Gong pertandingan sudah dibunyikan beberapa menit lalu tetapi, baik Jifan maupun Filo hanya terus saling tatap waspada dan berjalan mengitari gelanggang. Para penonton yang kebanyakan kaum laki-laki begitu penasaran dengan apa yang akan mereka lakukan.
Filo melirik kaki Jifan tanpa diketahui sang empu, lantas melesat cepat menjegal kaki tersebut sampai membuat Jifan terkejut. Jegalan itu tak membuatnya jatuh, hanya keseimbangannya yang sedikit terkecoh. Sehingga saat Filo meluncurkan serangan kedua dia tidak fokus menghindar dan mendapat pukulan telak di dagunya. Kakaknya pasti menargetkan leher atau dadanya.
Jifan bergerak mundur, memberi sedikit ruang untuknya berpikir. Dia sudah merencanakan serangannya tetapi, yang ada di depannya adalah kakaknya dan dia perempuan. Berpikir serangan membuatnya tidak tega untuk melaksanakannya. Jadi, dia hanya menghindar dan mengelak serangan Filo. Terus bergerak digempur kakaknya tanpa melakukan serangan apapun
Para penonton kecewa dengan performa Jifan. Hanya mengelak dan menghindar bukanlah yang diharapkan mereka. Apalagi Yuan dan Anna yang melihat dengan jelas bagaimana bungsu mereka menghidar ke sana kemari tanpa melakukan serangan balasan. Filo tidak peduli pada gerakan Jifan yang seolah menyerahkan diri sebagai samsaknya.
Filo mencari celah terbuka untuk ia serang, begitu melihat Jifan bergerak ke kiri dia melesat ke kiri dengan cepat menggeser ke kanan tempat area dada Jifan terbuka tanpa tameng tangan. Dengan cepat dia melesatkan tendangannya. Membuat si eempu jatuh terjerembab dan mengerang kesakitan. Rusuknya ditendang tanpa elakan membuat itu terasa begitu remuk.
Dengan tangan memegang dada kanan, dia berdiri menatap kakaknya awas. Dia masih enggan menyerang dan melakukan serangan balasan. Filo kembali merengsek maju melakukan serangan, kali ini tendangannya mengarah pada kepala yang lebih tinggi darinya itu. Jifan tidak berhasil mengelak atas serangan itu. Dia kembali jatuh terjerembab.
Filo menendang area perut Jifan yang masih terjatuh dalam keadaan kepala pusing. Tidak ada ampun untuknya. Dia terus menendang adiknya sampai membuat Yuan dan Anna meringis.
"Kak hentikan kak Filo!" pinta Anna tidak sanggup melihat adiknya dipukul habis-habisan oleh Filo. Yuan menarik adiknya ke belakang tubuhnya, tidak membiarkan dia melihat adegan kekerasan yang kelewat batas. Tangan kirinya terkepal melihat Filo benar-benar berencana membunuh Jifan. Berita tentang penurunan tahta kepada Jifan, apakah sudah sampai di telinga Filo? Sampai-sampai gadis itu berambisi membunuh Jifan.
"Aghh!" Jifan menggeram merasa tubuhnya tidak bisa berdiri sehingga terus dipukuli kakaknya. Tatapannya menyorot pada wajah sang kakak yang tidak jelas karena matahari yang menyilaukan. Dia hanya melihat bibir yang menyunggingkan senyum. Senyum mematikan itu membuat Jifan tahu inilah akhir hidupnya.
Remaja itu memejamkan matanya, menikmati setiap penyiksaan yang dilakukan oleh kakak kandungnya sendiri. Membiarkan napasnya perlahan sesak dan membuatnya hampir hilang kesadaran. Di saat pikirannya sudah pesimis dan berpikir ini adalah akhir, seseorang menyeretnya menjauh dari kaki ganas Filo. Dia membuka sedikit matanya.
"Hentikan!"
Suara itu begitu dingin dan tampak menakutkan. Jifan mengerjapkan matanya mencoba melihat lebih jelas siapa yang membantunya. Pakaian biru merah itu membuatnya segera tahu, Yuan.
"Kamu tidak tahu aturan pertandingan? Menyingkir atau aku habisi juga kamu!" tegas Filo tidak peduli. Dia menarik Jifan yang masih berbaring mencengkram perutnya sendiri. Membuatnya enyah dari perlindungan si sulung. Yuan tak tinggal diam, dia berjalan mendorong adik pertamanya menjauh.
"Bawa dia ke tabib!" perintahnya entah pada siapa. Tapi para pengawalnya termasuk Tao bergerak mengambil alih tubuh Jifan yangs udah tidak berdaya.
"Hentikan mereka! Pertandingan belum selesai!" titah Filo pada para pengawalnya. Pengawal Jifan dan Yuan saling bersinggungan. Sementara Jifan yang menggerang sakit mulai sadar situasi di sekitarnya yang memanas.
"Turunkan aku," pinta Jifan pada pengawal kakaknya. Tao menatap Jifan ragu tetapi, dia segera menurunkan si bungsu. Membiarkannya kembali masuk ke gelanggang. Dia berjalan terseok menghadap Filo dengan tubuh memprihatinkan. Menarik napas dalam dan menatap kakak perempuannya, "ayo lanjutkan," ujarnya membuat Yuan menggeram.
Anna sudah dibawa keluar gedung latihan oleh para pengawalnya yang diperintah Yuan. Adik kecilnya itu menangis melihat keadaan Jifan yang sekarat di bawah kuasa Filo. Anna pergi menangis keluar gedung.
Yuan tidak bisa menghentikan mereka kalau Jifan sendiri yang menginginkan untuk melanjutkan pertandingan. Lelaki tertua itu menyingkir dari gelanggang dan kembali berdiri menonton keduanya dengan perasaan tidak nyaman. Begitu pertandingan dimulai dia mengepalkan tangan. Si bungsu kembali jatuh terjungkal menerima tendangan di area dadanya yang terbuka.
"Tuan ... mohon hentikan pertandingan! Kami mohon tuan ... Biarkanlah tuan kami diobati!"
Pelayan dan para pengawal Jifan sudah bersimpuh di hadapan Yuan meminta lelaki tersebut menghentikan pertandingan yang bisa saja merenggut nyata tuan mereka. Mereka menangis ketakutan melihat tuan mereka sudah tampak kelimpungan menghadapi keberingasan seorang Filo.
"Ampuni kami tuan, hukum kami saja! Tolong hentikan pertandingan tuan, kami akan rela dihukum mati kalau memang itu harga yang harus dibayar untuk keselamatan tuan kami!"
Yuan tidak bisa melakukan apa-apa. Dia terus memerhatikan pertandingan melihat adik bungsunya sudah batuk mengeluarkan darahnya. Filo tampak berkeringat namun enggan berhenti. Tujuannya memang menghabisi Jifan.
"Tuan ampuni kami, tuan!"
Para pengawal dan pelayan Jifan serempak berseru melihat tuan mereka menatap pada mereka. Mencoba mengungkapkan betapa mereka tak berdaya atas kesakitan tuan mereka. Jifan menutup matanya rapat-rapat merasakan betapa tubuhnya begitu dirawat dengan baik oleh para pelayan dan pengawalnya namun kini remuk di tangan kakaknya.
Perlahan dia mendapat kekuatannya. Jifan meneguk salivanya dan bergerak berdiri membuat Filo tidak percaya bocah itu masih ada tenaga untuk berdiri. Dengan tidak sabaran Filo kembali menendang area kepala membuat Jifan kembali jatuh namun segera bangkit.
"Akan aku habisi kamu, sialan!" maki Filo dan merengsek maju berputar dan melayangkan tendangan tingginya. Itu kembali mengenai kepala Jifan. Tetapi, siapa sangka Jifan menangkap kaki Filo dan menariknya keras membuat gadis itu terseret dan jatuh di hadapan Jifan. Dia menggeram dan bangkit berdiri, wajahnya merah padam atas perlakuan Jifan.
Jifan mengerti, melawan seseorang yang berambisi hanya perlu menggunakan kesabarannya. Dengan tenang dia mulai bersiap menghadapi kakaknya. Filo berteriak dan melancarkan terndangan berputar kembali. Kali ini Jifan menghindar dan menendang punggung kakaknya membuatnya jatuh terjerembab.
Lantas memiting tubuh kakaknya sampai gadis 24 tahun itu tak lagi bisa berkutik. Tangannya mencekal kedua kanan Filo sementara kakinya memiting kedua kaki kakaknya. Filo telentang di dada sang adik bergerak ke kanan dan ke kiri mencoba meloloskan diri.
"Habisi aku atau aku yang akan menghabisimu," bisik Jifan di telinga kakaknya. Filo menggeram kehabisan tenaga. Sementara itu Jifan merebahkan tubuhnya tenang masih mencekal kakaknya di atas tubuhnya. Membiarkan kakaknya bergerak ke sana kemari mencoba meloloskan diri dengan umpatan tak kunjung usai dari mulutnya.
"Lepas, brengsek!" makinya meronta-ronta.
Yuan yang melihat itu merasa tenang. Tidak salah adiknya ditunjuk menjadi seorang pewaris. Melihat kesabaran dan ketenangannya membuat Yuan tahu, hanya adiknya yang memilikinya diantara empat bersaudara. Pantas ayahnya menjaga Jifan segila itu sampai tidak mau mempublikasikannya ke luar istana.
Rombongan Juan tampak memasuki lapangan latihan para prajuritnya. Dia berjalan dengan langkah cepat mendapat laporan dari putrinya bahwa si bungsu dipukuli habis-habisan oleh Filo. Dia tidak tenang dan segera bergerak melihat yang terjadi. Matanya menatap sang guru yang juga menjadi wasit dengan tajam. Sementara yang ditatap segera membungkukkan tubuhnya. Seisi lapangan segera membungkuk memberi penghormatan pada sang kepala negeri Dabarath, kecuali dua orang yang tengah terbaring di tengah gelanggang.
Juan berjalan melihat putranya yang berbaring tenang memiting kakaknya. Sementara Filo dengan wajah kesal memberontak di atas tubuh Jifan. Tenaga Jifan tampak tak main-main untuk bisa menahan rontaan seorang Filo yang kalap. Hatinya tenang meski melihat betapa berantakannya penampilan Jifan. Sudah pasti itu ulah Filo.
"Hentikan pertandingan!" titahnya membuat sang wasit segera masuk ke gelanggang dan meminta mereka berhenti. Jifan tak melepaskan cekalannya membuat Filo berteriak murka. Gong pertandingan dibunyikan tanda waktu telah usai karena intrupsi sang raja.
"Bukankah harus menunggu waktu pertandingan selesai?" tanya Jifan pada Filo. Filo sudah memberontak kembali ingin segera terlepas.
"Hentikan itu Ko Jifan Ar!" tegas Juan melihat putranya tak kunjung membebaskan kakaknya. Jifan mendorong tubuh Filo membuatnya limbung ke samping. Dia berdiri dan menepuk-tepuk hanfunya. Menunduk sedikit saat melewati rajanya dan berlalu keluar lapangan.