers
The knife goes chop chop chop
If I miss the spaces in between
My fingers will come off
Perlahan Randy mulai menusukkan pisau itu ke sela-sela jari tangan Johnny. Semua orang yang berada di kelasku ini begitu tegang melihat kedua lelaki itu memainkan permainan menantang ini.
And if I hit my fingers
The blood will soon come out
But all the same I play this game
Cause that's what it's all about
Semakin lama gerakan tangan Randy semakin cepat bersamaan dengan tempo lagu yang semakin cepat pula. Rasa tegang mereka yang tengah menonton pun juga bertambah.
Oh, chop chop chop chop chop chop
I picking up the speed
And if I hit my fingers
Then my hand will start to bleed
"AAAAAAAAAAAAA."
Semua orang berteriak saat jari tengah Johnny tertusuk pisau. Randy yang sudah berusaha fokus untuk menyesuaikan tempo lagu itu sangat terkejut saat ia tak sengaja menancapkan pisau itu di jari tengah Johnny. Johnny berteriak kesakitan dan darahnya mulai keluar. Pisau itu sudah menancap hingga menembus jari Johnny dan menancap pula di meja. Johnny terus mencabut pisau itu, Randy juga membantunya. Namun pisau itu sangat sulit untuk dicabut.
"Maaf Johnny, kamu gagal," tuturku. Johnny dan Randy langsung menatapku dengan kesal.
"Sialan lo. Awas lo yaa!" ancam Johnny kesal. Aku pun mengernyitkan keningku.
"Kenapa? Kenapa kamu kesal sama aku? Kan yang nusuk jari kamu si Randy, aku kan cuma pengarah di permainan ini," ujarku membela diri. Pandangan Johnny pun langsung mengarah pada Randy, Randy terkejut dan mulai ketakutan.
"Maaf John, gue gak sengaja," ucap Randy ketakutan.
"Brengsek lo, Ran!" Johnny terlihat marah, ia pun menarik pisau itu dengan paksa dan sekuat tenaga. Akhirnya pisau itu berhasil dicabut dan Johnny langsung mendekati Randy dengan wajah kesal.
"Sumpah, John, gue gak sengaja." Randy terus meminta maaf agar Johnny tak melakukan hal-hal aneh, namun percuma, sepertinya Johnny sudah terlalu kesal dengan Randy. Tanpa berpikir panjang lagi, Johnny langsung menancapkan pisau itu ke perut Randy. Darah segar pun langsung keluar dari dalam perut Randy. Melihat hal itu membuatku menutup mulut, bukan karena terkejut, aku ingin tertawa namun harus menahannya.
***
Bersambung...
[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.