Chapter 5 - Bertemu

Di rumah suaminya yang megah, Adriana sedang menemani Evan bermain. Terkadang dia merasa bosan dan ingin berkunjung ke rumah orang tuanya. Namun, dia takut Mark akan marah padanya karena suaminya itu juga tampak memandang rendah keluarganya.

Adriana berusaha tetap sabar, merasa ini semua adalah balasan dari Tuhan atas kesalahan dan dosanya karena dia telah menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Mark sampai dia hamil dan dipaksa menikah muda. Ya, nasi sudah jadi bubur, sekarang dia harus menerima konsekuensinya.

"Mama... aku mau itu!" ucap Evan sambil menunjuk Byanca yang sedang asyik nonton TV sambil makan kue kering berwarna cokelat yang juga ditaburi oleh coklat chips.

"Tunggu sebentar, Sayang. Mama akan minta sedikit untukmu," ucap Adriana, lalu langsung menghampiri Byanca yang menyambutnya dengan tatapan sinis.

Adriana menghela nafas melirik gestur Byanca yang sudah menunjukkan ketidaksukaan, lalu mencoba meminta kue itu, "bisakah aku minta sedikit, untuk Evan?"

"Beli sendiri kalau mau!" Byanca menjawab dengan ketus, lalu beranjak dari sofa, meninggalkan Adriana tanpa memberikan kue sedikitpun. Dasar orang kaya pelit!

Adriana terdiam sambil menatap adik iparnya yang pelit, lalu beralih melirik Evan yang terlihat kecewa karena tidak diberi kue. Dia pun kembali mendekati putranya itu, lalu duduk simpuh di hadapannya.

"Aku mau itu, Ma... aku mau kue!" Evan masih menginginkan kue milik bibinya yang pelit itu.Dia mendongak ke arah lantai atas, melihat bibirnya yang masuk kamar.

"Tunggu sebentar, mama akan cari di dapur," seru Adriana, kemudian berjalan ke dapur.

setibanya di dapur, Adriana membuka kulkas, berharap masih ada kue di dalamnya. Namun, tidak ada. Dia menutup kulkas lagi dan menemukan Evan, yang masih setia menunggu kue seperti milik bibinya.

"Kita beli saja ya? Tunggu sebentar di sini..mama ambil dompet di kamar," seru Adriana sambil berjalan melintas tangga menuju lantai atas.

___

Saat di kamar, Adriana menyisir rambutnya sebentar agar terlihat rapi, kemudian mengambil tas dan dompet beserta ponsel. Setelah itu, dia langsung keluar kamar dan membawa Evan ke toko kue dengan menaiki taksi.

___

Sesampainya di toko, Adriana langsung membeli kue seperti milik Byanca. Di dalam toko kue itu yang bernuansa putih itu, dia berjalan sambil menuntun putranya sambil memperhatikan jajaran kue yang ditata dengan rapi dan terlihat sangat menarik, menggiurkan untuk dimakan.

"Mbak, Saya mau beli satu kue ini," ucap Adriana setelah menemukan kue yang sama persis dengan kue Byanca.

"Baiklah, tunggu sebentar," seru penjaga toko kue yang merupakan seorang gadis cantik yang berusia sekitar 20 tahun, mengenakan celana jeans putih dipadu dengan atasan kemeja berwarna biru gelap.

Adriana mengajak Evan beralih ke tempat kasir bersamaan dengan penjaga toko kue yang sudah mengambil kue pilihannya.

"Tolong potong sedikit untuk anak saya, dia sudah lama menginginkan kue itu," pinta Adriana saat penjaga toko akan membungkus kue yang dibelinya.

"Oh baiklah, tunggu sebentar," jawab penjaga toko, lalu segera memotong kue menjadi ukuran kecil dan memberikannya kepada Adriana.

"Terima kasih," kata Adriana sambil tersenyum ramah.

Dia segera memberikan kue itu kepada Evan. "This is for you,"ucapnya sambil menunduk.

"Yeayyyy!" sahut Evan dengan antusias mengambil kue itu, lalu memakannya dengan santai.

Adriana tersenyum lega melihat anaknya senang karena keinginannya sudah tercapai, dia langsung membayar kue tadi.

Adriana berjalan keluar dari toko sambil menuntun Evan dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya menenteng paper bag berisi kue. Dia melihat ke seberang toko, ada sebuah minimarket.

'Susu untuk Evan sepertinya hampir habis, lebih baik aku beli lagi sekarang,' batinnya.

Adriana segera menggendong Evan, kemudian berjalan menyeberangi jalanan yang tidak terlalu ramai menuju minimarket. Dia terlihat agak kerepotan, sementara yang digendong tetap asik makan kue.

"Kamu sangat menyukainya," ucapnya sambil berjalan.

"Yummy," sahut Evan.

Adriana tersenyum simpul hingga tiba di minimarket. Dia segera menurunkan Evan Evan, dan menuntunnya masuk ke mini market yang bernuansa putih bersih itu.

Adriana mengambil beberapa kotak susu dan memasukkannya ke dalam keranjang belanja berwarna merah. Dia juga mengambil beberapa sabun mandi, parfum untuk dirinya dan suaminya. Sementara itu, Evan asyik makan kue sambil mengikutinya.

"Adriana," panggil seseorang dari belakang.

Adriana menoleh dan menatap orang itu, hingga senyum mengembang di bibirnya setelah melihat siapa yang menyapanya barusan.

"Zach, kamu di sini," kata Adriana sambil tersenyum heran, seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Ya, aku sedang membeli sesuatu," sahut Zach dengan tersenyum simpul, menatap Adriana dengan agak gugup. Pria itu merasa beruntung karena sudah memikirkan wanita itu sejak tadi, lalu sekarang tidak sengaja bertemu dengannya. Bukankah itu sebuah keberuntungan?

"Kamu juga belanja... dan siapa itu?" tanyanya sambil melihat belanjaan Adriana dan anak kecil yang sedang makan kue di belakangnya.

"Itu anakku, dan aku belanja susu untuknya," jawab Adriana sambil menoleh ke arah Evan yang kini sudah berdiri di sampingnya.

"Dia tampan dan menggemaskan, berapa usianya?" Zach bertanya, tersenyum dan membelai rambut tebal Evan.

"Dua tahun," jawab Adriana kemudian menatap sekeliling. "Dengan siapa kamu ke sini?" tanyanya.

"Aku sendirian," jawab Zach..

"Ohh."

"Di mana suamimu?" tanya Zach

"Dia bekerja," jawab Adriana.

"Apa kamu mau minum kopi denganku?" tanya Zach, berharap Adriana meluangkan waktu untuk sekedar mengobrol dengannya karena dia sangat merindukannya

"Aku harus segera pulang. Ini sudah hampir sore," jawab Adriana dengan ekspresi gelisah.

"Apa kamu tidak merindukanku? eh, maksudku… sudah lama kita tidak bertemu, aku ingin mengobrol denganmu sebentar." Zach berusaha menutupi perasaannya. Dia bersikap layaknya pengecut.

"Baiklah... tapi sebentar saja."

Adriana menuruti ajakan Zach. Dia segera berjalan ke kasir dan membayar belanjaan. begitu pula dengan Zach yang juga segera membayar belanjaannya. Setelah itu, mereka segera meninggalkan minimarket.

Adriana kembali menggendong Evan karena langkah anak itu sangat kecil, akan terlalu lama untuk menunggunya berjalan.

Zach melihat Adriana yang kerepotan membawa barang sambil menggendong Evan.

"Biarkan aku yang menggendongnya," serunya saat sudah di depan minimarket.

Adriana mengangguk setuju. "Sayang, lebih baik kamu bersama uncle Zach," serunya, menyerahkan Evan kepada Zach. Putranya itu tidak menolak atau melawan karena dia sangat penurut.

Zach membawa Evan ke mobil diikuti oleh Adriana. Dia segera membawa mereka ke sebuah kafe tidak jauh dari tempat itu.

____

Sesampainya di kafe bernuansa metalik dengan pencahayaan berwarna oranye, Zach memesan dua coffee latte untuknya dan Adriana, lalu satu dessert untuk Evan. Mereka duduk di kursi paling pojok, mengobrol bersama sambil mendengarkan alunan musik slow yang menggema di sana.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Zach sambil memperhatikan Adriana yang sedang menyuapkan dessert pada Evan.

"Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja dan nyaman dengan hidupku yang sekarang," kata Adriana berbohong,bkarena pada kenyataannya, hubungan rumah tangganya semakin hambar dan sikap mertuanya tidak membuatnya betah di rumah.

Zach tersenyum lega meski ada rasa sakit di hatinya saat mendengar Adriana mengatakan sudah nyaman dengan hidupnya. Dia merasa menyesal karena membiarkan wanita itu menikahi Mark karena dia sangat terluka setelah itu.

Rasa kagum juga muncul saat melihat Adriana yang kini menjelma menjadi ibu yang penyayang. Itu membuat Zach semakin tertarik, tetapi dia menyadari bahwa wanita ini telah menjadi istri seseorang.

'Mungkinkah ada kesempatan untuk memiliki?' batin Zach penuh harap.