Pov Ridho.
Lega bisa membawa Rania ke rumah ku, Rumah yang aku beli untuk Arini. Tapi takdir berkata lain, aku malah menikah dengan Rania. Sampai di rumah ku bisa bebas menemui pujaan hati ku, Arini. Dia wanita ku yang bertahta di hati, sehari tak melihat wajah dan mendengar suara serasa hampa dunia ini.
Aku dandan rapi, ingin temui Arini. Saat Rania tanya, Aku bentak saja. Dia langsung diam. Rasanya puas bisa sedikit bentak Arini. Aah gara- gara dia hubungan cinta ku sama Arini kandas di tengah jalan. Aku benci Rania, Merana menikah tanpa ada cinta.
Aku melajukan mobil menuju Cafe, dia sudah chat sebelumnya. Melihat chat dari dia, hati ini serasa terbang ke langit sepuluh. Kami ingin makan malam bareng, rasanya tak sabar untuk sampai di Cafe the Next tempat kami bertemu. Cafe Modern di bilangan pusat kota. Bahagia sekali bisa menemui Arini malam ini.
Aku memarkirkan mobil ku di parkiran, dia ternyata sudah datang, duduk di dekat jendela. Memakai dress yang aku belikan kemaren. Dress selutut warna crem, Aah cantik sekali gadis ku. Dia sudah lama menunggu terlihat sudah ada minuman di depannya.
Dengan langkah cepat aku menghampiri gadis ku.
Saat aku datang, dia tersenyum pada ku. Senyumnya membuat ku candu.
"Udah lama sayang? tanya ku sembari menikmati kecantikan Arini.
"Baru lima menit sayang," ucap Arini manja, bikin gemes. Ingin rasanya mencium bibirnya yang tipis itu.
"Udah pesen makanan?
" Belum, kan nunggu kamu sayang," ucap Arini. ooh kata- katanya bak kupu terbang di kuping ku. Aku melayang. Semenjak menikah rasa cinta ku pada p Arini makin besar, tak tau kenapa. Dulu perasaan tak mengebu seperti ini. Tapi kini perasaan ingin memiliki Arini menguat dalam jiwa ku.
"Aku pesen makanan dulu ya sayang,"
"Iya," Jawab Arini mengangguk.
Aku pesen steak dan kentang goreng. Tak lama kemudian pesanan ku datang. Kami menikmati makan malam bersama, serasa dunia milik berdua, lupa aku sudah menikah. Saat ini hanya Arini di mata ku. Canda kecil mewarnai makan malam kami, aku bahagia di sisinya. Tak terasa malam semakin larut. Saat ini menunjukan pukul sebelas malam. Terlintas Rania di pikiran ku, dah lah kan ada Mbok Yem di rumah?
Ponsel Arini berdering sedari tadi.
"Siapa itu sayang?" tanya ku tak senang, aku masih ingin bersamanya, becanda ngobrol apa saja. Lihat canda dan ketawanya, juga tatapan manjanya, bikin hati ku melayang.
"Ayah dan Ibu telepon terus, menyuruh ku pulang," ucap Arini cemberut, ingin sekali menoel bibirnya, gemas.
"Ayoo, aku antar pulang sayang,"
"Padahal aku masih kangen," Rajuk Arini. Aku senang ternyata dia sama seperti perasaan ku, tapi takut orang tuanya marah, membawa anak gadisnya sampai larut malam.
"Kan nanti bisa ketemu lagi sayang, ini udah malam," ucap ku mengelus lengannya menenangkan agar tidak merajuk.
"Baiklah," Ucap Arini akhirnya. Aku beranjak membayar tagihan makanan. Kami berdua masuk mobil, Aku juga duduk di belakang kemudi. Tiba- tiba Arini memeluk leher ku, antara kaget dan senang.
"Sayang, janji jangan pernah tinggalkan aku." Suara manja Arini membuat badan ku panas dingin. Aku menatap penuh cinta. Gejolak hasrat menguat dari jiwa kelaki-lakian ku.
Aku mencium bibir Arini lembut, ia membalasnya. Malah ia tak ingin melepaskannya. Kami semakin larut dalam ciuman. Tapi segera sadar ini di dalam mobil, aku melepas ciuman ku Arini cemberut sepertinya ia belum puas. Tapi aku tak mau larut takut ada yang melihat ciuman kami.
"Udah yuk sayang, kita pulang," Bujuk ku sambil mengelus punggung wanita ku.
Aku segera menstater mobil ku, Arini tampak malu sambil merapikan rambutnya. Ini bukan ciuman pertama, kami terbiasa melakukanya. Tapi aku merasa ini sangat spesial, apa lagi balasan dari Arini yang hot. Ingin rasanya memiliki tubuh dan jiwan. larut dalam kenikmatan syurgawi.
"Sabar... Sabar Ridho, enam bulan lagi Arini lulus kuliah, tak sabar rasanya meminang untuk jadi istri ku." Batin ku.
Mobil ku berhenti di depan gerbang rumah Arini. Ia seperti enggan untuk turun, tampak sedih ketika aku melepas seatbeltnya.
"Kapan- kapan kita ketemu lagi sayang, jangan murung nanti aku transfer ya buat jajan, aku mencintai mu," Aku memeluk Gadis ku membujuknya supaya mau pulang.
Akhirnya Arini mau turun. Melambaikan tangan dan tersenyum padaku, lega melihatnya.
Aku melajukan mobilnya ke rumah. Suasana sepi hanya beberapa kendaraan yang masih lewat. Rumahku nampak sepi, lampu di ruang tamu mati. Aku Membuka gerbang sendiri, tak mungkin membangunkan mbok Yem tengah malam begini. Mengambil kunci cadangan yang ada dompet ku. Membuka pintu,Gelap. Aku meraba saklar lampu yang ada di balik pintu.
Aku duduk di sofa, teringat belum mentransfer Arini. Mengambil gawai, segera mentransfer untuk pujaan hati ku. Tak lupa chat mengabarkan kalau aku udah mentransfer. Rasa haus mengelitik tenggorokan. Aku melangkah ke dapur, di meja ada gelas berisi air putih.
"Siapa yang menaruh air di sini? Gumam ku,
"Aku minum ajalah," Meraih gelas itu dan meminumnya. Aku melangkah ke kamar , tercium wangi dari kamar ini. Wangi parfum kamar. Siapa yang menaruh aromatherapy di sini? Ini pasti Rania. Aku tak suka Rania melakukan ini, menyentuh barang- barang ku lagi! Huhh..
Emosi naik ke ubun- ubun.
Aku ingin memperingatkan dia,tapi ini sudah malam, besok sajalah.
*****
Suara beker berdering dari ponsel ku, agak kencang membuatku terbangun, Aku membuka mata, mengeliat sebentar. Melihat jam di gawai ku menunjukan pukul lima pagi dan mematikan alarm. Aku beranjak ke kamar mandi, wudhu lalu sholat Subuh. Setelah sholat, Aku berjalan ke balkon kamar, membuka jendela membiarkan udara pagi menerpa wajah ku. Menghirup udara segar pagi hari. Sambil menunggu sunrise aku duduk di balkon sambil membaca novel online di ponsel ku. Aku suka membaca novel dari Penulis favorit ku, setia menunggu update cerita selanjutnya.
Tok... Tok.. Rania! Panggil seseorang di balik pintu. Aku segera bangkit dan membukakan pintu. Ridho di depan pintu dengan wajah datar dan dingin.
"Rania, aku sudah bilang jangan pernah campuri urusan ku! Aku juga tak suka kamu menyentuh barang- barang ku. Kamu kan yang merapikan kamar tidur dan memberi wewangian?! Mulai sekarang biar mbok Yem yang melakukanya. Paham Rania maharani!"
"Aku hanya ingin melakukan tugas ku sebagai istri," bela ku. Ridho nampak geram dengan jawaban ku.
"Ooh tugas sebagai istri??"
"Dengar Rania Maharani! Tak menyentuh barang- barang ku dan tak mencampuri urusan ku itu tugas mu sebagai istri, mengerti!" ucap Ridho mengepal tangannya sambil menahan amarah. Lalu dia pergi tanpa menoleh ke belakang. Ada nyeri di sudut hati. Tapi aku berusaha tegar. ini semua demi Ayah. Semalam aku menyiapkan segelas air di meja, juga menyiapkan Piyama tidur dan memberi wewangian di kamarnya. Ternyata Ridho tak suka itu.
Bersambung.