Nyatanya seperti perkataan Ben kepada Lexi, jika dia tidak akan bertahan lama di tempat tersebut dan memilih untuk segera pulang. Lexi menyesali keputusannya untuk datang ke makan malam tersebut, seharusnya dia menuruti perkataan Ben saja dan tidak perlu datang.
Awalnya Lexi berniat untuk bersenang-senang dan mengenal lebih dekat para rekan kerjanya, karena bagaimanapun juga Lexi masih terhitung orang baru yang bekerja di rumah sakit tersebut. Sehingga dia belum mengenal baik setiap rekan kerjanya.
Tetapi, bahkan tanpa Lexi perlu lebih lama lagi di tempat di mana acara makan malam tersebut berlangsung. Baru setengah jam acara itu berlangsung, Lexi pamit mengundurkan diri untuk pulang terlebih dahulu karena dia mempunyai urusan mendadak yang harus segera dia tangani.
Lexi berbohong tentang itu, karena pada nyatanya dia memang tidak tahan untuk tinggal lebih lama di sana. Lexi memilih untuk segera pulang dan makan malam dengan pizza bersama dengan Ben, yang saat ini Lexi yakini sudah berada di dalam apartemennya.
Dia mengira jika acara makan malam bersama dengan para staf tersebut akan membuatnya lebih mengenal banyak orang. Ya, Lexi memang mengenal lebih banyak orang. Tetapi, tidak hanya itu saja dia bahkan menjadi tahu kepribadian masing-masing rekan kerjanya.
Kebanyakan dari mereka hanyalah penjilat dan bermuka dua, Lexi tidak tahan dengan setiap ucapan orang-orang itu yang sangat berlebihan dan terlalu di buat-buat. Mereka menggunakan lidah dan poker face dengan sangat baik, demi menyanjung para atasan. Yang mungkin dengan sikap mereka yang begitu dapat menarik perhatian para atasan dan posisi mereka di rumah sakit akan semakin kuat.
Lexi sangat benci mengatakan hal ini, tetapi dia benar-benar tidak suka dengan akting dan lidah setiap orang. Maka dari itu, Lexi memilih untuk pergi terlebih dahulu dari sana dan memberikan alasan yang masuk akal, dengan begitu mereka tidak akan mencurigai jika Lexi sebenarnya berbohong kepada mereka.
Sebenarnya, Lexi sendiri sangat tidak suka berbohong. Tetapi, untuk kali ini dia menurunkan sedikit ego nya untuk mengeluarkan kata-kata palsu dari mulutnya. Karena jika Lexi tidak begitu, bisa di pastikan dia akan muntah hanya dengan mendengar setiap kata-kata yang orang-orang itu ucapkan.
Lexi sama sekali tidak tertarik untuk bergabung bersama dengan mereka, dalam menjalankan aksi menjilat tersebut. Dan dia tidak habis pikir jika dalam dunia kerja, bahkan mereka sebagai tenaga medis saja masih harus melakukan hal seperti itu.
Tidak bisakah mereka cukup percaya diri dengan kemampuan yang mereka pegang masing-masing, untuk memperkokoh posisi mereka di rumah sakit dan memegang pekerjaan mereka dengan erat. Jika mereka dapat bekerja dengan baik maka usaha juga tidak akan pernah mengkhianati hasil.
Selama perjalanan pulang, Lexi dengan sengaja menyetel lagu dengan sangat keras di dalam mobil. Dengan begitu dia dapat membuat hatinya menjadi sedikit lebih baik dan mengeluarkan semua rasa kesalnya dengan bernyanyi di sepanjang jalan dengan suara keras, tanpa peduli dan khawatir akan ada yang memperhatikan atau merasa terganggu dengan tindakannya.
Setelah sampai di basement apartemen, Lexi menarik napas panjang dan penuh dengan kelegaan. Menyanyi di sepanjang jalan seperti tadi, membuat hatinya menjadi jauh lebih baik dan rasa kesal Lexi meluap bersama dengan suaranya tadi.
"Huft, bernyanyi memang yang terbaik," gumamnya kemudian keluar dari mobil dan berjalan menuju unitnya.
Lexi tahu jika Ben sudah berada di dalam apartemennya, sewaktu di basement tadi Lexi mendapati mobil Ben sudah terparkir rapi di sana. Tempat yang biasa pria itu gunakan untuk menaruh mobilnya ketika datang ke tempat Lexi.
Jadi Lexi dapat dengan mudah menebak apakah pria itu sudah datang atau tidak di sana. Dan benar saja, ketika Lexi melangkah masuk ke dalam unitnya dia mendapati sepatu Ben di depan pintu dan suara televisi yang menyala mengisi suara di dalam unitnya.
"Ben…" panggilnya seraya memanjangkan mata mencari keberadaan pria tersebut di dalam.
"Aku di dapur," serunya membalas panggilan Lexi.
Lexi melangkahkan kakinya ke dapur, dia melihat Ben masih dengan pakaian kerjanya. Meskipun jas yang digunakan nya sudah teronggok di sofa depan, Lexi mendapati Ben sedang mengeluarkan pizza dari dalam plastik.
Jika mencium dari aromanya, sepertinya pizza tersebut baru saja datang. "Kamu memesannya di sini atau membelinya selama perjalanan?" tanya Lexi mengambil tempat duduk di depan Ben.
Apartemen milik Lexi tidak memiliki meja makan sendiri, akan tetapi mereka menyatu dengan dapur. Gambarannya seperti bar saja, di mana meja dapur tersebut dapat di jadikan sekaligus untuk meja makan.
Ben mengambil tempat duduk di sebelah Lexi dan memotong bagian pizza pertamanya, lalu memberikannya kepada Lexi. "Terimakasih," ucap Lexi kemudian melahap pizza yang di berikan oleh Ben.
"Aku memesannya di sini saat aku sampai, aku terlalu malas membeli di tempat dan menunggu di sana. Lebih baik aku menunggu di sini saja," balas Ben menjawab pertanyaan Lexi sebelumnya.
Ben mengambil bagian pizza nya sendiri dan mulai makan juga bersama dengan Lexi. "Biar aku tebak, kamu pulang lebih awal karena tidak suka dengan acara makan malam itu bukan," lanjutnya.
Seketika Lexi langsung kembali mengubah wajahnya menjadi kesal, ketika dia mengingat kembali bagaimana perilaku setiap orang di sana. "Sepertinya di masa depan aku tidak akan pernah mengikuti acara seperti itu kembali."
"Kenapa."
"Mereka semua seperti ular, mengeluarkan kata-kata manis dan bersikap sangat baik kepada para atasan. Aku bahkan masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat tadi."
"Jadi kamu memilih untuk segera pulang."
Lexi menganggukkan kepalanya, "Aku tidak tahan dengan setiap akting dan mulut manis setiap orang, jadi dari pada aku meledak di sana dan mengeluarkan kata-kata tidak mengenakan. Maka lebih baik aku segera pulang dari sana."
Ben tertawa keras mendengar penjelasan Lexi, melihat Ben yang sangat puas dengan ceritanya wanita itu mendelik tajam ke arah Ben dan menunjukkan raut wajah tidak sukanya. "Kenapa kamu tertawa."
"Aku sudah mengatakan bukan sebelumnya kepadamu, untuk tidak datang ke sana. Kamu tidak perlu datang ke acara makan malam seperti itu. Aku sudah sangat berpengalaman dan hatam dengan orang-orang seperti itu. Kebanyakan dari mereka hanya bermuka dua dan memiliki mulut yang manis, seperti yang kamu katakan tadi."
Lexi mendengus, "Aku tahu itu, makanya setelah mengingat kata-katamu aku memilih untuk segera pulang."
"Lalu, apa alasan kamu saat pamit untuk pulang tadi?"
"Aku bilang jika aku memiliki keperluan di rumah yang harus segera di tangani, mereka membiarkan aku pulang dan tidak merasa curiga sama sekali. Beruntungnya, mereka sibuk merangkai kata-kata manis dan memasang topeng dengan baik. Sehingga aku tidak akan terlalu di pedulikan."