Tidak ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita.
Kata bijak yang kerap kali muncul saat menggambarkan jalinan persahabatan antara pria dan wanita itu memang benar adanya. Hal itu sangat cocok menggambarkan hubungan persahabatan erat antara Elina dan juga Jevan.
Semua itu bermula saat mereka saling mengenal pada masa putih abu-abu. Keduanya menempa ilmu di salah satu sekolah yang sama. Pertemuan pertama keduanya berawal saat wali kelas mereka memasangkan laki-laki dan perempuan untuk duduk di satu meja yang sama setelah masa orientasi sekolah usai.
Dan darisanalah semua dimulai.
Elina Alea Prameswari merupakan salah satu murid yang cukup pandai pada masa itu. Saat di SD dan SMP, ia merupakan mantan murid akselerasi yang berhasil lompat kelas dan berakhir menjadi murid satu angkatan yang sama dengan Jevan.
Ia juga dipikal gadis periang yang mudah bergaul dengan orang lain. Tak terkecuali Jevan yang menjadi teman satu mejanya.
Karena kepiawaian Elina dalam bersosialisasi, ia pun tak segan menegur dan mengajak Jevan untuk saling berkenalan dan bercengkrama.
Disaat itu, secara tidak sengaja Elina menyebut masalah usia ketika berbincang random dengan teman satu mejanya. Jevan sempat dibuat terkejut karena hal itu.
Ia tidak menyadari gadis periang, dan sangat pandai bergaul seperti Elina berhasil masuk sekolah SMA di usianya yang baru menginjak 14 tahun.
Masih dalam suasana yang terkejut, Elina meminta kepada Jevan untuk bertingkah selayaknya mereka teman sebaya. Elina tidak ingin dibanding-bandingkan hanya karena usianya yang masih belia. Hingga akhirnya Jevan menyanggupi hal itu.
Jevan pun setuju dengan permintaan Elina dan akhirnya hal itu membuat mereka menjalin persahabatan yang cukup erat.
Bagi Jevan, Elina adalah sosok yang cantik, baik, penuh perhatian dan begitu mandiri. Ia pun merasa nyaman saat menceritakan berbagai masalahnya kepada Elina karena pola pikir dan cara pandang Elina lebih dewasa dibanding teman-teman seusianya. Padahal usianya jauh lebih muda dari Jevan.
Hingga pada akhirnya Jevan menjadikan sosok Elina sebagai tempatnya berkeluh kesah. Tekanan batin yang dialami oleh Jevan karena tinggal di lingkungan keluarga yang tidak sehat, membuat lelaki itu mencari perhatian dari orang lain yang pada saat itu hanya Elina lah orang yang paling mengerti akan dirinya.
Bahkan, karena hubungan mereka yang terlampau sangat dekat, banyak siswa-siswi di sekolahnya yang mengira bahwa mereka menjalin sebuah hubungan lebih dari teman satu bangku.
Keduanya sama-sama memiliki otak yang encer, berasal dari keluarga berada, dan selalu menjadi siswa-siswi teladan karena sikap mereka yang tidak pernah neko-neko seperti siswa seumuran mereka.
Bukannya mengelak, mereka hanya membiarkan orang-orang berasumsi apapun yang mereka pikirkan. Terlebih dari itu, Jevan dan Elina pun telah mengenal keluarga masing-masing. Tak jarang juga Jevan kerap menunjukkan sisi perhatiannya karena ia menganggap Elina sebagai sahabat dekat dan seorang adik yang patut ia jaga.1
Sayangnya, sikap Jevan yang seperti itu ternyata disalah artikan oleh Elina. Meskipun cara pandang dan pola pikirnya lebih tua dari usia biologisnya, namun sosok Elina hanyalah seorang remaja pubertas yang juga masih mencari jati diri untuk dirinya sendiri.
Tanpa sadar, Elina dibuat terpana dan jatuh hati terhadap sosok Jevan yang selalu berada di sisinya. Elina merasa diperlukan dan selalu menjadi prioritas bagi Jevan setelah ibu, kakak dan adiknya. Apalagi Jevan selalu mencari dirinya jika Jevan memiliki masalah.
Elina sempat berpikir, jika perasaan yang menggelora di dalam hatinya hanyalah perasaan sesaat yang biasa dirasakan oleh remaja se usianya. Memang pada usia remaja, menyukai lawan jenis merupakan salah satu hormon yang tak dapat terelakkan.
Banyak yang mengatakan, perasaan itu hanya sekedar cinta monyet atau hasrat seksual para remaja. Naasnya, hal itu justru berubah dari rasa suka menjadi rasa cinta yang begitu membara seiring berjalannya waktu.
Elina sempat berpikir hendak mengutarakan perasaan yang menyelimuti hatinya. Sayangnya Elina bukanlah sosok pemberani yang mudah mengungkapkan perasaanya di depan orang lain.
Selain itu Elina merasa takut, jika ia sampai berani mengungkapkan perasaanya kepada Jevan, persahabatan yang terjalin diantara mereka bisa saja hancur.
Ia pun juga sadar bahwa Jevan begitu mempercayai dirinya dan selalu bergantung kepadanya di beberapa persoalan hidup lelaki itu. Jika ia masih nekat untuk mengungkapkan perasaanya, ia takut kepercayaan Jevan kepadanya akan luntur.
Pada akhirnya Elina pun memilih untuk menyembunyikan perasaanya sembari menikmati moment kebersamaan dengan Jevan meskipun hanya menyandang status sebagai teman baik hingga mereka masuk dunia perkuliahan dan lulus bersama-sama.
Perasaan suka antara pria dan wanita yang tumbuh di dalam dirinya, membuat Elina harus pandai menyembunyikan perasaan cintanya di depan sahabatnya.
Merasakan sakit yang tak berdarah ketika Jevan memuji serta menyatakan perasaanya kepada wanita lain, berbahagia dengan wanita pujaannya tanpa memperdulikan rasa perih yang dirasa oleh Elina saat menyaksikan mereka memadu kasih.
Dan lebih menyakitkan lagi, ia selalu disangkut pautkan saat Jevan putus dengan kekasihnya. Ia selalu di cap menjadi orang ketiga dengan berlindung di balik status sahabat dekat Jevan.
Semua itu telah di telan habis-habisan oleh Elina selama ini. Meskipun begitu ia tetap mencoba untuk berpikir positif dan menerapkan kata-kata dari salah satu pujangga yang cukup terkenal.
Cinta tak harus memiliki. Selama pria yang kau cintai bahagia dengan pilihannya, perlahan kau juga akan ikut bahagia.
Akan tetapi semua itu ternyata bullshit!
Tidak ada orang yang akan bahagia melihat sang pujaan hati lebih memilih wanita lain dibanding dirinya. Hanya orang-orang yang memiliki hati besar yang dapat melakukannya.
Sayangnya, Elina bukan salah satu dari sekian orang yang memiliki hati besar dan lapang untuk merelakan pria yang ia cintai berbahagia dengan wanita lain.
Ia hanya seorang wanita biasa yang juga ingin dicintai serta di perhatikan oleh pria yang ia sayangi. Ia juga ingin perasaan yang ia pendam selama ini terbalaskan.
Dan ia pun ingin merasakan bahagia bersama orang yang ia cintai. Namun, semua itu hanya menjadi angan-angan semata yang suatu saat akan lenyap bagaikan butiran debu yang tak berharga.
Ingin menyerah pada perasaanya, namun Elina seakan dirinya telah terikat kuat pada sosok Jevan yang terus hadir di dalam kehidupannya. Jika ia menghindar, sama saja ia akan kehilangan sahabat terbaik yang telah ada untuknya selama 17 tahun terakhir ini.
Hingga akhirnya Elina pun menyerah dan membiarkan semesta yang akan menentukan nasibnya. Saat ini ia lebih memilih untuk tetap diam dan berusaha membuat dirinya selalu ada disaat Jevan membutuhkannya.
Menjadi satu-satunya orang yang dapat melihat kesakitan Jevan karena wanita lain. Hingga merelakan sebuah mahkota yang seharusnya ia jaga untuk masa depannya sendiri.
Dibalik cinta sepihak yang ia rasakan kepada Jevan selama 17 tahun ini, membuat Elina mulai buta akan sekitarnya. Ia terlalu mengasihani diri sendiri sehingga dirinya tidak peka bahwa selama ini ada seseorang yang diam-diam menaruh hati dan memberikan perhatian lain kepadanya.