Seperti biasa, Lexi akan kembali dengan aktivitasnya yang sangat menyibukkan. Menjadi dokter bukanlah hal yang sangat mudah. Sewaktu kecil mungkin Lexi dapat mengatakan cita-citanya tersebut dengan sangat mudah.
Sebagai anak kecil yang belum mengerti tentang bagaimana tanggung jawab sebagai seorang dokter dan hanya menganggap jika pekerjaan sebagai dokter adalah sesuatu yang keren. Lexi akan dengan bangga mengatakan jika ketika besar nanti dirinya ingin menjadi orang yang bekerja di rumah sakit, dengan menggunakan jas berwarna putih dengan penuh kebanggaan.
Orang tua Lexi sangat mendukung cita-cita yang selalu Lexi sebutkan sejak kecil tersebut. Mereka bahkan mendorong Lexi sejak dini, untuk mempelajari hal-hal yang di kemudian hari akan membantu dirinya dalam masuk ke universitas yang bagus dan dapat mengambil jurusan kedokteran dengan mudah.
Awalnya, Lexi senang-senang saja karena banyaknya orang yang mendukung mimpinya tersebut. Akan tetapi, ketika Lexi menginjakkan kaki di kursi SMA. Akhirnya dia sadar jika untuk mencapai cita-cita yang selalu dia banggakan tersebut di depan banyak orang adalah suatu hal yang sama sekali tidaklah mudah.
Lexi harus selalu mendapatkan nilai yang baik, dia juga harus memahami beberapa pelajaran yang rata-rata sangat di benci oleh kebanyakan teman-teman sebayanya. Beruntung Lexi di anugerahi otak cerdas sehingga dia dapat belajar dengan cepat dan baik, sehingga dirinya dapat menyerap segala hal yang di pelajari nya dengan mudah.
Namun, ketika Lexi menganggap jika otak cerdas adalah modal yang sudah sangat cukup dalam meraih cita-citanya tersebut. Pada kenyataannya tidak seperti itu sama sekali, karena menjadi dokter tidak hanya membutuhkan otak yang cerdas, akan tetapi juga mental yang sangat kuat dan energi yang kekuatan tubuh yang sangat baik.
Tidak jarang Lexi harus mengorbankan waktu tidurnya hanya untuk menuntaskan semua tugas yang diberikan dosen kepadanya, hal ini selalu terjadi selama masa-masa kuliah. Ketika lulus, Lexi juga tidak begitu saja dapat terlepas dari semua permasalahan yang dia terima di semasa kuliah.
Karena sebenarnya, kuliah hanyalah awal dari mulai nya sebuah perang yang akan datang. Hingga hari ini di mana Lexi sudah menginjak umur kepala tiga, dia bahkan sudah lupa kapan terakhir dirinya dapat tidur dengan nyenyak dan menghabiskan setidaknya tidur selama delapan jam sehari.
Mungkin satu tahun yang lalu, entahlah Lexi sendiri bahkan sudah tidak ingat kapan hal semewah itu terjadi. Dapat di katakan, tidur dalam jangka waktu yang panjang atau setidaknya menyentuh waktu normal kebanyakan orang lain menghabiskan waktu tidur mereka. Bagi seorang dokter seperti Lexi, itu adalah hal yang sangat mewah.
Padahal setiap hari pekerjaan Lexi tidak jauh dari menyuruh para pasiennya untuk dapat beristirahat dengan baik, tapi dirinya sendiri bahkan tidak dapat menerapkan hal tersebut pada tubuhnya.
Jika saja Lexi dapat melihat masa depan, dia pasti akan pergi dan melihat bagaimana kehidupannya saat ini. Maka dengan begitu, mungkin Lexi akan berhenti untuk bermimpi menjadi seorang dokter dan akan memilih profesi lain untuk dia jalani di masa depan.
Tapi sayangnya di kehidupan ini, dia tidak memiliki Doraemon seperti Nobita. Sehingga Lexi hanya perlu menerima semua hal yang sudah dia dapatkan dan mensyukuri nya dengan baik. Setidaknya, hanya hal ini yang dapat menguatkannya sehingga Lexi tidak lagi menganggap jika pekerjaan sebagai seorang dokter adalah beban baginya.
Melihat banyak orang sakit dan sembuh karena dirinya, Lexi sudah cukup senang dengan hal ini. Meskipun tidak jarang hal yang tidak di inginkan juga terjadi, seperti kematian contohnya. Ada masa-masa di mana Lexi merasa dirinya sangat tidak berguna dan tidak dapat berbuat banyak untuk dapat menyelamatkan setiap pasiennya.
Hal ini memang pasti akan terjadi, bahkan Lexi sendiri sudah menemui puluhan kematian selama dia bekerja di rumah sakit. Hal yang sangat wajar tentu saja, Lexi sendiri bukan Tuhan yang dapat mengendalikan setiap nyawa dan berharap dapat memberikan semua orang kehidupan.
Namun, setidaknya dengan bekerja di rumah sakit juga bagus bagi Lexi. Karena dengan begitu dia tidak akan pernah lupa dengan Tuhan dan selalu mengingatkannya untuk selalu berbuat baik kepada sesama makhluk hidup.
Hidup hanya sementara dan kematian selalu memperhatikan setiap manusia di setiap langkah yang mereka ambil. Mereka datang tanpa mengenal waktu, dapat datang kapan saja dan di mana saja dengan cara yang tidak terduga dan tidak pernah terpikirkan sama sekali.
Lexi melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah sakit, selama dirinya melangkah selalu ada orang yang menyapa dirinya. Mereka semua adalah para karyawan rumah sakit, baik itu para perawat ataupun para dokter yang bekerja seperti dirinya.
"Lexi…" suara familiar memasuki telinga Lexi hingga perempuan tersebut menolehkan kepala pada sumber yang memanggil namanya.
"Hai, Jay."
"Baru datang kamu?" tanyanya menghampiri Lexi dan mensejajarkan langkah bersama dengannya.
Melihat dari pakaian dan wajahnya yang lelah, Lexi dapat menduga jika Jay baru saja menyelesaikan shift malamnya. Hal ini sudah menjadi hal biasa bagi mereka, tapi dapat di katakan juga jika shift malam adalah hal yang sangat paling ingin di hindari oleh orang-orang yang bekerja di rumah sakit seperti mereka. Termasuk juga Lexi.
"Kamu baru saja menyelesaikan shift malammu?"
"Ya, begitulah…" jawab Jay seraya menyeruput kopi yang baru saja di belinya.
"Kenapa terlihat sangat lelah, apakah ada operasi besar tadi malam."
Jay menganggukkan kepalanya pelan dan memandang Lexi dengan wajah penuh keluhan. "Semalam terjadi kecelakaan dari tempat yang tidak jauh dari sini, sebuah bus yang baru saja pulang berwisata dengan penumpang penuh di dalamnya. Kamu dapat membayangkan nya, bagaimana bisa aku mendapatkan hal seperti ini ketika shift malam ku tiba. Aku bukanlah orang yang beruntung," keluhnya.
"Benarkah." Lexi cukup terkejut dengan pernyataan Jay, karena itu artinya ada puluhan korban yang di bawa ke rumah sakit semalam. Bahkan mungkin tidak hanya rumah sakit mereka saja yang menerima pasien, tapi juga rumah sakit lain karena mengingat berapa banyaknya korban.
"Ya, beruntung tidak banyak orang yang terluka parah. Kebanyakan dari mereka hanya menderita luka ringan saja. Tapi tetap saja, hal ini sangat menghebohkan UGD dan semua orang yang berjaga semalam. Kamu beruntung karena tidak mendapatkan panggilan semalam.
"Sepertinya dapartemen ku tidak terlalu sibuk, maka dari itu mereka tidak memanggilku."
Meskipun bukan jam kerjanya, bukan tidak mungkin Lexi mendapatkan panggilan yang mengharuskan nya datang ke rumah sakit ketika ada pasien darurat dan harus segera mendapatkan penanganan. Hal seperti ini sudah seperti minum air baginya, alias hal yang sangat biasa. Ini juga yang menjadi alasan kenapa Lexi tidak pernah mendapatkan tidur nyenyak dan baik.