Saat ini, Alfred memberi interupsi pada semua murid, Bara dan teman-teman yang berpihak padanya sungguh muak melihat gaya songong Alfred di depan kelas.
"Datang-datang bikin heboh, bukannya dia kemarin sakit? Dasar drama!" celetuk Hilman sembari masih mengunyah kwaci yang sengaja dituang ke atas kertas buku untuk sama-sama dinikmati oleh teman-temannya yang lain.
Bara pun acuh tanpa melihat lagi drama Alfred dan Bella di depan kelas, dia juga turut mengambil kembali kwacinya. Mengunyahnya dengan n ikmat.
Asih memerhatikan Alfred, dia yakin kalau Asih baru hari ini melihat lelaki itu.
"Dia siapa?" gumam Asih. Tobi yang duduk di sampingnya pun kemudian menjawab.
"Dia Alfred, orang ketiga di dalam hubungannya Bella dan Bara," bisik Tobi agar Bara tidak mendengar.
Asih terkejut, ternyata kehidupan romansa anak tirinya begitu menyakitkan, seganteng dan sekaya Bara pun pernah diselingkuhi.
"Abisnya sih emosian," celetuk Asih.
"Ah? Apa, Asih?" tanya Tobi yang mendengarnya samar-samar. Asih menyeringai.
"Hehe, enggak Tobi. Aku cuman bingung kenapa si Fira kok belum datang ya?" Asih mengelak.
Tapi Tobi tidak mempermasalahkannya. Dia percaya.
"Oh si Fira emang suka datang pas bel masuk, sudah biasa diamah," jawab Tobi.
Asih pun mengangguk-angguk, Fira memang teman sebangkunya yang sangat aneh jadi wajar kalau masuk kelas pun juga tidak bareng dengan yang lain.
Alfred semakin memegang erat tangan Bella, berusaha menunjukkan keromantisannya di depan semua orang. Dia pun menatap Bara yang sepertinya tidak bisa terpancing kali ini.
"Ada apa, Al? Ngapain lo di depan sama Bella, kayak di pelaminan aja," celetuk salah seorang murid dari mereka.
"Kayaknya ada sesuatu deh," timpal lagi teman sebangkunya sembari tertawa.
Mereka juga sama-sama memancing amarah Bara karena keduanya adalah orang yang berada di pihak Alfred. Vino dan Alex.
Hilman dan Tobi memerhatikan wajah teman mereka, Bara yang masih kalem … masih nikmat mengunyah kwaci.
Mereka takut kalau Bara emosi, dan Alfred habis dipukulnnya. Terlebih, tempatnya tidak pas.
Ini di sekolah, bukan di jalanan yang biasa dipakai mereka untuk tawuran … mereka juga sulit membantu Bara karena takut diskorsing pihak sekolah.
Sudah pernah diskors di kelas sepuluh dan di kelas sebelas dan diancam oleh orang tua mereka masing-masing dalam pengurangan uang jajan. Itu membuat mereka kapok.
Kalau Bara enak, keluarganya selalu tidak mempermasalahkan soal skorsing yang didapatkannya.
Ayahnya turun tangan saja, semua sudah beres tanpa bekas.
Kuasa orang yang berkuasa memang beda, tapi bukan berarti Tobi dan Hilman tidak kaya. Orang tua mereka kaya, bedanya orang tua mereka lebih mementingkan pendidikan.
Dan sangat akan merasa malu jika anak-anaknya terlibat masuk ke jajaran murid-murid bercap merah di sekolah.
"Hemmm." Alfred berdeham sebelum bersuara. "Di sini gue mau ngumumin kalau gue dan Bella udah balikkan." Dia tersenyum puas.
Semua murid bergemuruh, bersorak-sorai. Gengs Bella yang masih mematung di lawang pintu pun bertepuk tangan.
Walaupun Ica tidak paham, tapi dia juga ikut memeriahkan suasana dengan hebohnya.
Keyla dan Tata masih menatapnya tidak suka, dan Ica mengerutkan bibirnya.
"Balikkan aja bangga," celetuk seorang laki-laki tanpa merasa bersalah sama sekali.
Dia juga masih santai menikmati kwaci bersama teman-temannya.
Alfred emosi, tangan sebelahnya mengepal. Bella tidak ingin terjadi perkelahian, dia pun membisik pada Alfred untuk tidak begitu menanggapi Bara karena sekarang Bella sudah menjadi miliknya.
Alfred pun sedikit luluh dan berniat menambahkan informasi lanjutan pada semua orang di kelas itu.
"PJ, PJ, Peje!" sorak sorai murid lainnya yang meminta pajak jadian mereka.
"Dasar si Bara tak tahu diri," seru Alfred pelan. Bella yang berdiri di sampingnya hanya diam saja mendengarnya.
Lalu, Alfred memandang kembali semua orang dan mencoba melupakan Bara dulu.
"Tenang-tenang," ucap Alfred melerai keributan, sembari melirik Bara dia pun menggelegarkan ucapan lanjutannya, "hari ini semuanya gue traktir di kantin," katanya, "sepuasnya." Alfred membuat penekanan di kata akhir.
SEPUASNYA!
Semuanya semakin ribut dan heboh, ada yang memutar-mutar jaketnya di udara saking senangnya mendapat traktiran dari Alfred.
Ada yang bersiul dan ada juga yang saling tos.
Mendapat traktiran memang memberikan kepuasan tersendiri bagi para murid untuk menghemat uang jajan mereka apalagi jajan sepuasnya, tidak akan mereka sia-siakan.
"Wih, lo mau enggak tuh?" celetuk Tobi dan Bara langsung merangkul lehernya.
Tobi terkekeh, Hilman tertawa melihat wajah Tobi yang polos itu. Tobi langsung meminta ampun pada Bara.
"Hehe, maaf King Bara. Just kidding tke joking and … hampura, King." Tobi menambah humor permohonan maafanya agar Bara tidak terlalu serius.
"Lo kayak enggak punya Bos aja. Emang gue enggak mampu apa traktirin lo sepuasnya? Hah?" Bara berucap pelan dengan gertakan giginya yang terdengar.
"Hehe, maaf King Bara cuman bercanda kok." Tobi kembali meminta ampun.
Bara kemudian mengulek kepala Tobi dan Hilman terus mengompor-ngompori.
"Siksa terus Bar, siksa, haha!"
Tak lama, bel masuk pun berbunyi.
Bara langsung melepaskan rangkulan ancamannya pada Tobi itu.
Dan benar kata Tobi pada Asih. Fira datang bersamaan bel sekolah tanda masuk.
Asih memerhatikan langkah Fira yang datang dari luar kelas menuju kursinya. Tobi yang sudah smembawa kursinya sendiri dan duduk dekat Asih pun disuruhnya untuk minggir.
"Awas, bisa minggir enggak?" Fira terlihat mengancam.
Asih masih memerhatikan gerak-geriknya. Asih merasa aneh, karena walaupun Fira sering dibully, tapi dia terlihat sangat berani mengusir Tobi.
Tobi pun langsung pergi setelah dia mengangguk-angguk dan tersenyum seperti orang ketakutan.
Fira kemudian menatap Asih, memberi isyarat kalau Asih harus keluar dulu agar dia bisa masuk dan duduk di kursinya yang dipojok itu.
Fira tidak ingin berhimpitan. Asih pun keluar dari himpitan bangku dan kursi duduknya, mempersilakan Fira untuk masuk.
Setelah Fira duduk, Asih bertanya. Asih tidak kapok untuk terus melontarkan kata tanya pada temannya yang tidak menganggap keberadaan dirinya sebagai teman sebangku.
"Kamu … kenapa datang pas saat bel masuk?" tanya Asih, melirik bola mata Fira yang menatapnya dengan ekspresi biasa saja sebelum dia emosi dan Fira membanting tas gendongnya ke mejanya.
"Emang lo siapa gue sih? Emang gue harus laporan dulu ke lo gituh, apa-apa yang ingin gue lakuin sampai masuk kelas pun. Iya?" bentak Fira cukup keras, semua orang bahkan melirik mereka berdua.
Bara pun sama, entah kenapa juga dia melihat Asih yang dibentak seperti itu oleh Fira tiba-tiba timbul rasa iba padanya.
Padahal Bara juga sama halnya dengan Fira, memperlakukan Asih tidak begitu baik.
Tapi fokus semua murid kemudian beralih pada guru pengajar yang masuk.
Mereka kemudian duduk rapi dan mulai membuka buku pelajaran masing-masing.
Ingin sekali Asih mengucurkan air matanya. Tapi dia memilih untuk tegar.
Fira juga kemudian mengacuhkan Asih dan membuka buku pelajarannya masih dengan rasa kesal.
Asih pun juga ikut membuka tasnya dan mengambil buku pelajaran, mencoba menganggap bentakkan Fira tadi hanya ilusi saja. Dia tidak boleh merasa sakit hati.
Setelah dua mata pelajaran berlangsung, bel istirahat pun berbunyi.
Seperti biasa, semua murid mulai berduyun-duyun keluar kelas untuk menyerbu kantin.
Menagih janji Alfred yang akan mentraktir mereka sepuasnya.
"Ayo kita jajan sepuasnya hari ini," ucap Alex dengan melambaikan tangan ke semua orang.
Hampir semuanya ikut, terkecuali geng Bara, Asih, Fira dan juga Hasan.
"Gue mau dua porsi Al, boleh ya?" Terdengar tawaran teman-taman yang lainnya.
"Gue, juga."
"Al, boleh dong kami jajan seblak sepuasnya?"
"Boleh," jawab Alfred terlihat bangga pada dirinya sendiri.
"Asik, cus kawan-kawan!" Semuanya girang.
Masalah gratisan, anak IPS memang selalu suka. Number one, engga bakal mereka lewatkan.
Alfred merangkul Bella dengan sengaja dan kebetulan Bara juga melihatnya.
"Pokoknya borong deh, sampai semua jajanan kantin habis juga tak apa," balas Alfred songong sembari melirik Bara.
"Kalau kita gimana, Al? Dimaafin enggak?" Keyla dan Tata memelas.