Langit merah menyelimuti, rerumputan kering mengambang di atas genangan air hitam. Pepohonan di latar belakang nampak terdiam lemas, melihat tempat ini menjadi medan perang tanpa akhir. Aku berdiri di samping Elaine, yang perlahan membuatku paham tentang dirinya. Maksudku dirinya yang berdiri di samping Hunter. Gadis yang memakai gaun versi merah, membawa tombak dari darah Akume. Memandang tajam ke depan, membelah kegelapan dengan tatapan merah mengerikan.
Alter Ego, kepribadian ganda. Sejak awal penciptaan semesta, sampai detik ini. Jiwa penyihir bulan yang ada di tubuh Elaine telah melewati beberapa kehidupan. Tentu saja kepribadiannya banyak yang berbeda. Dan yang paling ingin diburu oleh Sang Penulis, ialah Haruka Celena. Kesatria perempuan terhebat di dimensi 001, dunia yang sudah hancur dimakan Underworld. Celena memiliki kekuatan yang sangat mengerikan, yaitu mengendalikan makhluk Underworld, juga membuka tutup gerbang dimensi seenaknya. Dengan bangkitnya Celena, maka kehancuran dunia ini sudah dekat.
"Satu menit kan?" Aku maju dua dan tiga langkah ke depan Elaine.
"Hati hati oke?" Ucapan terakhir Elaine sebelum menutup kedua matanya.
Ku tarik napas dalam dalam. Terdiam terbawa arus kenangan yang datang menggeruduk kepalaku. Menghentakkan kaki kiri, membuatku terbang melayang ke udara. Kaki kanan juga tak ingin kalah, melesat dari atas ke bawah. Menghancurkan semua yang ada di tanah, kedua musuhku itu kabur ke kanan dan kiri. Tanpa jeda, aku langsung berada di belakang punggung Celena. Menendangnya jatuh ke dalam tanah. Tak lupa melirik ke arah badut yang terbang melesat ke Elaine. Aku menggunakan darah biru ini untuk menghasilkan kecepatan luar biasa. Lalu memukul Hunter dengan energi merah di tangan kananku ini. Menancapkan kepalanya ke dalam rerumputan mati itu.
Ku alihkan perhatianku kembali pada Celena, aku terbelalak karena mata tombaknya sudah berjarak satu sentimeter dari bahuku. Hanya butuh satu kedipan mata, aku menghindari serangannya, memijakkan kakiku di batang tombak, lalu melompat pergi dari bahunya.
Tap! Tap!!
Ku mendarat utuh dengan kedua kaki, memandang lurus ke depan. Menangkap pemandangan yang tak mengenakan, Hunter terbang melayang dari belakang punggung Celena, dan aku tahu ke mana tujuan badut itu berkomedi. Ia akan langsung melesat ke arah Elaine yang sedang Asyik merapal mantra nya itu. Akan tetapi Alter ego dari Elaine itu tak bisa aku abaikan, lagi lagi ia bernafsu untuk menusukkan tombaknya ke jantungku. Ia berlari cepat, dan bersamaan dengan Hunter yang terbang ke arah Elaine dengan senyuman lebar.
"Cih...,"
Aku tidak akan menghindar lagi, aku akan lari maju lurus ke arah tombak yang siap membunuhku. Tentu saja aku tidak akan bunuh diri, karena aku meluncur diantara kedua kaki Celena yang lengah. Lalu melompat tinggi ke udara, menabrak badut berjubah hitam itu dan membawanya terbang ke atas langit.
"MWAHAHHAHA!!! Bunuh diaaa Cintaku!!!" Sorak Hunter membuatku menoleh kembali ke bawah.
Celena sudah siap melemparkan tombaknya ke dada Elaine dari jarak puluhan meter. Hal itu membuatku kembali tergerak, berteleportasi kembali lagi ke bawah, mencegat sebatang tombak berkecepatan tinggi itu. Menghantamnya menggunakan kedua kaki, membuat senjata itu tertancap ke tanah lembab nan menjijikan ini.
"Lima belas, lima belas detik lagi!" Aku mengerahkan semua sisa tenagaku.
Melompat ke belakang, mendarat tepat di depan Elaine yang sedang terbang melayang. Menyentuhkan telapak tangan kiri ku ke tanah. Dan membuat bola perisai yang menelan kami di dalamnya. Tubuhku serasa disedot habis energinya, cahaya di syaraf syaraf ini mulai berkedip. Aura yang keluar dari badanku menipis. Perlahan, padahal kurang sepuluh detik lagi. Hunter menembaki kami dari ujung langit dengan pistolnya. Namun kami berdua aman untuk beberapa detik ini, karena bola energi biru yang menyelimuti.
Delapan
Tujuh
Enam
Lima
Bola energi ku mulai sedikit pudar, beberapa peluru mulai masuk dan bahkan satu bersarang di lengan kiri.
Empat
Tiga
Dua
Satu
Bwush!!!!
Pandanganku dikalahkan oleh cahaya putih benderang. Membuatku merasa nyaman dan aman. Detak jantungku mereda dengan cepat, kembali ke asalnya, yaitu 99 BPM. Kedamaian di tengah putih ini seakan membawaku ke dunia lain. Akan tetapi, hal baik tidak akan berpihak lama padaku. Aku kembali merasakan sakit di sekujur tubuh. Nafas yang tak beraturan dan kaki yang kaku tak bisa digerakkan. Hitam mulai menyambangi padangan ku. Tanda aku kembali terbangun ke dunia nyata.
"Natsuki?"
Indah, lembut, dan imut, suara lirih itu masuk ke dalam dua lubang telingaku. Menyebabkan gerakan di kedua kelopak mataku. Perlahan membuka, dan terlihat wajah cantik Elaine yang berada beberapa sentimeter di atas ku. Aku terperanjat, hendak beranjak, tapi badan ini sudah remuk.
"Udah di sini aja dulu..., sambil nunggu bantuan!" Senyum disertai kehangatan telapak tangan yang mengelus kepalaku.
"Maaf...,"
Aku tersipu malu, karena sekarang ini aku seperti anak kecil. Tertidur di atas pangkuan Elaine, membuatku bisa melihat jelas paras cantiknya. Bola mata birunya itu memberikan aku sedikit harapan, beberapa helai rambut yang hampir menyentuh wajahku. Mengingatkanku pada kenangan yang bahkan bukan milikku. Perasaan lega menghujani hati yang tandus.
"Makasih...," Ujar Elaine memandang ke arah bulan purnama di atas.
Angin malam musim semi ini menyambut kami kembali ke dunia. Sejuk, damai, suara serangga yang bernyanyi menghibur. Memastikan bahwa kami sudah pulang.
"Natsuki? Bulannya cantik ya?"