"Maklum pengantin baru," tutur Adrian dengan banyak emot tertawa dan diiringi tambahan emot muntah.
Bara tidak tahu arti emot muntah dari kakaknya—Adrian itu, entah itu jijik atau hanya tidak suka dan juga bisa jadi sindiran saja.
Bara tidak membalasnya lewat pesan, dia langsung menyeringai saat Adrian menengok padanya.
Dari samping Adrian, ibunya Kirani curiga dengan tingkah kedua anaknya dan memelototi keduanya hingga Adrian dan Bara diam.
Ternyata bukan hanya memperingati agar diam saja, tapi Kirani memberitahu kalau Jajaka Purwa dan Asih sudah datang.
Semuanya melongo melihat kedua pengantin baru itu. Jajaka Purwa memegang tangan Asih sambil berjalan.
Sungguh keuwuan yang menjijikkan di mata Adrian dan Bara yang juga melihatnya.
Di mata Kirani dan Monika adalah suatu penghinaan bagi mereka. Seolah sekarang hanya Asih yang menjadi istri dari suami mereka itu.
Adrian dan Bara kemudian langsung menyimpan handphone mereka di saku celana.
'Dasar si muka dua, bisa-bisanya dia sekarang sudah mengambil hati suamiku. Lihat saja Asih, aku gak akan biarkin kamu nyaman di rumah ini,' gumam Monika sembari melihat Asih penuh dendam.
Itulah Monika, yang tidak bisa menutupi kebenciannya. Beda hal dengan Kirani yang kini menyapa suami dan istri ketiganya dengan ramah.
"Akhirnya, pengantin baru datang juga. Ayo Asih duduk!" ucap Kirani penuh senyum.
Asih pun mengangguk, dia duduk di dekat Monika dan di depan Bara karena kursi di sampingnya yang menjadi sekat Asih dengan Monika dilarang ditempati karena itu adalah kursi milik Hani.
Hani tidak suka jika ada orang yang menempati tempatnya. Saat Asih duduk, tatapan Bara membuatnya ingin menoleh.
Bara terlihat sangat marah dan memengang sendok dengan mengepalnya erat.
"Asih!" panggil Jajaka Purwa setelah Asih duduk.
Asih menoleh. "Ya, Tuan?"
Semuanya memerhatikan dialog mereka berdua.
"Pindah dudukmu di kursi Hani," titahnya.
Semua orang terkejut, tapi kejutan yang memisahkan dua kubu. Sebab Kirani, Adrian, dan Bara sangat senang karena itu adalah tempat duduk Hani sedangkan Monika sungguh tidak suka.
Kirani, Adrian, dan Bara sungguh tahu bagaimana marahnya saudara tiri mereka kalau tempat duduknya diduduki. Bara terbesit rencana untuk memanas-manasi Hani nanti.
"Kalau si Hani tahu, udah uring-uringan dia," bisik Bara pada Adrian.
Adrian pun sepaham, keduanya sangat senang jika saudara mereka uring-uringan.
Hani sudah seperti macan betina yang garang, dia juga sering seenaknya terhadap para pelayan dan itu adalah tontonan menarik bagi Bara dan Adrian.
Suaranya yang cempreng dan wajahnya yang selalu memerah adalah satu hiburan di tengah kehidupan keluarga yang amat serius ini.
Walaupun mereka berdua juga selalu bergesekkan dengan Hani, tapi harus mereka akui semenjak Hani keluar negeri rumah selalu hening. Tampak berbeda. Sepi.
Biasanya pagi hari Hani sudah membuat keributan dengan menjerit-jerit tidak jelas. Entah teriak-teriak menyuruh pelayan ataupun marah-marah karena pelayanan para pelayan yang tidak bisa memuaskannya.
Menurut Adrian dan Bara, Hani memang tidak akan pernah puas. Sekecil apa pun itu selalu diperbesar olehnya, kadang mereka suka mengkhayal bagaimana calon suami Hani nantinya.
Adrian berani taruhan kalau suami Hani nanti tidak bisa membantah keinginan Hani, dia lama-lama stress dan bunuh diri, itulah ramalan Adrian terhadap kehidupan masa depan saudara tirinya.
Berbeda dengan Bara yang lebih menginginkan Hani jera. Bara meramal jika Hani akan menikah dengan orang yang lebih emosional daripada Hani.
Hingga sepanjang hidup Hani tersiksa. Dia juga akan didua, ditiga atau dibagi empat oleh suaminya. Itulah dugaan Bara terhadap masa depan saudara tiri mereka--Hani.
Asih sempat menolak karena dia tahu kursi itu adalah kursi anak tirinya yang rewel karena Asih sudah diberitahu oleh Monika sebelumnya.
Tapi Asih menuruti perintah suaminya itu. Tapi saat Asih mau duduk, Monika bersuara.
"Sayang, gimana kalau Hani tahu? Dia pasti marah," ucap Monika dengan rasa cemas.
Kirani begitu senang melihatnya. Dia menahan tawanya, sedang Jajaka Purwa acuh, bahkan dia tidak memedulikan itu.
"Hani tidak ada di sini. Dia tidak akan tahu kalau kamu tidak memberitahunya," balas Jajaka Purwa datar. "Sudah Asih, kamu duduk saja," titahnya lagi pada Asih yang masih berdiri dan belum duduk.
Bara menatap Asih. Di pikirannya terus saja menduga-duga tentang ibu tirinya itu.
'Parah, dia sok polos sekali,' ucap Bara dalam hati.
Melihat Asih yang kikuk dan sangat mendengarkan ucapan Jajaka Purwa tanpa membantah, membuat Bara semakin tidak menyukainya karena Asih terlihat seperti seorang budak.
Lebih rendah dari dirinya. Budak yang bebas diperintah apa saja hingga Bara pun punya rencana untuk besok. Asih yang mudah disuruh oleh siapa pun, termasuk oleh Bara—anak tirinya sendiri.
Asih pun duduk. Monika sangat tidak senang dengan itu. Dia membuang wajahnya.
Tanpa memedulikan istri pertama, Jajaka memulai makan dan diikuti yang lainnya.
Di sepanjang waktu mereka makan, Jajaka Purwa begitu perhatian pada Asih. menawarinya makan tambahan, menuduh-nuduh hidangan yang masih belum Asih jamah, dan bahkan mengingatkan Asih minum, takut tersedak.
'Berlebihan,' dengus hati Bara, dia tidak suka melihatnya.
Bara dan Adrian terus memerhatikan Asih dengan hati mereka yang tidak henti-hentinya mengumpat karena benci.
Kirani dan Monika juga berdebat dengan hati dan pikiran mereka sendiri. Otaknya diputar agar ide-ide jahat bermunculan di kepala mereka.
***
Alfred dan Bella kemudian keluar kamar dan turun ke lantai bawah di mana orang tua mereka masih mengobrol.
Terlihat orang tua Alfred sangat angkuh, tapi melihat anaknya Alfred dan Bella yang saling bergandengan turun dari tangga mereka terkejut. Lusi sangat senang meihat anaknya menuruti perintahnya.
"Tuh kan apa saya bilang. Emosi mereka masih labil, jadi wajar kalau mereka berdua putus nyambung," ucap Lusi dengan senyum kemenangan.
"Aku pulang ya, Sayang," ucap Bella, "kamu jangan sakit lagi, kemarin aku cuman emosi kok."
Alfred sangat senang melihat Bella yang bersikap manis padanya, walaupun Alfred tahu kalau Bella terpaksa berdrama.
Tapi Alfred tidak mempermasalahkan itu, yang penting baginya Bella sudah mau kembali dengan Alfred.
"Seneng deh lihat kalian akur lagi." Lusi kembali berucap.
Orang tua Alfred masih diam, mereka masih menyimak keadaan yang sedang terjadi.
Ada hal yang aneh yang terlihat. Tapi mereka juga senang jika anaknya--Alfred kembali berbaikan dengan Bella, perempuan yang sangat Alfred suka.
"Awas ya kalau kalian putus nyambung terus," ucap Margaret--ibu Alfred sedikit ketus sambil melihat Bella. Bella hanya diam, ibunya kemudian merangkul anaknya itu.
"Tenang Jeng, Bella gak akan ngulangin lagi. Ya, kan Bell?" tanya Lusi.
Bella mengangguk, dia tidak berani menatap kedua orang tua Alfred. Ditambah hatinya sekarang sedang gundah, dia harus kembali menjalin cinta dengan Alfred dan benar-benar merelakan Bara dekat dengan Rani.
Padahal sebelum ke sini, Bella sudah mengancam Rani habis-habisan di whatsaap. Tapi Bella tidak punya piilihan.
Dia juga tidak mau perusahaan ibunya bangkrut dan Bella sangat takut ibunya nanti jadi gelandangan.
Bella bisa saja pergi ke tempat tinggal ayahnya. Tapi Bella juga tidak ingin meninggalkan ibunya sengsara.
Dia juga akan malu jika teman-teman sekolahnya tahu kalau Bella jatuh miskin.
Bella dan ibunya kemudian pamit pulang. Alfred dan orang tuanya juga mengantar sampai teras rumah.
Alfred memegang tangan Bella dan membawa Bella menjauh beberapa langkah dari orang tua mereka.