Malam pertama, tak ada kejadian Romantis di antara kami. Tak seperti pengantin lainya, Malam pertama di lewati penuh cinta dan gairah. Ini Hambar dan biasa saja, aku juga belum siap melayani kewajiban sebagai seorang istri. Kami seperti dua orang asing dalam satu kamar. Aku tidur di Bed sedang Ridho di Sofa. Saat pagi menjelang, Aku bangun, Terkejut saat Ridho menelpon seseorang. Suara terdengar manja dan lembut. Sakit mendengarnya tapi Berusaha tegar, toh ia menjelaskan dari awal. Ridho gelagapan aku tau dirinya menelpon seseorang.
"Aah, Ayah. Baru sehari anak mu sudah menderita, bagaimana nanti?" Batin ku.
"Sholat subuh dulu Rania, nanti kesiangan," Perintah Ridho.
"Iya," Jawab ku singkat.
Aku beranjak dan menuju kamar mandi. Sikat gigi dan wudhu, sholat subuh, tenang saat sudah menjalani kewajiban. Memohon kekuatan agar bisa menjalani pernikahan ini. Kami keluar bersamaan. Ayah dan Ibu sudah menunggu di meja makan. Menyambut kedatangan kami.
"Ciee pengantin baru," Ledek Ayah. Kami sengaja mandi basah, untuk menyenangkan mereka.
Aku tersenyum, Ridho pun tampak salah tingkah.
"Rania, hari ini kamu akan berangkat kerja? Kamu kan masih pengantin baru? tanya Ayah tak senang melihat ku memakai pakaian kerja.
"Ehhm, kinanti sedang tak enak badan Ayah, jadi aku menggantikannya," Ucap ku bohong. Sengaja tak mengambil libur. Aku tak mau tak ada kegiatan di rumah, takut Ayah dan Ibu tau kita hanya pura- pura bahagia.
"Aku juga ada pesenan mebel dari luar kota Ayah," ucap Ridho akhirnya.
"Baiklah yang penting kalian harus banyak- banyak istirahat jangan kerja terus. Biar kami segera dapat cucu!"
Hah. Aku Melongo sebentar mendengar ucapan Ayah.
Cucu! Aku dan Ridho saling pandang kemudian melanjutkan menyantap nasi goreng masing-masing sangat kentara ada kecanggungan di antara kami.
Kinanti tak kaget saat Aku datang di kantor.
" Rania, Kamu beneran tak ambil cuti? tanya Kinanti menatap ku tajam.
"Iya," ucap ku santai sambil menyalakan komputer.
"Kenapa? tanya Kinanti heran.
" Nggak apa-apa," Jawab ku santai.
"Aku prihatin melihat perkawinan mu," Ucap Kinanti menatap ku heran.
"Sudah lah Kinanti, mungkin ini jalan hidup ku," ucap ku pada Kinanti.
Kinanti menghela napas panjang.
"Yang sabar Rania, semoga ada pahala yang mengikuti mu," Kinanti memeluk pundak ku.
"Amin." Aku mengadakan kedua tangan ke atas.
Pov Ridho.
Selesai mengantar Rania, aku ke toko Cat sebentar mengecek anak buah ku. Setelah dari Toko, Aku ingin menemui kekasih hati ku. Arini. gadis berambut panjang, wajah cantik hidung bangir bibir tipis, punya mata bening. tinggi semampai. Kulit putih menghiasi tubuhnya. Arini sangat cantik, aku beruntung bisa mendapatkan cintanya. Aku dan Arini sudah pacaran selama dua tahun, saat aku ingin melamarnya, Ayah terang- terangan rencana ku.
Ayah sudah menyiapkan wanita untuk ku. Anak dari sahabatnya. Kenapa harus aku? Padahal Ayah juga punya anak laki yang lain. Ya adik ku, saat ini masih kuliah. Ayah mengelak karena Hafiz masih kuliah. Aku kecewa sama Ayah. Kalau tak mau menurutinya Toko cat dan mebel akan di alihkan ke Hafiz.
Ayah tega padahal Toko cat juga ada modal ku juga saat aku kerja di Jakarta.
Arini sudah menunggu di taman tempat biasanya kita ketemu.
Ia memakai atasan blouse dan celana jeans.
Aku memarkirkan mobil di area parkir. Saat aku telah datang, ia terlihat senang sekali. Aku bahagia melihat binar senang di matanya.
"Udah lama sayang? tanya ku kemudian mengecup keningnya.
"Baru saja ko mas,"
Aku duduk di samping Arini memeluk pinggangnya menyalurkan rasa rindu padanya.
"Sayang, aku rindu," Ucap ku pada Arini.
Arini kemudian memeluk pinggang, mengelayut manja di lengan ku.
"Aku juga kangen Sayang," kemudian Arini menangis, aku binggung kenapa dia menangis.
"Kenapa sayang ko malah nangis? tanya ku.
"Mas jahat! Menikah sama Pegawai bank itu! Kamu tega Mas! Huhuhu.. Tangis Arini makin besar. Aku tak tega mendengarnya.
Aku memeluk erat tubuh Arini. Wangi aroma tubuhnya menyeruak menusuk hidung wangi yang selalu aku rindukan saat di dekatnya. Selalu berhasil membangkitkan gairah laki-laki ku. Aku Mengelus punggung dan menenangkannya.
"Sabar sayang, aku tak mencintainya. Aku hanya mencintai mu. Aku menikahinya demi Ayah, Tunggulah! aku pasti akan menikahi mu,"
Arini mendongak menatap wajah ku. Terlihat binar bahagia di wajahnya.
"Benarkah??" Aku mengangguk sambil menatap teduh netranya. Ingin sekali berenang di dalamnya.
"Kamu bahagia?" Tanya ku sembari meledek Arini.
"Iya," ucap Arini kembali memeluk pinggang ku.
"Sayang, aku belum bayar semester," Rajuk Arini.
Selama kuliah aku membantu membiayai kuliah Arini. Bagi ku tak masalah, karena cinta itu memberi tanpa berharap balasan.
segera transfer ke rekeningnya melalui M- bangking.
"Mas udah transfer lima juta ya," ucap ku sambil menunjukan bukti transfer pada Arini.
"Makasih sayang,"
"Kita ke Mall yuk sayang, aku ingin jalan- jalan," Pinta Arini
"Yuk sayang," Aku Mengamit jemari Arini, bahagia saat- saat seperti ini.
Kami berdua masuk mobil, aku melajukan menuju Mall.
***
Di kantor Rania.
"Kinanti, anter jalan- jalan yuk ke Mall, aku ingin belanja bulanan,"
"Oke, aku juga ada yang ingin aku beli," Ucap Kinanti menyetujui ajakan ku.
Aku membonceng sepeda motor Kinanti. Karena saat berangkat di antar Ridho. Aku ingin refresing setelah gajian. Menyenangkan diri sendiri walau sekedar jalan- jalan dan makan. Meluangkan Waktu bersama teman itu sudah membuat ku bahagia.
Kami berdua menuju di Mall Matahari tak jauh dari tempat ku bekerja. Di tempat parkir aku melihat seperti mobil Ridho tapi sudah lah, bukankah mobil Rush hitam banyak di kota ini?
Kami berdua masuk ke dalam Mall
Mata ku langsung fresh, capek ku mendadak hilang.
Saat aku ingin memilih buah. Kinanti mencolek ku.
"Rania itu bukanya itu Ridho?!"
Deg.
Ridho menggandeng seorang wanita cantik berambut panjang. Mereka sangat mesra dengan cara memperlakukan Cewek, jelas itu adalah kekasih Ridho.
Sontak Kinanti mengelus pundak ku untuk bersabar.
"Nggak apa Kinanti, dia udah bilang pada ku kalau punya pacar, Jadi Santai saja." Aku berusaha cuek tapi hati tak Terima dia berani membawa cewek lain ke Mall. Kalau Orang tuanya atau orang tua ku lihat bagaimana?
"Iya kah? Dan kamu masih Terima dia sebagai suami mu? tanya Kinanti heran.
" Iya, itu semua demi Ayah, demi persahabatan Ayah ku dan Ayah Ridho," Ucap ku enteng sambil memilih buah anggur. Aku kalah dari wanita itu, harga diri mengecil merasa tersisih dari wanita itu. Mengatur napas sejenak. "Aku akan bertahan demi Ayah" Batin ku.
Bersambung.