"Kita mau kemana?"
Ya untuk sesaat, menghindar dari semua masalah ini adalah uang terbaik, apa itu pergi dengan cara seperti ini atau tidak, yang jelas Bumi ingin melepaskan diri dari belenggu ketakutan ini.
"Mau stay cation, gimana?" Ujar Bumi lembut.
"Boleh deh"
Karena sedari awal, tujuannya pergi pun adalah ingin menenangkan diri jadi ya stay cation mungkin tidak terlalu buruk.
"Gue udah bisa berdiri, tadi pagi gue cobain dan gak sakit"
"Oh ya? Syukur lah, semoga aja lo cepet bisa jalan kayak semula"
"Iya, gue capek banget di kursi roda"
"Kalau lo sembuh lo mau kemana?"
"Gak kemana-mana deh Mi, gue mau selesein skripsi gue"
Bumi mengangguk, Ayumi memang tidak terlalu menyukai dunia luar, tapi juga tidak menutup diri dari semuanya.
"Gue juga belum nemu, lo bantuin gue ya"
"Boleh Mi, emang kalau judul skripsi lo apa?"
"Ya belum tau kan masih nyari" ujarnya terkekeh.
Ayumi hanya memutar matanya malas, Bumi termasuk laki-laki yang suka menggampangkan sesuatu.
"Gue bantuin tapi lo yang lanjutin semua ya, awas aja lo gak bikin"
"Iya bawel deh cantiknya aku"
Ayumi hanya bersemu merah, jujur bercandaan Bumi saat ini membuatnya terbawa perasaan, hanya saja berharap lebih sepertinya hanya mustahil.
"Yuk buruan"
"Iya"
Sepanjang jalanpun tak hentinya mereka memutar musik kesukaan Ayumi, ya jujur Bumi tidak terlalu tertarik untuk melakukan apapun selain menyetir saat ini, karena memang dari awal dia hanya ingin menenangkan otaknya, mungkin setelah ini dia bisa berenang atau berendam air panas.
"Hp kamu bunyi tu" ucap Ayumi.
Ada nama wanita murahan di sana, dia lupa untuk meletakan gawai itu di dalam dashboard mobilnya.
"Biarin aja"
"Kenapa? Loh kok lo buat namanya itu sih" kening Ayumi berkerut pertanda bingung, memang siapa yang menghubungi Bumi dan siapa orang di balik nama wanita murahan itu.
"Ya, emang murahan dia, godain gue mulu"
"Oh"
Hanya itu respon yang Ayumi berikan karena ya dia tidak termasuk dari cewe-cewe kepo di luaran sana, karena menurutnya privasi orang itu adalah hal nomor satu dibandingkan dengan keinginan tauannya.
"Makan dulu yuk" ajak Bumi sembari memarkirkan kendaraannya.
"Boleh, makan dimana?"
"Itu, gak makan Asia sih tapi"
"Subway aja? Tu sebelahnya"
"Boleh"
🔺🔻🔺
Tasya menggenggam gawai nya erat, ya dia sedang ada di seberang subway tempat mobil Bumi berhenti bersama Agung, tapi itu tadi sekarang dia hanya sendirian.
Siapa gadis yang bersama Bumi, dan kenapa dia memakai kursi roda, atau itu yang beberapa waktu lalu Agung katakan padanya, wanita itu adalah korban yang Bumi tabrak.
Air matanya menetes kala dengan cerianya Bumi mendorong kursi roda itu, tawanya tak sekalipun lenyap dari bibirnya, bahkan Tasya tak pernah sekalipun menerima perlakuan baik dari Bumi seperti yang sedang dia lakukan sekarang.
Dia masih dengan tenang duduk di ujung kedai kopi itu, matanya mengarah ke seberang jalan, dia tidak mengindahkan perhatian semua orang terhadap wajahnya dan mungkin bagian kulitnya yang lain, toh ini tubuhnya, tak ada seorangpun berhak mencelanya kecuali Tuhan.
Gadis itu mencoba untuk kembali menghubungi Bumi, tak ada tanda-tanda laki-laki itu terusik dengan panggilan itu, ah dia tau pasti Bumi meninggalkan gawai nya di dalam mobil.
"Suka-suka lo deh Mi, asal lo gak minta cerai aja sama gue, gak masalah"
Tasya memutuskan untuk tidak menambah luka hatinya, ah ini yang dia katakan jika ada kerja kelompok keluar kota ternyata, dia masih di sini bahkan dengan seorang wanita.
Dia berdiri di pinggir jalan, berharap Bumi melihatnya, dia tak menyetop apapun taxi yang lewat membiarkan dirinya menjadi pusat perhatian banyak orang.
"Enak banget cantik gini, di liatin orang mulu, eh cantik apa cacat ni gue" batinnya menertawakan dirinya sendiri.
"Bodoh lo Sya"
Kata terakhir yang dia ucapkan sebelum memutuskan untuk berlari menjauh dari tempat itu.
🔺🔻🔺
Bumi menatap Ayumi jahil, entah itu saos sambal yang di letakan di pipi gadis itu atau hanya sekedar memencet botol minum yang sedang diminum oleh Ayumi, dan ya semua perlakuan konyol itu menghiasi pertemuan mereka.
Perasaan sesak yang Bumi rasakan sedikit demi sedikit mulai membaik, melihatnya tertawa membuat Bumi merasa memiliki kebahagiaannya lagi, karena dari awal dia hidup dengan beban yang besar di pundaknya.
"Kalau ada orang yang suka sama lo gimana Mi?"
Bumi meletakan makanannya dan memfokuskan diri kepada Ayumi, gadis yang sangat cantik dengan rambut cepol ini.
"Ya bagus lah karena gue masih laku" jawabnya jujur.
"Ya juga sih, cuma kalau ada ni orang suka sama lo, lo bakal tinggalin gue?"
"Gak lah Yum, lo udah gue anggap kebahagiaan lain buat hidup gue"
"Maksud lo?"
Jelas, Ayumi tak mengerti dengan maksud perkatan Bumi barusan, apa itu artinya Bumi mulai menyukainya.
"Lo ada suka sama seseorang Mi?"
"Ya suka sih, cuma gue gak mau terikat komitmen sih, ribet"
"Kenapa Mi?"
"Ya ribet aja, karena kemana-mana harus bilang, kemana-mana harus dipantau, ini itu kadang di larang, lucu aja sih hidup entah punya siapa malah yang berkuasa itu siapa." Jujurnya.
Ayumi mengangguk, ya walaupun sedikit dari harapannya hancur lebur, tapi dia sadar karena sedari awal juga Bumi pernah bilang kalau dia tidak tertarik untuk pacaran, alasan yang cukup masuk akal sih untuk setiap laki-laki yang tak ingin di atur juga tak ingin memiliki sebuah hubungan dengan seorang wanita.
"Trus lo gak mau punya pacar?"
"Ya kalau ada yang cocok ya kenapa gak, sekarang tu gue mau ama temen-temen dulu aja, tapi kalau ada jodohnya kenapa gak kan, gue gak mau jadi orang maruk juga sih"
"Maruk?"
Bumi terdiam, ya maksud maruk tu adalah dia yang sudah beristri masak iya mau punya pacar lagi.
"Iya, maruk sama jodoh orang, kan gue belum mau pacaran"
"O, lo gak mau jadi orang yang bertanggung jawab atas kebahagiaan orang lain ya?"
"Nah itu"
Ayumi mengangguk, ya jika mau berhubungan itu tandanya mau berkomitmen, sama-sama menjadi alasan untuk kebahagiaan satu sama lain, jika yang melakukan tugas itu hanya satu, bukan cinta namanya tapi egois.
"Lo kenapa gak pacaran aja? Kan juga dari awal kuliah banyak yang ngejar kata Keera"
"Ya gue mau yang orang Indo sih, gak mau bule kan gue udah bilang sama lo"
"Kenapa?"
"Gue gak suka bule aja, lagian hidup di sini beda banget sama kita yang di Indonesia, budayanya, makanannya, orang-orangnya, gue cuma gak mau lidah gue gak suka lagi sama semur jengkol"
"Dih dablek"