Sepertinya nona Yang terjebak dalam situasi genting dengan seorang duda tua yang genit. Namun, untuk mempertahankan harga diri seorang wanita, ia pun segera memundurkan langkah, menjauhi tempat tidur.
Tempat tidur yang dikelilingi kelambu tipis itu pun terurai lurus. Si pria itu menutupinya karena tak ingin lebih jauh mengejar sosok Yang itu sendiri.
Tabib muda dan cantik menampakkan raut cemasnya ketika berpapasan dengan pria genit. Si pelayan akhirnya memasuki ruangan, dimana Wu Yang memperlihatkan kecemasan di garis tengah kening. Terlihat jelas keringat mulai bercucuran pelan.
"Nona, kau baik-baik saja?" tanya si pelayan khawatir.
"Hah?!"
Wu Yang tertegun dengan mulut yang terbuka lebar.
Wu Yang merundukkan pandangan lalu meraih kantong yang sudah terbungkus kain. Dengan tergesa-gesa, ia kembali membalikkan badan sambil membungkuk hormat.
"Tolong berikan tuan obat secara rutin tiga kali sehari! Aku akan kembali jika tuan belum pulih," pamit Wu Yang dengan raut gelisahnya.
"O, baik, Nona! Terima kasih," sahut si pelayan membalas bungkukannya.
Wu Yang segera meninggalkan ruang kamar yang sudah membuatnya merasa kurang nyaman. Sementara langkahnya mulai melewati halaman rumah yang luas tersebut. Kedua tangannya meraih gagang pintu hingga membukanya secara lebar.
Dengan tergesa-gesa, Wu Yang melangkahkan kaki dengan cepat hingga terpental jauh melayang.
Tiba-tiba yang terjadi.
Brak!
Wu Yang menabrak dan menjatuhkan tubuh seorang pria tampan. Sontak, tubuh Wu Yang terayun cepat menuju badan si pria tersebut. Bertumpuk persis dengan kejadian yang pernah menimpa teman kecil sepuluh tahun yang lalu.
Seorang pria sedang memegangi pedang terpelangah melihat tuannya tersungkur ke atas tanah dengan seorang wanita.
Kedua tatapan mata saling lurus dan menyorot tanpa satu kedipan. Akan tetapi, situasi yang kurang nyaman sedikit mengganggu segala pikirannya.
"Hagh!"
Wu Yang mencoba membangkitkan diri dari hal yang memalukan.
Pria yang memegangi pedang akhirnya membantu tuannya untuk bangkit dari atas permukaan tanah. Namun yang terjadi.
"Hah! Maafkan aku, Tuan," ucap Wu Yang malu-malu sambil membungkukkan badan.
Sembari meraih bakul yang terjatuh, dia segera melarikan diri dengan membawa malu lagi tak sopannya.
"Hei!!" seru dari si pria sebagai pengawal tersebut.
Tapi, tangan pria tampan itu menghentikan langkah si pengawal untuk bertindak.
"Biarkan saja! Mungkin, dia sedang terburu-buru," tutur si pria tampan menggunakan pakaian formal bangsawan (Teksedo).
Di ujung pergelangan tangannya diikat dengan kain berwarna putih merah muda dengan ukiran burung pipit di dahan pohon bunga sakura kecil.
"Ayo, kita masuk dan menjenguk tuan Zhan Ai," putus si pria tampan itu.
Di ujung penglihatan, Wu Yang merasa bergetar yang berbeda di sepanjang jalannya ketika menabrak dan menjatuhkan tubuh pria tersebut. Wu Yang terus mengelus dadanya di sepanjang jalanan.
"Aduh! Ada apa dengan hari ini?"
Dia terus menggeleng-geleng.
"Harus memeriksa pria genit, pulang harus tertabrak orang lain lalu jatuh menghempaskan tubuhnya."
Tiba-tiba langkah terhenti ketika ia melihat tatapan bola mata yang indah tersebut.
"Hah??"
Wu Yang membelalakkan matanya lalu membalikkan tubuhnya, menatap jalan yang masih searah dengan rumah si tuan tadi.
"Aku seperti pernah melihat dua bola mata itu. Tapi, di mana?" keluhnya berpikir.
Dia membalikkan badannya kembali untuk meyakinkan orang tersebut. Namun, keraguan yang menjadi penghalang untuk kembali atau malah berbalik arah.
Wu Yang terus berjalan berbolak-balik di setiap jalan yang dilalui orang-orang. Akhirnya dengan keputusan hati yang mantap. Ia pun kembali untuk melihat lebih jelas pria tadi.
Tibalah dia tepat di depan gerbang rumah si tuan genit. Wu Yang merasa ragu-ragu untuk memasukinya kembali. Matanya mulai menyelinap ke seluruh pagar yang meninggi tersebut.
"Aku harus melihat siapa pria tadi. Tapi, dia tidak mungkin si anak ramah dulu," ujarnya mulai ragu-ragu.
Kepalanya merunduk lesu sembari mengais tanah dengan melukis bersama telapak sepatu usangnya. Ide pun datang!
Wu Yang mendelik dua bola mata melebar.
Dia mulai menaiki batu yang terlihat di sebelah pagar rumah. Menaikinya lalu mulai mengintip apa yang terjadi di rumah si tuan genit.
Matanya memperhatikan ke seluruh ruangan halaman yang tampak begitu sepi.
"Tidak ada?" keluhnya berkeliling.
Kreek!
Pintu gerbang terbuka.
"Nona," sapa dari seorang pria.
Tepat di bawah dirinya berdiri dengan sangat tinggi. Sontak, Wu Yang tertegun ketika sudah tertangkap basah mengintip dari balik pagar. Kepalanya menoleh cepat untuk melihat pria itu.
"Haaa!!" sergah Wu Yang akhirnya melihat dengan jelas pria tersebut.
Pria tampan itu lagi, tetapi dirinya terjatuh ke dalam pangkuan si pria tampan.
"Hah?!"
Wu Yang masuk dalam tangkapan pria tersebut. Pancaran dua bola mata yang indah itu terpampang jelas di depan penglihatannya.
"Kau??" tunjuk Wu Yang.
Pria tampan itu masih mendekap tubuhnya. Tanpa suara, sapaan bahkan sahutan apa pun.
"Tuan," sapa dari pengawalnya.
Wu Yang kembali didirikan oleh pria itu. Hanya melirik dan terdiam di hadapannya. Wu Yang merundukkan pandangan lalu membalikkan badan. Namun berhenti sesaat.
"Sebaiknya seorang wanita jangan terlalu sering memanjat. Jika kau terluka, orang tuamu pasti mengkhawatirkannya," tutur si pria itu.
Namun, mata Wu Yang tidak melihat apa yang terikat pada pergelangan tangannya. Pria itu pun pergi begitu saja.
Wu Yang dibutakan oleh tatapan yang sangat indah. Wajahnya hanya termangu diam melihat kepergian tuan tampan bersama si pengawal pribadinya.
"Hah? Apa-apaan aku ini?" gerutunya membuyarkan lamunan. Kedua tangannya memukul pelan kedua pipi.
Wu Yang akhirnya melangkah ke arah jalan pulang. Maju berjalan sembari merundukkan pandangan lesu.
Namun, di balik punggungnya yang tak terlihat. Pria tampan itu berhenti sambil memperhatikan Wu Yang yang sudah semakin menjauh.
"Jing Mi, cari tahu siapa wanita itu!" perintahnya dengan raut datar.
Si pengawal itu merundukkan pandangan, "Baik, Tuan!" sahutnya tegas.
***
Kembali pada rumah beratap genteng. Wu Yang akhirnya bertemu dengan beberapa rekan yang ada di depan rumah panjang. Shan Mi menghampiri si nona Wu Yang yang baru saja kembali. Wanita subur itu terbilang cantik di masanya. Kebanyakan di dinasti Tang itu sendiri lebih menyukai wanita subur, dan diberikan kehormatan sebagai wanita cantik.
"Nona, ada apa dengan wajahmu itu?" keluh Shan Mi.
Wu Yang ternyata memiliki nama yang berbeda, ketika menatap wajah Shan Mi berarti ia adalah Huang Zhi Yang. Meliriknya dengan raut gelisah.
"Bibi, aku tidak ingin mengunjungi pria genit itu lagi. Sebaiknya kita ganti posisi," keluh Zhi Yang menggerutu.
"Maafkan aku, Nona. Besok aku akan menyuruh Dai Ang untuk ke sana," usul Shan Mi.
Zhi Yang kembali menduduki lantai depan rumah mereka. Dengan raut sendu lagi memilukan, terlihat jelas kalau ia benar-benar lelah menjalaninya.
"Hmmm, hari ini sangat mengejutkan bagiku!" keluh Zhi Yang.
"Kenapa nona?" tanya Shan Mi mengambil posisi berada di sampingnya.
"Aku melihat mata yang sama," ungkap Zhi Yang melurus.
Setelah baca wajib taruh ke dalam rak!
Direview juga dong ceritanya biar seru-seruan gitu!
Jangan lupa ikuti IG :@rossy_stories.
Nantikan bab selanjutnya yang banyak kejutan. Terima kasih.