Banyak kontrakan yang berjejer di sana, untuk menampung para pekerja pabrik yang sebagian juga adalah orang-orang rantauan.
Intan melewati gerbang pabrik besar itu yang tertulis jelas di atas gedungnya, nama PT. Adiguna Garment Industries, yang sudah dikenal banyak orang sebagai sebuah PT garment terbesar yang sangat mensejahterakan karyawannya perihal gaji meski juga banyak terdengar isu menyeramkan di dalamnya, bukan perihal keangkeran gedungnya tapi perihal sistem kerja yang kadang tidak teratur dalam hitungan lemburan yang tidak dibayar dan para leadernya yang selalu semena-mena pada bawahan mereka karena faktor dasarnya adalah tuntutan pekerjaan.
Tapi apalah daya, para pekerja juga butuh uang untuk menghidupi kehidupan mereka. Semua dijalani saja.
Di Indonesia, menjadi pegawa pabrik merupakan salah satu Goal tersendiri bagi kalangan menengah ke bawah.
Punya gaji bulanan, sudah cukup menjanjikan di mata kebanyakan orang.
Jika seorang laki-laki cukup dianggap mapan, jika seorang perempuan juga dianggap bisa membantu perekonomian.
Berseragam sebagai pegawai pabrik juga membuat orang-orang bangga, karena di zaman sekarang mencari kerja sangatlah susah.
Tiba-tiba Intan jadi terbesit pikirannya untuk melamar kerja, walaupun Intan tidak punya keahlian menjahit tapi pikirnya mungkin ada pekerjaan borongan yang bisa melibatkan dirinya dengan status sebagai pelamar yang sudah menikah.
Tidak ada salahnya mencoba. Intan pun semangat untuk mencari informasi lebih, saatnya dia mencari pekerjaan yang lumayan setara dengan yang lain, bukan lagi penyeduh kopi dan tukang bersih-bersih lagi.
Bukan menganggap pekerjaan itu hina, tapi Intan rasa dia harus mencoba hal baru.
"Kita ke sini dulu ya, Sayang," ajak Intan menghampiri lubang di dekat gerbang tersebut.
Karin hanya mengikuti ibunya saja, karena memang dirinya pun masih dituntun oleh Intan.
Dilihatnya seorang satpam yang sedang duduk di dalam kantornya yang terhubung dengan lubang kecil itu.
Rasa-rasanya aneh, Intan terkejut karena satpam itu ternyata adalah ….
"Mandar?" tanya Intan cukup keras membuat si satpam itu menengok di tengah kesibukannya dan seketika juga satpam lain yang sedang memegang cangkir juga menoleh heran.
"Intan?" tanyanya kaget dan langsung bersegera membuka gerbang kecil khusus pejalan kaki.
Intan sangat senang karena dengan adanya temannya yang bekerja di sana, akan lebih mudah untuk dirinya mendapatkan informasi mengenai lowongan kerja.
Mandar keluar, dan langsung menarik tangan Intan, membawanya masuk ke dalam.
"Eh aku mang boleh masuk?" tanya Intan takut.
"Enggak apa," balas Mandar sambil membawa Intan masuk ke ruangan satpam, beberapa rekan satpamnya juga sedang berkumpul. Setelah celengak celinguk mencari kursi, Mandar juga baru sadar kalau Intan membawa anak kecil. "Itu … anak kamu?" tanyanya seperti tak percaya kalau anak Intan sudah besar, maklum mereka sudah lama tidak bertemu.
"Iya," balas Intan sembari tersenyum pada teman kerja Mandar yang lain, ketiganya sedang berkumpul, termasuk salah satu satpam tadi yang memegang cangkir, dia terlihat sudah menyeduh kopi.
"Duduk, Ntan!" ucap Mandar menyodorkan dua kursi untuk Intan dan Karin. Dirinya duduk di meja tapi tidak terlalu bertumpu, hanya asal duduk saja setengah dari berat badannya karena kakinya masih menapak ke lantai. Intan juga kemudian menaruh tas besarnya di lantai, diliriknya gelagat Intan oleh Mandar, hati lelaki itu merasa teriris. "Kamu mau ke mana bawa-bawa tas besar?"
Intan tidak segera menjawab, dia tersenyum getir. Ketiga satpam itu juga hilir mudik keluar masuk karena mereka tengah bekerja.
Pekerjaan satpam memang banyak diam, tapi tentunya bukan berarti mereka abai. Mereka harus pasang mata dengan benar, telinga juga dan konsentrasi agar tidak luput dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Namanya juga SATPAM (Satuan Pengaman), jadi lingkungan yang mereka jaga harus senantiasa aman dari jamahan ancaman luar maupun dalam dan gangguan lainnya.
"Aku mau nyari kontrakan, tapi aku juga butuh kerja. Apakah di sini ada bagian yang bisa menerimaku, Man?" tanya Intan.
Mandar terkejut. "Suamimu?"
Intan tercekat jika ditanyakan suami, apalagi di depan Karin—anaknya. Tapi dia juga tidak ada pilihan selain jujur dengan statusnya.
"Kami bercerai, makanya sekarang aku harus bekerja untuk membiayai kehidupan kami." Intan memegang tangan Karin erat-erat.
Menguatkan anaknya dan juga dirinya sendiri. Mandar semakin iba, dia tidak tahu kalau nasib temannya ini begitu memilukan.
Mandar adalah teman Karin sejak kecil, tapi mereka tidak tahu kabar masing-masing. Hari ini pun hari pertemuan mereka untuk pertama kalinya sesudah sekian lama tak berjumpa.
"Oh, pekerjaan. Setahuku kalau kamu udah nikah apalagi punya anak sangat sulit keterima kalau kamunya enggak punya pengalaman jahit, Ntan," ucap Mandar dengan berat hati, Intan yang mendengarnya pun semangatnya mulai surut. "Tapi –"
"Tapi apa, Man?" tanya Intan seperti mendapat secercah harapan meski belum terucap.
"Kamu bisa jadi tukang bersih-bersih di sini, Tan. Kebetulan perusahaan lagi butuh tukang bersih-bersih di gedung depan. Gedung tempat pekerja borongan, sama gedung Training Center."
Dalam hati, Intan berucap. 'Bersih-bersih lagi, hemmm. Tapi enggak apalah.'
"Bener lagi ngebutuhin, Man?" Intan antusias.
"Iya, kalau kamu mau Tan. Aku akan usahain kamu dan … kabar baiknya di sini ada satu kamar Mess yang kosong dan cukup besar juga, cukup untuk kamu dan anakmu."
"Yang benar, Man?" tanya Intan sangat gembira.
"Heem. Nanti aku kabari lagi. Ada dua pilihan sih, kamu mau jadi Office Girl di kantornya atau mau jadi Cleaning Service di gedung depan?" tanya Mandar memberikan pilihan.
Mengingat kisah cintanya yang terlibat di kantor, Intan lebih baik menjaid Cleaning Service saja. Ada perbedaan di antara pekerjaan itu.
Cleaning Service lebih mengutamakan pada kebersihan yang cukup luas sedangkan Office Girl itu lebih spesifik karena cakupannya kecil.
Biasanya di kantor untuk melayani para pegawai baik itu menyeduhkan kopi, memfotocopy dan hal-hal lain yang bentuknya bisa jadi pesuruh.
Jika Intan kembali jadi Offic Girl dia pasti akan disuruh membuat kopi dan itu akan mengigatkan Intan pada Irwan. Jadi, Intan lebih tertarik menjadi Cleaning Service saja.
"Aku mending Cleaning Service aja deh, tapi kalau yang kosongnya di bagian Offie Girl juga enggak apa kok, Man."
"Baiklah. Tapi kamu sekarang mau ke mana?" tanya Mandar.
Intan bingung, kalau dia nyari kontrakan dan keterima bekerja pastinya kontrakan tetap bayar.
Sayang kalau hanya satu atau dua hari di kontrakan, pikirnya.
Tapi, belum sempat Intan bertanya tentang kamar Mess … Mandar sudah menyerobot lebih dulu. "Mending kamu nginep di rumah aku aja dulu Tan. Ada istriku kok di sana."
"Aku takut merepotkan, Man."
Mandar kemudian mengangkat tangannya seperti bentuk penolakan. Dia menolak kalimat Intan barusan.