Chereads / Loucy Looking For Love / Chapter 18 - Menemukan Celah Baru

Chapter 18 - Menemukan Celah Baru

"Bagaimana?"

"Sudah. Arkan tengah memeriksa laptopku." Lusi membuang napas kasar dan duduk di samping Keke. "Semoga saja tidak ada masalah yang terlalu besar. Aku tidak ingin memulainya kembali."

"Kalau memang barangmu itu perlu diperbaiki dan membutuhkan waktu cukup lama, aku akan menghubungi Mas Arman dan memberitahu kendala ini. Bagaimana?"

Lusi mengangguk pelan. "Jika Arkan kesulitan, kita harus membawanya ke tempat yang lebih ahli. Semoga saja Mas Arman bisa mengerti."

"Seharusnya dia mengerti, Lusi. Karena semua ini musibah, bukan hal yang disengaja."

Lusi tidak kembali menggubris. Saat ini pikirannya tengah kembali ke dalam rumah Arkan. Pasalnya, di dalam sana ia melihat sesuatu yang mencurigakan. Itu seperti buku Cinta Yang Hilang.

Tapi Lusi tidak yakin. Karena yang terlihat hanyalah pinggiran buku dan itu pun dari jarak yang lumayan jauh.

"Keke, apa menurutmu Arkan memiliki hobi membaca novel?"

"Hmm... sepertinya tidak. Pria itu terlihat sangat cerdas. Dia pasti hanya sibuk bergelut dengan deretan angka dan rumus-rumus kimia. Kalau pun ia senang membaca, pasti yang dibaca adalah buku-buku pengetahuan."

Keke benar. Tidak mungkin pria pemikir seperti Arkan akan membaca bukunya yang terbilang melow. Buku itu hanya cocok untuk para lelaki dan gadis yang tengah patah hati, bukan pria tegas dan dingin seperti Arkan. Bahkan sampai saat ini Lusi masih meragukan seksualitas Arkan. Maksudnya, apa pria itu benar-benar tertarik dengan wanita, atau....

Sudahlah. Lusi tidak ingin memikirkan banyak hal tentang Arkan. Ia kembali ke rumah karena ingin mengambil beberapa makanan dan minuman untuk pria itu. Bagaimana pun juga, Arkan pasti sangat bekerja keras untuk memperbaiki barangnya.

"Keke, menurutmu aku harus memberi imbalan apa pada Arkan?" tanya Lusi sembari menaik turunkan layar ponselnya.

"Kau ingin memberinya makanan cepat saji?"

Lusi mengangguk cepat. "Hanya itu yang bisa aku lakukan. Jika aku memasak sendiri, pasti rasanya akan aneh. Aku tidak ingin membunuh tetanggaku sendiri."

Keke nampak berpikir sambil mengusap dagunya pelan. "Bagaimana kalau pizza dengan ukuran besar?"

"Kau yakin? Apa dia bisa menghabiskan semua itu?"

"Kalau Arkan mungkin tidak bisa, tapi aku pasti bisa!"

Lusi mendengkus kesal. Ia pikir Keke akan membantunya dengan tulus, tapi wanita itu hanya membual dan mengatasnamakan Arkan sebagai korban.

"Oke, satu pizza dengan ukuran sedang untuk Arkan dan satu pizza berukuran jumbo untuk kita berdua."

"Yeay!" Keke berseru seperti anak kecil berusia lima tahun.

"Aku akan membuat jus buah untuk Arkan. Kau tunggu di sini dengan baik."

Keke mengangguk patuh. Lusi memang sangat baik dan selalu berbagi tentang apa pun itu dengannya. Wanita itu tidak pernah memedulikan berapa biaya yang keluar, yang ia pikirkan hanyalah agar dapat makan bersama dan menikmati semuanya sama-sama.

Lusi mengambil satu buah jeruk berwarna oranye pekat dari dalam kulkas. Ia akan membuat jus jeruk untuk Arkan, ditambah dengan sekotak pizza sebagai ungkapan rasa terima kasihnya.

Suara bel di rumah mereka berbunyi. Lusi sempat mengalihkan pandangan, namun Keke segera berlari ke arah pintu. Sudah pasti yang datang adalah kurir pengantar makanan.

Sesuai dugaan. Keke kembali diiringi dengan senyuman lebar sembari membawa kantung plastik berukuran besar.

"Hmm... wanginya sangat nikmat sekali," ucap Keke tak tahu malu.

"Pisahkan dulu, Keke. Setelah jus ini selesai, aku akan membawanya ke tempat Arkan."

***

Arkan masih mengotak-atik laptop milik Lusi. Meskipun ia mengambil jurusan sastra, tapi pria itu cukup mengerti dengan perbaikan seperti ini. Apalagi ia pernah belajar elektro beberapa tahun yang lalu.

"Sepertinya sebentar lagi akan selesai," gumam Arkan pelan.

Ia menyunggingkan senyum kecil, tatkala menekan tombol power dan layar laptop tersebut menyala.

"Huh, rupanya kedua tanganku ini sangat berbakat."

Untuk memastikan tidak ada file yang hilang, Arkan membuka isi laptop tersebut dan memeriksa beberapa dokumen.

Wajah pria itu berubah kaget, ketika melihat sebuah file dengan judul Para Pencari Cinta. Bahkan di bawahnya juga ada file berjudul Cinta Yang Hilang. Tidak, semua file tersebut adalah judul buku milik Loucy.

Pria itu membuka file Cinta Yang Hilang dan menelusurinya hingga akhir. Ia terduduk lemas, ketika mendapati sebuah kontrak kerja bersama Eco Publisher, di mana tempat itulah yang menerbitkan buku Cinta Yang Hilang.

Untuk lebih memastikan, Arkan membuka beberapa foto. "Aku harus memastikan, apa Lusi adalah Loucy?"

Belum sempat membuka folder foto, pintu rumahnya diketuk dari luar. Membuat Arkan gelagapan dan buru-buru mengembalikannya seperti semula.

"Sebentar!" teriak Arkan dari dalam. Pria itu segera berlari ke arah pintu.

"Maaf meninggalkanmu. Aku baru saja membuatkanmu jus, apa kau suka?"

Alih-alih menjawab, Arkan justru terdiam sambil menatap Lusi di ambang pintu. Pria itu seperti orang yang hilang kesadaran.

Padahal seingat Lusi, Arkan masih baik-baik saja saat ia tinggalkan.

"Arkan, kau melamun?"

"Em, tidak. Ayo masuk. Laptopmu sudah kembali normal."

Lusi tersenyum sumringah. Ia menerobos tubuh Arkan dan meletakkan barang bawaannya di atas meja.

"Wah... bahkan tidak memerlukan waktu berjam-jam, kau bisa mengembalikannya!"

Arkan tersenyum dan berdiri di samping Lusi. Pria itu menatap wajah Lusi dari samping dengan perasaan senang. Tidak disangka, ternyata wanita yang ada di sampingnya itu adalah kekasih yang selama ini berada dalam imajinasinya.

"Arkan, berapa aku harus membayarmu?" Lusi menoleh. Namun ia melihat Arkan yang tengah memandangnya lekat.

Wanita itu sedikit gugup. Apa yang terjadi pada Arkan? Mengapa ia tersenyum pada Lusi?

Lusi memalingkan wajah, karena tidak ingin ikut memandangi wajah Arkan terlalu lama. Itu semua sangat tidak sehat untuk kesehatan jantungnya.

"Kau tidak perlu memberiku bayaran. Bukankah kau telah membawakan jus buah, untukku?"

Lusi melirik kantung plastik di atas meja. Ia pikir Arkan tidak memperhatikan ucapannya tadi.

"Benar. Aku membawakanmu sekotak pizza dan jus jeruk buatanku." Lusi melarikan diri dari samping Arkan dan membuka pizza yang masih terbungkus rapi.

"Cobalah. Aku membuat jus ini dengan sepenuh hati."

"Baik. Aku tidak akan mencobanya lagi, tapi akan aku habiskan saat ini juga!"

Lusi tergelak di tempatnya. Ia merasa bahwa suasana hati Arkan sedang baik hari ini. Berbeda dengan Arkan yang ia temui tadi pagi.

"Aku ingin bertanya sesuatu padamu."

"Apa?" sahut Lusi, yang tengah memainkan kursor.

"Sebenarnya dokumen penting apa yang ada di dalam laptop itu? Sampai kau harus panik dan membawanya kemari."

Pergerakan tangan Lusi tehenti. Ia melirik Arkan dan wajahnya berubah gugup.

"Ahm... dokumen pekerjaan. Ya, dokumen pekerjaan," jawab Lusi gugup.

Arkan menganggukan kepala berkali-berkali. "Memangnya kau bekerja di mana?"

"Aku bekerja di salah satu perusahaan, sebagai asisten akuntan. Jadi, aku tidak ingin semua file keuangan di dalam sini hilang. Jika tidak, maka atasanku akan mengurangi gaji kami."

Arkan diam-diam tersenyum miring. Jelas-jelas ia tidak melihat data keuangan satu pun di dalam sana.

"Dasar gadis pembohong."