Bukan cukup di situ, setelah membunuh anak laki-laki itu Sakamoto menggila. Dia membantai seluruh orang yang ada di dalam ruangan kelas, tidak ada yang bisa lepas darinya.
Untuk beberapa saat ruangan itu diwarnai oleh teriakan histeris para murid. Kekuatan yang dimiliki Sakamoto telah mengurung mereka dalam kelas, tidak ada jalan untuk keluar, kecuali lompat dari luar jendela, namun kematian tentunya hanya menanti.
Ketakutan, tangisan, teriakan, dan rasa gelisah terlihat jelas di wajah mereka. Sakamoto tanpa belas kasih, memotong, menusuk, atau mencekik semua orang yang ada di sana. Jikalau dia mau, waktu itu dia bisa melecehkan seluruh perempuan yang ada di sana termasuk guru perempuan yang sedang mengajar. Rasa nafsu itu hilang, dikalahkan oleh kemarahan dan kebencian.
…
"Huh! Huh! Huh!"
Napas Sakamoto terengah-engah setelah menyelesaikan pembalasan dendamnya. Bercak darah memenuhi dinding kelas, begitu juga lantai yang dipenuhi oleh darah yang mengalir dengan segar.
Ruangan itu dipenuhi oleh bau amis darah yang menyebar di udara. Sakamoto tersenyum lebar.
"Hehahahahaha… akhirnya aku bisa membalaskan semua dendamku kepada mereka."
Mata yang melotot dari wajah orang-orang yang dibunuhnya, seakan masih memberikan tatapan sinis kepada dirinya.
Melihat wajah mereka, kemarahan dalam hati Sakamoto masih belum hilang, diwarnai oleh ingatan tentang semua kejadian selama ini semakin meningkatkan emosinya.
"Sial, kenapa aku sudah membunuh mereka tapi hatiku masih tidak puas!" Tangannya mengepal dengan kuat. "Uh?" Lalu dia terkejut dengan suara hembusan angin yang mengarahkan pandangan mata ke arah pintu kelas.
Terlihat sudah ada orang berjubah yang kemarin dia temui. Senyuman dingin terukir di wajah orang berjubah itu, meski hampir seluruh mukanya tertutup oleh bayangan gelap.
Sakamoto mulai mendekati orang berjubah itu. Dengan serius dia menatapnya.
"Sepertinya kau sudah bersenang-senang. Dengan pembalasan dendam yang telah kau lakukan."
"Ya, aku sudah puas. Aku siap untuk membayar yang telah kau berikan kepadaku ini." Tidak perlu banyak penjelasan hati Sakamoto sudah bersiap untuk ditukar dengan semua pembalasan yang sudah dia lakukan.
"Hehehe… sekarang tatapannya begitu serius. Jiwanya sudah mulai rusak! Bagus!" ucap orang berjubah itu di balik tawa kecil yang dia lakukan. "Kalau begitu sudah waktunya untuk aku mengambil bayaran, sesuai perjanjian kita. Kehidupanmu akan berakhir di sini, dan kau setelah ini tidak akan bisa lagi melihat dunia yang telah menyiksa kehidupanmu."
"Ya, aku sudah siap itu. Sejak aku menerima kekuatan besar ini, aku sudah bersiap untuk meninggalkan apa yang aku punya." Tatapan serius sorotan mata seseorang yang sudah teguh akan ketetapan hati.
"Hehehe… baiklah!" Lalu orang berjubah itu mengarahkan telapak tangannya, ke dahi Sakamoto.
Begitu dahi Sakamoto merasakan sentuhan halus, tubuhnya perlahan mulai jatuh.
Sakamoto tersenyum lebar. "Huh… sudah waktunya aku pergi dari dunia yang menyebalkan ini. Semoga aku tidak pernah kembali melihatnya, selamat tinggal! Hehehe… siapa yang akan sedih jikalau aku mati, semua hal yang aku miliki tidak ada. Hidup tanpa apa-apa, memang seharusnya aku lepaskan saja!"
Itu merupakan serangkaian ucapan dari kalimat akhir Sakamoto sebelum tubuhnya akhirnya jatuh dan lemas.
…
Suasana menjadi hening, orang berjubah itu membuka hoodie miliknya tampak wajah menawan dengan bibir yang sangat tipis reta di keningnya terdapat sebuah kristal berwarna merah.
Senyuman manis ia berikan kepada Sakamoto yang sudah tidak bernyawa. "Tidurlah dengan tenang, nanti kau akan menghadapi situasi seperti ini lagi. Benar ini hanya sebuah permulaan, di masa depan kau akan memainkan peran penting, dan peran itu harus bisa kau mainkan dengan baik, untuk mengubah dunia menjadi lebih baik."
***
Sebuah kematian akan segera memberikan kehidupan baru. Tidak ada yang bisa tahu, kapan dan di mana kita akan berakhir menjalani hidup ini.
Pemuda itu sudah memulai melangkah ke dunia berbeda yang belum pernah dia lihat. Semuanya akan berbeda? Tidak akan ada yang tahu, takdir telah memberikan peran masing-masing kepada setiap makhluk.
Makhluk itu harus memainkan perannya dengan baik, tanpa harus mengeluh. Dan peran itu suatu saat akan berakhir.
"Huah?" Matanya terbuka lebar, segera dia bangun dari tempatnya pingsan.
Di sekelilingnya, terdapat dinding berukiran aneh. Seorang anak laki-laki berumur 15 tahun, terbangun dari tidurnya yang berada di dalam ruangan sangat asing.
"Aduh!"
Ternyata tidak hanya dia yang ada di sana, ada 4 orang anak lainnya yang juga terbangun di tempat yang sama.
"Di-Di mana kita?" tanya seorang anak laki-laki berbadan tinggi, yang bernama Tatsuma.
Tidak beberapa lama, muncul sekumpulan orang memakai jubah berwarna putih.
"Haah… ini adalah mereka!"
Orang-orang berjubah itu menatap mereka, dengan tatapan bahagia. Ada lima orang anak yang bangun di dalam sebuah ruangan, altar pemanggilan.
Mereka berlima lalu dibawa ke suatu ruangan, ruangan itu sudah ada seorang raja yang menatap mereka.
Orang-orang di sana begitu terkejut melihat kelima anak itu, bagaikan melihat mimpi yang menjadi kenyataan.
"Uh? Kenapa ada lima orang anak?" tanya dalam hati sang raja. "Selamat datang di kerajaan Scaevola. Aku adalah raja di kerajaan ini, namaku Aaron Orcaganam."
Kelima anak itu terdiam melihat sosok raja yang terlihat sangat bijaksana, dia memandang seluruh anak dengan serius.
"Kalian adalah kelima anak yang akan diutus untuk memberikan kebebasan dunia. Maka dari itu, kalian akan diberikan perlengkapan dan pelajaran cara untuk menggunakan senjata dan sihir."
Setelah ucapan itu, mereka dituntun ke dalam kamar.
…
Suasana di dalam kamar, menjadi hening, kelima anak itu saling menatap heran. Mereka tidak mengerti apa yang terjadi, tentu saja itu wajar, umur mereka belum 20 tahun yang seharusnya paham situasi. Lima orang anak yang terdiri dari laki-laki semua.
"Hey siapa nama kalian? Namaku Adred!" Pembicaraan diawali oleh seorang anak laki-laki berambut pirang, dia begitu percaya diri memperkalikan dirinya.
"Hooh… namaku Amiru. Aku tidak mengerti apa yang terjadi, tapi kalau ini adalah sebuah kompetisi aku tidak akan kalah darimu."
Anak laki-laki yang badannya lebih besar daripada yang lainnya, juga telah memperkenalkan dirinya.
"Namaku Haru, salam kenal!"
Anak laki-laki nomor tiga memperkenalkan dirinya, jauh lebih sopan, bahkan dirinya menundukkan kepalanya untuk memperkenalkan diri.
"Namaku Zuru! Aku tidak mengenal kalian, jadi jangan berharap lebih untuk akrab denganku!"
Yang ini sifatnya, sangat dingin. Tatapan matanya sangat dalam hingga mampu memberikan intimidasi siapa saja saat melihatnya.
Lalu tinggal anak laki-laki nomor lima. Anak itu kebingungan untuk memperkenalkan dirinya.
"Ada apa?" tanya Amiru.
"Tidak, dari mana kalian memiliki nama? Aku tidak tahu siapa namaku!"
Ucapan itu langsung mengejutkan empat anak lainnya. Pengakuan itu adalah ungkapan yang sebenarnya tanpa ada kebohongan.
__To Be Continued__