Chereads / Love, Jerk, and Affair (Indonesia) / Chapter 6 - Dihina mertua

Chapter 6 - Dihina mertua

"Zach, aku harus pulang sekarang, kita sudah bicara selama satu jam," kata Adriana sambil melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 16:15 waktu Seattle.

"Biarkan aku mengantarmu, Adriana," seru Zach.

Adriana tersenyum tipis lalu bangkit dari tempat duduknya. "Tidak perlu, Zach, aku akan naik taksi saja," katanya.

Zach menghela nafas, menatap sendu pada Adriana, merasa seolah-olah tidak ingin berpisah. 'Dia adalah istri orang, kamu harus tahu dan berhenti mencoba untuk dekat lagi dengannya!' pikirnya mengingatkan dirinya sendiri.

"Oke, aku akan mengantarmu ke depan," kata Zach lalu beranjak dari kursi. Dia segera menggendong Evan.

Adriana berjalan sambil membawa tas kecil di tangan kanannya sementara tangan kirinya membawa kantong kertas berisi barang-barang yang dia beli sebelumnya, sementara Zach berjalan di belakangnya membawa Evan.

Terkadang, Evan melirik Zach dengan tatapan aneh, mungkin dia berpikir, 'siapa orang ini?'

Adriana berdiri di pinggir jalan bersama Zach dan Evan, menyaksikan kendaraan yang lewat, menunggu taksi.

"Adriana, biar aku antar kamu," seru Zach karena tak tega melihat Adriana dan Evan menunggu terlalu lama.

"Tidak, Zach, aku sudah pesan taksi online, dan dalam sepuluh menit akan datang," jawab Adriana sambil memegang ponselnya, mungkin dia sudah memesan taksi lewat aplikasi.

Hingga beberapa saat menunggu, akhirnya taksi yang dipesan oleh Adriana telah tiba. Adriana segera mengajak Evan untuk masuk ke dalam taksi dan membawa belanjaannya.

"Hati-hati," seru Zach, menatap Adriana melalui jendela mobil yang terbuka.

"Kamu juga," jawab Adriana sambil tersenyum.

Taksi yang membawa Adriana dan Evan mulai berjalan. Zach melambai pelan dengan perasaan kacau seolah-olah hatinya sedang kesakitan. 'Aku hanyalah seorang pengecut yang menderita karena sikapku sendiri!' batinnya kesal.

___

Saat di dalam taksi, Adriana tertegun mengingat pertemuannya dengan Zach yang baru saja terjadi. Lalu muncul memori-memori ingatannya tentang kenangan lama antara dirinya dengan pria itu, hingga tersenyum tipis.

'Dia masih sama seperti sebelumnya, penuh perhatian dan ramah. tapi kenapa dia belum menikah? Apa yang membuatnya tidak ingin menikah di usia dewasa seperti itu? Sayang sekali Jika sampai menjadi di bujangan tua.

Adriana penasaran. Ah, tapi dia mencoba untuk tetap tenang karena itu bukan masalahnya, karena dia sudah memiliki Mark.

___

Sesampainya di depan gerbang rumah Mark, Adriana segera turun dari taksi sambil menggendong Evan yang sudah tertidur. Dia lebih memilih naik taksi daripada diantar oleh Zach karena Margareth akan menemukan masalah atau memiliki pikiran buruk jika dia mengetahui bahwa menantunya dikawal oleh pria lain.

Dengan susah payah, Adriana berjalan menggendong Evan sambil membawa belanjaan ke dalam rumah. Dia disambut oleh Margareth ketika hendak memasuki kamar Evan yang berada di lantai dasar.

"Adriana."

"Ya, Ma." Adriana menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Margareth.

"Sebentar lagi, teman-temanku akan datang ke sini. Jangan tinggalkan ruangan! Aku tidak ingin mereka melihatmu di sini!" Margareth menatap sinis ke arah Adriana yang terlihat kesulitan menggendong Evan. Dia bahkan tidak ingin membantu menantunya itu. Ugh, sialan!

"Apa mereka melihat saya, Memangnya Kenapa?" tanya Adriana.

"Kamu perempuan rendahan dari keluarga biasa dan hanya tamatan SMA, sedangkan anak-anak teman-temanku semuanya sarjana, bahkan ada yang menjadi model," jawab Margareth dengan sinis.

Adriana bergeming di tempat, lagi-lagi Margareth menghinanya karena status keluarga dan pendidikannya. Dia hanya bisa menundukkan kepalanya tanpa memberikan tanggapan karena memang benar apa yang dikatakan mertuanya.

"Kamu juga tidak pantas menjadi istri anakku," kata Margareth, lalu langsung pergi meninggalkan Adriana.

Adriana berusaha menahan diri dan mencoba bersabar, menatap ibu mertuanya yang perlahan pergi dengan berlinang air mata. 'Dia bahkan tidak peduli dengan Evan,' pikirnya sambil melirik Evan yang tertidur di pelukannya.

Adriana segera masuk ke kamar dan menidurkan Evan di ranjang. Ibu muda itu memandangi bayinya yang sedang tidur nyenyak. Perlahan, bulir-bulir bening jatuh dari kelopak matanya, Wanita itu menangis, mengingat sikap mertua dan iparnya yang tidak pernah bersikap baik padanya, bahkan Mark tidak peduli lagi padanya.

"Aku semakin tidak berarti di sini. Mark semakin acuh, mama dan Byanca juga membenciku. Salahkah jika aku menyerah?" Adriana ber monolog untuk dirinya sendiri, merutuki nasibnya dan tangganya yang semakin tidak jelas, dan pertahanannya runtuh