"AAAAAA … JOHNNY JANGAN!" teriak teman-teman sekelasku. Beberapa lelaki pun langsung memisahkan mereka.
"Johnny apa-apaan sih lo?" tanya Iqbal sembari mendorong Johnny hingga Johnny terjatuh ke lantai. Johnny kembali bangkit dan menodongkan pisau yang dipegangnya ke arah semua lelaki yang kini tengah memisahkan Johnny dan Randy.
"Kalian jangan berani-berani misahin kita, nasib kalian akan sama seperti dia!" Johnny mengancam sembari menunjuk Randy yang tengah memegangi perut.
"Johnny sadar John, ini cuma permainan!" teriak salah lelaki.
"BERISIK! Jari gue ketusuk gara-gara bocah sialan itu." Johnny mengibas-ngibaskan tangannya yang terluka. Sementara itu, Randy hanya meringis kesakitan dan terus menerus memegangi perutnya. Tak ada lagi yang berani mendekati mereka berdua, Johnny terus menodongkan pisau itu ke arah para lelaki yang hendak menolong Randy. Aku pun memutuskan untuk menendang sebuah cutter kecil ke arah Randy. Randy menatapku dengan bingung, aku hanya diam dan tersenyum kepadanya. Ia menatap cutter itu dan tak lama ia mengangguk. Nampaknya ia mulai mengerti apa yang akan ia lakukan dengan cutter yang ku berikan. Ia pun menyembunyikan cutter itu di balik tubuhnya.
Perlahan Johnny mendekati Randy yang terduduk lemas di pojok ruangan. Aku hanya tersenyum sinis melihat film yang kubuat ini. Film ini akan menjadi film tersukses yang pernah ada. Dan tak ada yang tahu jika aku menaruh sebuah CCTV kecil di pojok ruangan ini dan aku juga menaruh beberapa kamera super kecil di setiap sudut ruangan dan juga di kerah bajuku. Aku terus memandangi mereka yang berakting dengan natural itu. Ketakutan dan ketegangan yang ada begitu terasa dan nyata. Aku tak menyangka jika rencana besar yang telah kubuat ternyata akan berjalan lancar hingga sampai saat ini.
Randy mulai mencoba untuk berdiri, walaupun begitu banyak darah yang telah keluar dari dalam tubuhnya. Dengan tiba-tiba, Randy mendekati Johnny dan langsung menusuk mata kanan Johnny dengan cutter yang kuberikan tadi.
"AAAARRGGHHH."
Johnny berteriak kesakitan dan pisau yang sedari tadi dipegangnya pun terjatuh. Randy langsung mengambil pisau itu dan menjauh dari Johnny. Johnny memegang cutter yang masih menancap di matanya dan perlahan ia mencabutnya. Darahnya pun bermuncratan kemana-mana. Semua gadis yang berada di kelas ini pun tak tahan lagi melihat adegan yang berdarah-darah itu. Mereka mencoba untuk keluar dari kelas, namun sebelum permainan ini dimulai, aku sudah mengunci kelas ini dan menyimpan kuncinya di saku seragamku. Mereka pun hanya berteriak ketakutan. Sebagian dari mereka terlihat muntah, sangat menjijikan.
"SSTTTOOOPPPP!!!" teriak Angel yang ketakutan. Semua mata mengarah kepadanya. Mereka melihat Angel yang sedang berjongkok sembari menutup kedua telinga dengan tangannya. Sepertinya ia begitu frustasi dengan apa yang ia lihat saat ini. Mendengar teriakan Angel membuat semua orang semakin panik. Aku hanya terkekeh pelan melihat reaksi mereka. Rasanya begitu menyenangkan.
"BRENGSEK!"
Sementara itu, Johnny berteriak dengan emosinya yang meluap-luap. Ia pun mulai mengejar Randy dengan cutter yang dipegangnya. Randy berlari ketakutan menjauhi Johnny yang terus mengejarnya. Johnny terlihat seperti kerasukan dengan ekspresi wajah yang mengerikan ditambah lagi dengan matanya yang terus mengeluarkan banyak darah. Aku terus menahan tawaku, jujur aku ingin sekali tertawa terbahak-bahak di depan mereka semua.
Tiba-tiba Randy terjatuh dan Johnny pun berhasil menindih tubuh Randy. Johnny langsung menusukkan cutter tersebut berulang kali secara keji ke leher belakang Randy. Seketika itu Randy tak bernyawa lagi. Semua orang yang melihat kejadian itu tercengang dengan apa yang dilakukan Johnny. Johnny benar-benar telah kesetanan, matanya melotot dan emosinya tak terkontrol lagi.
Tiba-tiba saja ia berhenti menusuk leher Randy dan tanpa disangka ia melemparkan cutter itu ke sembarang arah. Ia menatap kami dengan wajah yang kebingungan. Nampaknya ia tak sadar dengan apa yang ia lakukan tadi. Perlahan ia berdiri dan menghampiri kami. Aku hanya terdiam, namun teman-teman yang lain berteriak ketakutan. Mereka semua berusaha untuk menjauh dari Johnny. Johnny langsung menatapku.
"Gue kenapa?" tanyanya.
"Kamu udah ngelakuin hal dibatas kewajaran, John. Ini cuma permainan dan kamu …."
Ucapanku terhenti saat melihat ekspresi wajah Johnny yang benar-benar kebingungan. Sepertinya ia benar-benar telah dibutakan dengan emosinya yang meluap, hingga ketika emosinya menurun ia tak ingat dengan kejadian tadi.
"Apa yang udah gue lakuin?" tanyanya lagi.
"Kamu udah ngebunuh Randy," jawabku dengan santai.
"APA? Gak mungkin! GAK MUNGKIN!"
Ia benar-benar frustasi dan tak percaya dengan apa yang telah ia lakukan tadi. Ia pun kembali mendekati jasad Randy dan mengambil pisau yang masih berada di dekat tubuh Randy. Aku benar-benar terkejut dan tak menyangka saat Johnny menggorok lehernya sendiri dengan pisau itu. Semua yang melihat pun menjerit tak karuan. Mereka pun mulai menangis dan tak henti-hentinya menjerit.
"Ini cuma permainan, aku bisa hidupkan mereka lagi asalkan kalian semua mau melanjutkan permainan ini," tuturku dengan asal. Entah mereka akan percaya atau tidak, aku hanya ingin permainan ini berlanjut.
"Bullshit! Semua ini gara-gara lo. Harusnya yang mati itu elo bukan mereka berdua," ucap Iqbal.
"Aku serius, aku bisa bikin mereka hidup lagi asalkan kalian …."
"Gue gak akan percaya sama semua ucapan lo," kata Angel sembari menatapku dengan tajam.
"Yaudah, kalian boleh bunuh aku," balasku pasrah. Iqbal pun mengambil pisau yang berada di dekat Johnny dan ia langsung menghampiriku.
"STOP!" teriak Febby dengan tiba-tiba.
"Kita turuti aja kemauan dia, mungkin aja dia bisa bikin Johnny dan Randy hidup lagi." Sepertinya hanya dia yang mempercayai ucapan bodohku. Tunggu! Aku tidaklah bodoh, justru dia yang bodoh telah mempercayai ucapanku. Haha. Aku hanya tersenyum manis kepadanya. Ia menatapku namun tak membalas senyumanku.
"Iya, kita kasih dia kesempatan," ucap Rani menyetujui ucapan Febby. Ada orang lain yang sama bodohnya ternyata. Haha.
"Okelah, tapi kalau ada yang mati lagi karena permainan gak jelas ini, lo harus siap menyusul mereka yang udah mati," kata Iqbal. Aku mengangguk pelan. Lalu mereka semua duduk di tempat mereka masing-masing. Sementara para lelaki menutup jasad Randy dan Johnny dengan jaket mereka, lalu menidurkan jasad Randy dan Johnny di kursi paling belakang.
Aku kembali mengocok tabung kecil yang kupegang dan keluarlah sebuah kertas lalu aku membukanya. Di sana tertulis nama Rani, aku langsung menyuruh Rani untuk mengambil kertas lipat. Rani berjalan perlahan mendekat ke arahku, wajahnya pucat karena ketakutan, tubuhnya pun terlihat bergemetar. Aku tersenyum melihat Rani yang seperti itu.
Rani mengambil salah satu kertas lipat dan mulai membacanya isi dari kertas itu, "Ambil semua tali dan ikat semua teman-temanmu, lalu pilihlah satu kertas lipat lagi."
***
Bersambung...
[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.