---(11 April 2016)---
[Elaine Route]
Aroma udara pagi musim semi bertamu ke dalam hidung ini. Dingin, namun nyaman juga merasuk ke dalam jiwa ini. Kehangatan oranye sang fajar mengambang samar samar. Ku melangkahkan kaki, mengajak sepatuku menyusur koridor gedung sekolah yang masih sepi. Hari ini aku dijadwalkan untuk menjadi penjaga perpustakaan, yap, aku adalah anggota OSIS sekolah, aku sengaja mengambil tugas termudah yang tersedia. Hanya duduk diam dan mengawasi gerak gerik pengunjung. Sungguh keahlian istimewa yang bisa dimiliki siapapun.
Kreeek!!!
Ku geser pintu masuk perpustakaan yang sudah usang itu. Masuk ke dalam dengan hanya dua langkah. Bau udara kering mulai menusuk hidung, aroma khas dari kertas kertas baru juga menemani isi ruangan ini. Rak rak buku yang berbaris rapi, meja dan kursi yang masih kosong dan sedikit berdebu. Aku mengambil remote pendingin udara lalu menekan tombol power di sana. Mengusir udara kering yang tak mau bangun itu.
"Ooo, Natsuki?" Suara gadis dari pintu depan itu membuatku terperanjat.
"Heh?! Ohh... Siapa namamu? Hooo Luna!" Ujar ku sembari meletakan remote AC itu kembali ke tempatnya di dinding.
"Panggil aja Lulu..., mau aku bantu kah?" Luna menutup kembali pintu masuk itu dan mengurung takdir kami berdua di dalam.
"Ga usa..., lagian kamu asma kan?" Aku sedikit khawatir pada penyakit bawaannya yang sering dibicarakan oleh siswa lain.
"Oh..., iya aku duduk disini aja!" Luna berlari dan duduk di belakang meja penjaga perpustakaan.
"Ya udah diem disitu!"
Aku mengambil kemoceng yang terpajang di samping sapu di pojok ruangan. Membersihkan setiap sentimeter dari tempat ini. Mulai dari rak buku, meja, kursi, bahkan sampai menyapu lantai. Luna sedari tadi memainkan jarinya di layar ponselnya sembari sesekali melirik ke arahku.
"Natsuki...," Suara lirihnya yang ku dengar setelah meletakan sapu ini kembali ke tempat peristirahatannya.
"Huh apa?" Aku mengusap keringat di pelipis lalu mendekat ke arahnya.
"Kamu tau kalau Elaine itu ada hubungan sama Aidan kan?" Kalimat Luna itu membuatku duduk di bangku yang ada seberang mejanya.
"Maksudnya?" Ku menyangga dagu dengan tangan kanan.
"Em..., tadi...," Luna menahan lidah, membuat wajahnya memerah malu.
"Luna? bilang aja ada apa? Hemm?" Aku mencoba memancing kata kata si rambut merah itu keluar dari bibir kecilnya.
"Aku liat Elaine sama Aidan berangkat bareng!" Ujarnya menunduk tak berani menanggapi reaksiku.
"Ohh...," Aku memalingkan penglihatan ku ke kiri. Menahan api cemburu di hati.
Aidan adalah sahabatku dari kecil, kami sudah saling kenal sejak duduk di bangku taman kanak-kanak. Dan sekarang kami sedang dalam masa remaja yang sangat sulit dijelaskan. Cinta segitiga, ya, mungkin bisa disebut begitu. Aidan dan aku memiliki satu kesamaan, yaitu pantang menyerah untuk mencapai tujuan. Mau bagaimana lagi, kami sudah terjebak di kondisi ini. Pagi ini aku berangkat lebih pagi karena tugasku sebagai Seksi Literasi di OSIS. Tentu saja aku tak menyangka Ela memilih berangkat bersama Aidan daripada diantar oleh Akito dan Nekochi yang sekolahnya searah.
Sebenarnya aku sudah berpikir untuk mundur dari persaingan ini. Tapi Ela pasti akan sangat marah padaku, aku tidak ingin menghilangkan senyum di wajahnya, akan tetapi di saat yang sama, melihatnya bersama laki laki lain, bukanlah hal yang mudah.
"Luna..., udah sarapan?" Pertanyaan random dari mulutku yang melihatnya terus menunduk malu.
"Uh..., emm uda kok!" Ia mengangguk, tetap tertunduk, menutupi mata dengan poni rambutnya itu.
Sepertinya aku tidak hanya terjebak di cinta segitiga, melainkan segi empat. Gadis rambut merah sebahu di depanku ini, Alexandra Luna, ia adalah asisten pribadiku di SDF. Kebetulan dia juga bersekolah di sini, tentu saja kami merahasiakan pekerjaan kami di sini. Bahkan Ela tidak tahu apa misi rahasiaku sampai sekarang. Pak Gabriel memintaku agar tetap merahasiakan statusku sebagai Bodyguard rahasia Ela. Akhirnya aku terpaksa membuat cerita bohong dimana aku dan Luna sudah kenal sejak lama. Walau menimbulkan sedikit kecurigaan di mata Aidan, namun sampai sekarang masih belum ada masalah.
"Natsu?" Panggil Luna ragu.
"Hunm? kenapa?" Aku tak mengalihkan pandanganku dari wajahnya yang mulai merah merona itu.
"Aku..., boleh nemenin kamu disini?" Tanya Luna tanpa mengangkat wajahnya.
"Maksudnya?" Ku letakan kepala ini di atas meja, menggunakan kedua lengan sebagai alas.
"Umm..., kalo ga bole ya udah aku pergi aja! Maaf ganggu!" Luna beranjak menuju ke pintu keluar tanpa kejelasan.
"Oi Luna!..., ini jam olahraga kan?" Aku menatap ke wajah imutnya itu menatapku sedikit kesal.
Setiap jam olahraga, Luna selalu duduk diam di kelas karena keterbatasannya. Penyakit Asma yang dideritanya itu membatasi aktivitas fisiknya di sekolah. Kebetulan hari ini ada jam olahraga sampai jam istirahat pertama. Dan aku akan terus di perpustakaan karena kakak kelas yang seharusnya berjaga hari ini sedang sakit.
"Hem," Luna mengangguk.
"Ya udah boleh kok," Aku melempar senyum tipis ku padanya.
"Tumben baik!" Timpalnya kembali duduk di belakang meja penjaga perpustakaan ini.
"Hee..., emang biasanya aku jahat kah?"
"Oiya jahat banget ampe kaya setan!"
"Woo..., ngelunjak ye, dah dikasi susu minta aer sungai kamu ya!"
"Peribahasa apaan kaya gitu!"