"Yang tadi itu pasien terakhir bukan?" tanya Lexi pada perawat yang membantunya dalam melakukan rawat jalan bagi para pasiennya hari ini.
"Iya, Dokter Lexi tadi itu yang terakhir," balasnya.
"Akhirnya…" Lexi menghela napas serta meluruskan seluruh badannya.
Total sudah empat jam sejak jam istirahat tadi siang dia duduk di balik meja itu, memeriksa keadaan setiap pasien yang datang kepadanya dengan keluhan dan memberikannya solusi terbaik sebagai perawatan. Agar penyakit para pasiennya tersebut dapat sembuh.
Lexi cukup beruntung karena setelah kembali dari daerah timur, dia dapat langsung bekerja di rumah sakit besar ibukota dan dapat membuka jadwal rawat jalannya sendiri. Namun, di balik keberuntungan tersebut Lexi juga harus merelakan waktunya lebih lama di rumah sakit.
Seperti sekarang, sudah jam lima sore dan dia baru menyelesaikan pasien terakhirnya. Meskipun hanya duduk dan mendengarkan setiap keluhan penyakit pasien, lalu memberikan mereka solusi perawatan terbaik.
Lexi tetap saja merasa lelah, punggungnya kaku karena dia harus bersikap tegap di depan para pasiennya dan tidak boleh terlihat malas. Lexi juga di tuntut harus menjadi orang yang sabar dan ramah kepada setiap orang, dalam profesinya etitude adalah hal yang paling utama.
Tidak boleh terlihat malas.
Lexi sudah sangat ingin menyandarkan punggungnya ke belakang kursi sejak setengah jam yang lalu. Tapi, dia menahannya dan tidak melakukan hal itu. Baru sekarang Lexi dapat merenggangkan tubuhnya dan membuat setiap tubuhnya yang kaku dan pegal menjadi sedikit lemas.
"Dokter, kalau begitu saya akan merapikan meja di luar terlebih dahulu," ucap perawat yang membantu Lexi dalam rawat jalannya hari ini.
"Baiklah, silakan. Setelah ini saya akan segera pulang, terima kasih karena sudah membantu saya hari ini."
"Sama-sama Dokter, sudah menjadi tugas saya."
Melihat kepergian sang perawat, Lexi membuka ponsel nya yang tidak dia sentuh sejak siang. Terdapat banyak pesan yang masuk, seperti beberapa grup yang menjadikan Lexi sebagai anggota di sana dan beberapa pesan personal.
Kebanyakan dari mereka adalah rekan kerja Lexi, yang menanyakan apakah Lexi bertugas hari ini dan mengajaknya untuk makan bersama. Beberapa orang yang berada di departemen seperti Lexi, membuat makan bersama.
Lexi langsung menjawab mengiyakan dan akan datang ke acara makan malam tersebut. Dia tidak enak jika harus menolak, Lexi akan melihat keadaannya nanti seperti apa dulu. Jika dia merasa membosankan, Lexi dapat membuat alasan untuk tidak berlama-lama di sana dan segera pergi pulang.
Selain itu, pesan dari Ben juga menarik perhatian Lexi. Setelah percakapan mereka semalam, Ben tidak terlihat canggung sama sekali dan tetap bersikap seperti biasa kepada Lexi. Pria itu sangat pintar dalam menyembunyikan emosinya.
Hingga terkadang Lexi tidak dapat menebak seperti apa perasaan dan pikirannya. Karena Ben selalu memiliki raut wajah yang sama dalam suasana hati seperti apapun itu. Sejak kecil, Lexi bahkan tidak pernah mendapati Ben marah.
Menurutnya, Ben adalah pria atau bahkan mungkin manusia dengan sifat yang paling langka. Sekarang, coba di pikirkan saja bagaimana bisa seseorang tidak pernah memiliki sifat marah seperti Ben.
Mungkin Ben juga dapat marah, akan tetapi Lexi tidak pernah melihatnya meledak-ledak atau mengeluarkan kata-kata buruk dari mulutnya. Lelaki itu akan memilih untuk tetap diam dan tidak mengatakan hal apapun hingga dia merasa dirinya lebih baik.
Lalu setelah itu, jika perasaannya sudah lebih membaik Ben akan bersikap seperti biasa kembali.
"Dasar poker face, dia itu sebenarnya terbuat dari besi atau bagaimana. Seperti robot saja, aku yang tiba-tiba di ajak nikah saja masih merasa canggung. Eh ini dia malah bersikap seperti tidak terjadi apapun semalam."
Pesan yang Ben kirimkan adalah pertanyaan apakah Lexi akan makan malam di luar atau di rumah. Lexi sudah membalasnya dengan mengatakan jika dia akan makan di luar bersama dengan rekan kerjanya.
Tapi, Ben kembali membalasnya dengan kalimat jika dia akan datang ke apartemen Lexi dan membawa pizza. Apa maksud dari pria itu dengan mengatakan hal tersebut, dia mencoba mencegah Lexi untuk pergi ke acara makan malam. Atau memang Ben hanya ingin melakukannya saja tanpa ada niatan apapun.
Entahlah, Lexi sendiri tidak dapat berspekulasi dan dia tidak ingin berharap banyak. Meskipun dia akan lebih suka dengan hal yang pertama, karena dengan begitu artinya Ben tidak suka jika dirinya bertemu dan berinteraksi dengan pria lain selain dirinya.
Kebetulan di departemen Lexi bekerja, memang kebanyakan staf yang mereka miliki adalah pria. Mungkin jika di persentasekan akan menjadi 90 % pria dan 10 % wanita. Lexi adalah orang minoritas di departemennya.
Dia hanya memiliki beberapa teman wanita yang bekerja bersama dengannya, kedatangan Lexi sebelumnya ke departemen mereka juga sempat menjadi perbincangan hangat di rumah sakit. Karena saking jarangnya seorang wanita di departemen tersebut.
Hingga penambahan staf pekerja medis sepertinya, dapat membuat heboh satu rumah sakit dan Lexi menjadi pembicaraan di sana selama satu minggu. Dia cukup terkejut dengan antusiasme para staf medis kepadanya.
Karena hal seperti itu, Lexi tidak pernah mendapatkannya. Dia seperti di perlakukan istimewa dan Lexi senang dengan hal itu. Dia cukup senang memiliki tempat kerja yang bagus dan ramah seperti itu.
"Kira-kira apa maksud Ben mengatakan hal ini, ya. Apa aku tanyakan saja langsung. Toh, dia bersikap biasa saja jadi sepertinya aku tidak perlu berlebihan. Seperti aku sendiri yang merasa khawatir sedangkan Ben sendiri bersikap santai."
Lexi kemudian menyambungkan panggilan video kepada Ben, tidak membutuhkan waktu yang lama bagi pria itu untuk mengangkat panggilan dari Lexi. Hanya dalam hitungan detik, Lexi sudah mendapati wajah Ben yang memenuhi layarnya.
"Cepat sekali, kamu tidak sibuk," ucap Lexi tanpa kalimat menyapa sama sekali.
"Apanya yang cepat?" tanya Ben bingung.
"Telepon, kamu mengangkat panggilan aku dengan sangat cepat. Kamu sedang menunggu pesan balasan dariku?"
Ben terdiam sebentar, lalu menyangkal perkataan Lexi kepadanya tentang dirinya yang sedang menunggu balasan pesan darinya. Meskipun hal ini tidak salah juga, tapi Ben tidak ingin mengakuinya sekarang dan lebih memilih untuk menyangkal.
"Tidak, aku hanya sedikit santai sekarang dan sedang bermain game tadi. Jadi ada apa?" elaknya mengalihkan perhatian Lexi pada pertanyaannya sebelumnya.
"Oh, iya. Aku tidak tahu akan pulang dengan cepat atau tidak karena makan malam yang aku bilang tadi. Tapi jika kamu ingin datang dan menginap silakan saja."
"Kamu tidak akan berada di sana dalam waktu yang lama."
Lexi mengerutkan dahi, "Kenapa kamu mengatakan hal seperti itu."
"Karena kamu tidak akan tahan berada di sana dalam waktu yang lama."