Chereads / Circle : Anti Romantic / Chapter 17 - Bergandengan Tangan

Chapter 17 - Bergandengan Tangan

Setelah keluar dari lantai 48, Ellera tidak naik dan langsung pulang kerumahnya, melainkan turun ke lantai paling bawah— menuju ke basemen parkir. Jelas cewek itu akan pergi, karena berhenti tepat di depan mobilnya.

Sebelum membuka pintu mobil, Ellera, gadis itu mengeluarkan ponselnya dari tas. Pesan teks yang tadi masuk, dibacanya kembali. Dan orang itu yang tak lain adalah Adinata. Gadis itu semakin meremas flashdisk yang berada di jari jemarinya itu. Belum sempat mengecek karena terlalu takut jika itu benar. Dirinya tetap menyangkal. Sangat merasa bersalah jika memang benar.

Ting!

Satu pesan teks masuk lagi. Dan pengirimnya masih nomor yang sama. Yaitu Adinata.

"Udah liat? Gimana tanggapan lo?" Isi pesan teks itu.

Ellera lagi-lagi tak membalasnya. Setelah membaca pesan teks itu, tangannya tampak membuka pintu mobil. Pelariannya kali ini adalah taman sudut kota. Meski jarang dan tidak terlalu menyukai tempat itu, namun kini Ellera akan mencobanya. Mengingat bahwa isi flashdisk itu mungkin ada sangkut pautnya dengan taman sudut kota.

Gadis itu mengemudi dengan kecepatan sedang. Dan tangan kirinya masih meremas flashdisk berwarna hitam. Cukup lama. Bahkan sangat lama. Tidak disangka, sulit untuk diterima. Adinata adalah teman masa kecil Ellera. Cowok yang dulu kerap bermain petak umpet dengan Ellera rupanya adalah Adinata. Mahasiswa pindahan yang saat ini satu kampus dengannya.

Gadis itu tidak percaya dirinya akan melupakan wajah Adinata begitu saja. Begitu pula sebaliknya. Adinata sebelumnya juga tidak tahu bahwa gadis yang pertama kali bertemu dengannya di caffe tepi laut kala itu adalah Ellera, teman masa kecilnya. Dan kini, keduanya sudah sama-sama tahu. Agak mengganjal juga di benak Ellera. Bagaimana Adinata bisa tahu, awal mulanya bagaimana? Terus, saat interogasi insiden penyerangan waktu itu, kenapa Presdir Abinata dan Prof Eleranda tidak memberi tahu bahwa anak-anaknya sebelumnya saling kenal dan berteman saat masih kecil? Apa yang di rencanakan oleh Prof Eleranda dan Presdir Abinata sebenarnya?

***

"Rey? Kenapa lo ... weyy? Lo, gimana caranya lo masuk ke Eleranda Palace? Lo nyamar jadi siapa?"

Tampak kepanikan di wajah Elsana. Karena kemunculan Rey secara tak terduga di lantai 48 sekitaran rumah Reiley. Cowok itu berpakaian tampak rapi, seolah tamu juga. Namun bagaimana bisa?

"Udah selesai acaranya? Kok kamu diluar?" Rey, cowok itu tersenyum lebar saat berpas-pasan dengan Elsana. Pertemuan ini benar-benar tidak di sengaja sebelumnya.

Elsana membalas senyuman cowok itu, sedikit salah tingkah juga. "A-aku, aku kebetulan keluar. Kamu kesini juga ternyata? Eum ... kamu telat? Sendirian aja nih? Kok tumben, nggak chat aku dulu? Buru-buru karena telat, ya?" Pertanyaan Elsana merambat kemana-mana. Tubuhnya tidak bisa diam dan terus mengoyak salah tingkah.

Wajah bahagia Rey terlihat jelas. Tanpa menjawab, Rey segera merebut paksa pergelangan tangan Elsana. Ia berniat membawa Elsana kedalam dengan keadaan bergandengan tangan seperti itu.

"Ehh ... ehhh...." panik Elsana. Meski di dalam hatinya begitu senang.

***

Sampailah mereka berdua di dalam. Suasana ruang depan masih tetap sama. Dan posisi Reiley beserta cowok itu juga masih sama. Mereka duduk di atas Red Karpet yang telah di pasangi kursi antik sebelumnya. Hal itu semakin mempermudah untuk menyambut kedatangan tamu.

Tiba-tiba pandangan mata semua tertuju ke sepasang pria dan wanita yang bergandengan tangan dari arah pintu utama. Apalagi ekspresi para circle. Mereka tidak percaya akan melihat pemandangan seperti ini. Apalagi saat tertuju ke pergelangan tangan keduanya. Rey, cowok itu sangat nekat mengampit tangan Anisa ke lengannya. Seolah sepasang kekasih.

Bu Cendarny ternganga. Tidak percaya. Perasaan senang campur aduk tengah melandanya. Kedua mulutnya tertutup, ditambah tumpukan kedua tangannya lagi. Membungkam erat. Kedua matanya juga menyala. Detak jantungnya tiba-tiba berdegup sangat cepat. "Apakah itu putriku? Ommo ... ommo ... tampan sekali. Putriku ... Elsana ... anak mama astagaa ... berani sekali dia tidak cerita ke mama kalo punya pacar," jerit bu Cendarny. Ia sontak TREMORRR saat melihat putrinya berjalan bak pengantin.

Bu Ellersane dan lainnya meringis kecil kala melihat tingkah bu Cendarny yang sangat berlebihan itu. Begitu pula dengan Prof Eleranda beserta tamu-tamu pria lainnya. Mereka semua tampak menarik senyum mereka saat melihat Elsana dan Rey berjalan menuju ke arah Reiley dan Jay.

"Putraku sudah tumbuh dewasa," ujar seorang pria yang duduk di tengah-tengah Presdir Arez dan Prof Eleranda. Pria itu yang tak lain adalah ayah dari Rey.

"Haha ... benar, Tuan. Putra Anda juga sangat tampan," sambung Presdir Arez.

"Tubuhnya bahkan lebih tinggi dari Anda," kata Prof Eleranda yang ikut campur aduk dalam obrolan itu.

Sedangkan di sisi lain, Elend, Sellena dan Esme, mereka begitu histeris. Bagaimana bisa? Sejak kapan? Kok kita semua tidak tahu? Pertanyaan itu menggumpal di otak ketiga gadis itu.

Reiley dan Jay sontak berdiri, karena melihat Elsana dan Rey berjalan mendekati mereka. Reiley mengangkat alisnya. Ini tidak bisa dipercaya olehnya. Teman satu jurusan dengannya itu tiba-tiba bergandengan tangan dengan seorang cowok. Bagaimana bisa Reiley tidak syok? Namun di sisi lain, Reiley tertawa. Ia mengeluarkan tawanya saat Elsana dan cowok itu berdiri tepat di depannya.

"Els, hahaha ... sialan lo, udah kaya pengantin baru aja," goda Reiley sambil terbahak-bahak geli. Ia murni tertawa karena menurutnya Elsana sangat cocok saat bergandengan tangan dengan cowok itu.

Rey tersenyum miring. Ia tahu betul perasaan malu yang melanda hati Elsana saat ini. Namun itu bukanlah masalah besar untuknya.

"Jay, heihh, Brother ..." sapa Rey ke temannya itu. Mereka bersautan tangan. Tampaknya mereka cukup lama tidak bertemu.

"Gimana kabar lo, Rey? Tinggal dimana sekarang?" tanya Jay penasaran.

"Gue? Haha, hussstt ... nanti gue kasih tau jangan disini. Hahaha...." jawab Rey diselimuti tawa renyah.

Dan kini pandangan Rey teralihkan ke gadis yang ada di samping Jay. Yang tak lain adalah Reiley. Rey menyodorkan tangannya untuk bersalaman. "Reiley, ya? Selamat, ya." Rey tersenyum kecil.

"Terima kasih," balas Reiley.

"Els, gue punya seribu pertanyaan," lirih Reiley mencoba mengungkit. Elsana begitu tersipu malu. Karena Rey benar-benar meluluhkan hatinya malam ini. Kenapa ada cowok senekat Rey? Bagaimana Elsana tidak mleyot?

Elsana menjatuhkan tatapannya. Ia tersenyum-senyum sendiri sedari tadi. Benar-benar kesusahan mengatakan sepetik kata. Dan lagi-lagi Rey mengandeng tangannya. Mengajak Elsana untuk duduk. Namun sebelum itu, Rey mengajak Elsana untuk menghampiri ayahnya terlebih dahulu. Elsana semakin dibuat deg-degan oleh cowok itu.

***

Sampailah Ellera di taman sudut kota. Ellera berjalan menyusuri rerumputan hijau yang teramat mencolok segar dan indah. Meski malam, namun keindahannya tetap terlihat karena lampu taman yang terbilang begitu banyak.

Kursi taman berukuran panjang berwarna putih mengalihkan pandangan gadis itu. Ellera, gadis itu berniat untuk melangkah ke kursi taman yang terbentang panjang itu. Namun, tiba-tiba langkahnya berhenti, setelah melihat sepatu hitam dan kaki panjang seorang pria—tampak berselonjor menyentuh rerumputan kursi taman.