Saat pagi, Adriana menyiapkan sarapan untuk Mark yang masih tidur. Kali ini dia memasak makanan favorit suaminya, yaitu Pot Roast, yang merupakan makanan khas Amerika. Dibuat dari daging sapi yang dimasak dengan banyak saus dan bumbu khusus, sedikit berkuah sehingga teksturnya lembut.
Di dapur mewah bernuansa putih keemasan dengan perabotan modern dengan dinding yang didominasi warna perak, Adriana tidak sendiri, melainkan bersama ibu mertuanya, Margareth.
Meski di rumah mewah itu ada beberapa asisten rumah tangga, Adriana dan Margareth lebih suka memasak sendiri karena begitulah selera mereka berbeda-beda.
meski berada di dapur yang sama, mereka tidak berbicara satu sama lain ataupun saling menyapa. Hal itu karena Margareth tidak menyukai Adriana sebagai menantu.
Adriana mencoba tersenyum ramah ketika secara tidak sengaja matanya bertemu dengan mata sang mertua. Namun, mertuanya itu memilih untuk berpaling daripada tersenyum kembali padanya.
"Mau masak apa, Ma?" Adriana bertanya karena jengah dengan suasana yang hening.
Bukannya menjawab, Margareth malah menatapnya dengan sinis dan bertanya, "Apa kamu tidak melihat apa yang aku masak?"
Adriana menghela napas, respons Margareth selalu tidak ramah. Sebagai menantu perempuan, dia merasa semakin tidak ada artinya di mata ibu mertuanya. Namun, dia berusaha untuk tetap sabar karena itu risiko tinggal bersama suami yang serumah dengan orangtua. Apapun sikap mertuanya, dia akan menerima dengan lapang dada.
"Hem... itu juga makanan kesukaan Mark." Adriana kembali menyiapkan bahan-bahan untuk dimasak nanti.
"Dia akan lebih menyukai apa yang kumasak daripad masakanmu." Margareth melirik Adriana yang sedang mencuci daging sapi. Pandangan itu merupakan tanda kebencian karena dia tidak pernah menerima Adriana sebagai menantu. Alasannya sederhana, hanya karena menantunya itu berasal dari keluarga biasa dan sederhana.
"Lebih baik lihat anakmu sudah bangun atau masih tidur, atau dia akan jatuh dari tempat tidur lagi dan menangis. Aku tidak ingin mendengar tangisannya pagi ini." serunya sambil mengaduk sup ayam yang sedang dimasak olehnya.
Adriana menghela nafas kasar sambil melirik Margareth. Dia mengerti bahwa mertuanya bermaksud mengusirnya dari dapur.
"Sabar."
Setidaknya, itulah satu-satunya kata yang selalu terlintas di benak Adriana saat menghadapi Margareth yang selalu bersikap buruk padanya.
Adriana segera meninggalkan dapur dan berjalan menuju kamarnya hingga tidak sengaja berpapasan dengan Byanca, adik Mark. Gadis yang masih mengenakan piyama itu hanya menatapnya sinis dan pergi begitu saja.
Adriana berusaha mengabaikan sikap Byanca yang juga tidak menyukainya sama seperti Margareth. Sabar adalah hal yang selalu dia lakukan karena baginya itu adalah resikonya tinggal di rumah mertua meski sesekali dia merasa ingin pergi begitu saja.
Setibanya di lantai atas, Adriana membuka pintu kamarnya dan melihat pemandangan yang tidak biasa. Dia melihat Evan masih tidur sambil memeluk Mark, membuatnya merasa lega melihat dua pria yang dia cintai tidur bersama. Jarang sekali dia melihat ayah dan anak itu bersama, karena sang ayah selalu sibuk dengan urusan kantor.
Alih-alih ingin mengabadikan momen itu, Adriana merogoh saku dress nya, untuk mengambil ponselnya. Dia segera memotret Mark dan Evan hingga beberapa kali.
"Momen langka," ucapnya dengan tersenyum, kemudian menyimpan ponselnya kembali.
Adriana memilih untuk kembali ke dapur. Namun saat sudah tiba di dapur, ternyata Margareth sudah selesai memasak. Dia pun segera mulai memasak Pot Roast favorit Mark, sebelum acara sarapan bersama dimulai...
"Wow... Pot Roast! kupikir... sarapan kali ini akan sangat nikmat!" Seorang pria tiba-tiba datang dan berada di samping Adriana. Dia adalah Dave adik laki-laki Mark yang kebetulan melihat sang kakak ipar memasak makanan yang juga disukainya. Usia Dave tidak jauh dari kakaknya. Saat ini, dia berusia 25 tahun.
"Dave... sejak kapan kau di sini?" tanya Adriana yang sedikit terkejut dengan kehadiran Dave.
"Baru saja," jawab Dave. "Aku bangun dan merasa lapar, Adriana. dan ternyata kamu memasak makanan favoritku, kamu pasti masak ini khusus utnukku, kan?" lanjutnya.
"Haha... jangan terlalu percaya diri! Aku memasak ini untuk suamiku." Adriana terkekeh sambil melirik Dave. Hanya adik iparnya itulah selalu mengajaknya bercanda ketika anggota keluarga lain mengabaikannya dan ingin menyingkirkannya dari rumah itu.
Dave terkekeh, sesekali melirik Adriana yang diam-diam mulai menarik perhatiannya. entah apa yang ada di pikiran pria itu, terkadang ia merasa kasihan pada Adriana. Namun, perlahan perasaan itu menjadi lebih dari sekedar kasihan.
"Tapi aku juga menyukainya. bukankah memasak untuk adik ipar itu tidak masalah?"
Adriana mengangguk sambil terkekeh, membenarkan perkataan Dave. "Kamu boleh memakan ini, tapi setelah suamiku makan. Kalau sisa... berarti kamu beruntung."
"Oh, baiklah. Aku setuju." Dave menganggukkan kepalanya. "Eh... di mana Evan. Apa dia masih tidur?"
Dave sangat sayang pada Evan, bahkan selalu perhatian,mengajaknya bermain, dan memanjakannya. Itu berbeda dengan Byanca dan Margareth yang sangat ketus pada bocah itu.
"Ya. Dia masih tidur karena ini masih sangat pagi. Kenapa kamu bangun pagi-pagi sekali, ini sungguh tidak biasa?" Adriana bertanya sambil fokus dengan daging sapi yang sedang dimasaknya. .
"Aku mencium aroma Pot Roast, jadi aku bangun," jawab Dave dengan nada dibuat-buat. entah kenapa dia selalu ingin menggoda Adriana.
"Hmm... lebih baik kamu pergi atau. Aku akan selesai lambat. Cepat dan pergi!" Adriana mendorong Dave keluar dari dapur. Dia harus mengusir pria itu, atau akan terus mengajaknya bercanda.
___
Di dalam kamar, ternyata Evan bangun dan menangis mencari Adriana. Tangisannya mengganggu tidur aktivitas Mark dan tentu saja langsung terbangun. Pria itu berusaha menenangkannya, namun anak itu masih menangis hingga akhirnya dia memutuskan untuk menggendongnya keluar kamar.
"Adriana... Adriana!" teriak Mark sambil mencari istrinya di ruang tamu, namun yang dia temukan hanyalah Byanca yang sedang nonton TV.
"Kenapa kamu berteriak? Kenapa kamu selalu menangis di pagi hari?" Byanca kesal pada kakak dan keponakannya.
"Apakah kamu tahu di mana Adriana berada?" tanya Mark kesal.
"Kurasa dia ada di dapur," jawab Byanca tanpa menoleh.
Mark segera berjalan ke dapur dengan Evan masih dalam gendongannya.
"Masih lama untuk menyelesaikannya? Lihat, Evan menangis mencarimu!" Mark mendekati Adriana dan menunjukkan putra mereka yang sedang menangis.
"Sebentar lagi selesai," jawab Adriana, lalu menoleh ke arah Evan. "Sabar, Nak. Mama akan membuatkan susu untukmu."
Adriana segera meletakkan Pot Roast yang sudah dimasak ke dalam piring cantik berwarna putih berbentuk kotak, lalu membawanya ke meja makan. Setelah itu, dia segera mencuci tangan lalu membuat susu untuk Evan.
Mark hanya terdiam melihat istrinya bergerak cepat demi Evan. Dia terlihat sangat lesu, sesekali melirik putranya yang sudah membuatnya gagal lanjut tidur.
Setelah selesai membuat susu, Adriana langsung meraih Evan dari Mark.
"Ayo minum susu dulu, jangan menangis lagi, oke!" serunya.
Evan mengangguk dan berhenti menangis.
Adriana segera menyerahkan segelas susu untuk diminum putranya itu.Dengan sabar dia menunggu putranya yang meminum susunya sedikit demi sedikit sampai habis.
Melihat Evan sudah tenang, Mark berniat kembali ke kamar. "Aku mau mandi dulu. siapkan semua kebutuhanku," serunya dengan tatapan datar, lalu segera meninggalkan dapur.
Adriana mengangguk patuh, lalu segera menitipkan Evan kepada Dave yang sedang menonton TV bersama Byanca, lalu segera pergi ke kamar.
___
Di dalam kamar, Adriana merapikan tempat tidur dan menyiapkan pakaian kerja untuk Mark. itulah rutinitasnya setiap hari sebagai ibu rumah tangga. Dia menjalani peran itu karena itu adalah kewajiban, meskipun ada rasa penyesalan menikah muda dengan kondisi keluarga suaminya yang tidak menerimanya.
"Hari ini aku akan pulang sedikit terlambat," kata Mark yang baru saja keluar dari kamar mandi bertelanjang dada, karena hanya mengenakan handuk setinggi pinggang. Pria itu berjalan mendekati istrinya yang sedang memilihkan pakaian untuknya.
"Kamu selalu pulang malam akhir-akhir ini, jarang ada waktu untuk aku dan Evan," sahut Adriana sambil menyerahkan pakaian pada Mark.
Mark terdiam sambil mengambil pakaian yang berupa setelan jas hitam. Diia menatap malas ke arah Adriana yang menunjukkan ekspresi sedih.
"Aku sibuk karena perusahaan sedang tidak stabil, tidak ada waktu untuk bersantai," jelas Mark sambil mengenakan pakaian.
"Hem... tapi anak kita juga butuh perhatianmu, kamu jarang mengajaknya bermain." Adriana menatap sedih ke arah Mark, berharap mengerti apa yang dia rasakan.
"Kamu tahu aku bekerja untukmu, jadi jangan terlalu banyak mengeluh!" kata Mark dengan nada tinggi.
"Aku bisa mendengarmu, tidak perlu berteriak seperti itu," sahut Adriana kesal.
Mark segera meninggalkan ruangan sambil menyugar rambutnya. Dia meninggalkan Adriana dalam keadaan tertekan. pria itu terlihat seperti sedang dalam masa bosan pada istrinya, atau mungkin ada hal lain yang membuatnya seperti itu?
Adriana menghela napas, menatap punggung Mark dengan kebencian. Dia hanya ingin mendapatkan perhatian yang layak. Namun, suaminya benar-benar tidak pengertian. Apa salahnya jika seorang istri menuntut perhatian untuk anaknya? setidaknya itu yang dia pikirkan.