Alfred melirik Bella yang bersembunyi di ketiaknya (dirangkul), Bella mengangguk itu artinya menyuruh Alfred untuk memaafkan kedua teman Bella yang asal jeplak saja tadi, tentunya demi Bella apa pun Alfred akan turuti.
"Iya, karena kalian teman-teman Bella. Jadi gue maafin."
"Asik," ucap Keyla dan Tata barengan sambil tos.
Ica melongo karena sedari tadi dia dicuekin oleh mereka.
"Yuk, Key kita duluan sebelum penuh." Tata mengajak sembari menarik tangan Tata.
"Lah, kok aku ditinggal. Tunggu!" Ica menyusul mereka terburu-buru.
Sebelum Alfred dan Bella benar-benar pergi. Alfred melihat ke arah Asih.
Wajah yang asing menurutnya, bersamaan dengan itu Asih juga melihatnya dan kemudian menundukkan kepala karena takut dan juga malu.
Tatapan Alfred sangat menakutkan bagi Asih. Wajah bulenya begitu tegas dan permusuhannya dengan Bara juga dapat dirasakan olehnya.
Ketika Alfred melirik Asih, bersamaan Bella melirik Bara yang tidak menggubris langkahnya.
Bara pura-pura anteng mengobrol dengan Hilman dan Tobi.
Sesudah hening, Alfred dan Bella keluar, disusul Bara dan dua temannya—Hilman dan Tobi.
Setelah mereka juga lenyap, Fira menyuruh Asih minggir dengan kasar dan Hasan juga terlihat menunggu Fira di dekat pintu.
Dia sekarang membuka jaketnya dan tidak menggangtungkan earphone di telinganya, bajunya juga dimasukkan ke dalam dengan rapi. Begitu enak dipandang.
"Asih," panggilnya tiba-tiba, Fira pun juga terkejut.
Asih mendongak, setelah setengah langkahnya berjalan, dia juga ingin pergi ke kantin untuk jajan.
"Iya, ada apa Hasan?"
"Kamu mau ikut kami ke perpustakaan enggak?" tanya Hasan terdengar tulus.
Asih ragu, karena Fira terlihat tidak suka dan bahkan mengutarakan ketidaksukaannya.
"Loh kok ajak dia sih? Kita berdua aja," cetusnya protes sambil memegang tangan Hasan berusaha memaksa lelaki itu untuk buru-buru pergi.
"Kasihan Fir. Kamu kayak enggak tahu aja kalau belum punya temen rasanya gimana." Hasan membela.
Tapi Asih juga tidak mau mengganggu mereka. Asih beranggapan kalau keduanya berpacaran dan Asih tidak ingin jadi nyamuk.
"Hehe, enggak apa kok Hasan. Aku mau jajan ke kantin. Terima kasih tawarannya, permisi." Asih melewati mereka.
"Ta-tapi," ucap Hasan terbata-bata, "kalau udah jajan dan kamu mau mengobrol sama kami. Kami ada di perpustakaanya, kamu boleh datang kok," teriak Hasan dari belakang.
Asih hanya mengacungkan jempolnya pada Hasan dan Fira yang masih dengan ekspresi tidak sukanya sambil menyubit tangan Hasan.
"Kamu ih, kenapa ngajak dia sih?"
"Kasihan, Fir."
"Hidup kita udah tenang sekarang, jangan nambah-nambah deh ah." Fira kemudian berjalan duluan menuju perpustakaan dengan kesal.
Hasan yang sudah terbiasa dengan sikap Fira hanya tersenyum saja dan menguntit perempuan itu dari belakang.
"Ye … marah." Hasan tertawa kecil.
Sementara itu Asih yang sudah ke kantin sendirian merasa bingung.
Asih celengak celinguk, kantin begitu ramai sekali.
Padat dengan orang-orang yang ditraktir oleh Alfred. Tapi, melihat ke sana kemari, Bara dan teman-temannya, Hilman dan juga Tobi tidak ada di sana.
"Ke mana mereka?" gumam Asih sambil masih melirik-lirik bangku yang sudah berjajar padat oleh anak-anak sekolah.
Seperti semut yang bergantian membawa makanan, padat merayap dengan pemandangan di tangan mereka yang hampir semuanya tengah memegang sesuatu.
Entah itu minuman, mangkuk, dan bahkan yang masih memegang uang mereka karena belum mendapat pelayanan dari sang pedagang.
Asih jadi teringat SMA-Nya dulu. Kondisi yang sangat jauh berbeda, bukan semata-mata fasilitas dan gaya setiap siswa dan siswinya.
Hanya saja, status Asih di balik seragam anak SMA. Dia sudah bukan lagi perawan, bukan lagi anak mama papa yang sepulang sekolah berteriak-teriak mencari keberadaan kedua orang tuanya.
Kini situasi dan kondisinya sangat berbeda. Biasanya, kalau di sekolahnya dulu saat istirahat—Dandi, pacarnya selalu mengunjungi Asih di kelas hanya untuk sekedar menyapa.
Lelaki yang setahun terakhir menjadi pacar yang baik bagi Asih, tidak dapat lagi dilihatnya sekarang.
Bahkan, Dandi telah berjanji akan membebaskan Asih dari jeratan si Tuan tanah itu.
Tapi sampai saat ini Asih masih belum mendapat kabar darinya, begitupun dari Neneng, teman dekatnya sendiri.
"Kamu cari siapa? Si Bara?" pertanyaan yang membuat kepala Asih refleks menengok ke belakang, ke posisi di mana lelaki itu tengah berdiri sekarang.
Tidak hanya sendiri, dia bersama kekasihnya dan dua bodyguardnya, Vino dan Alex.
Sedangkan geng bella, sudah sibuk bersama murid-murid yang lain berdesakkan memesan pesanan mereka.
Menambahkan micin, saus, dan lada sesuai selera.
Bella tersenyum pada Asih. Di bahu kanannya terdapat lengan Alfred yang menyampai.
Sungguh memperlihatkan dua sejoli nakal, itulah yang terbesit di benak Asih.
Walaupun Asih juga pacaran, tapi dia tidak pernah dirangkul seperti itu oleh Dandi.
Dandi terlalu baik untuk melakukan hal-hal macam-macam pada Asih, termasuk memegang tangannya saja belum pernah.
Asih ragu untuk menjawab. Tapi dia usahakan.
"Mmm, enggak aku cuman pengen jajan."
Bibir Alfred menurun, menampakkan wajah meremehkan.
"Sok aja, mau pesen apa? Kan lo tahu gue tadi udah bilang, gue traktir semua orang. Termasuk lo, biarpun lo sepupunya si Bara."
Bella hanya diam, dia sudah seperti seorang penari yang tunduk patuh di samping Rajanya.
Asih tidak tahu apa yang sudah terjadi antara Bella, Bara dan Alfred. Tapi ekspresi Bella seratus delapan puluh derajat berbeda dari kemarin.
Apakah dia tidak senang balikkan sama Alfred? Asih menduga seperti itu. Tapi kenapa Bella menurut seperti kerbau yang dicucuk hidungnya? Kan aneh.
Tapi Asih tidak ingin menghiraukan urusan orang lain. Dia hanya ingin membeli jajanan untuk pertama kalinya di sini, setidaknya meskipun dia belum punya teman dekat di sini, ada jajanan yang akan menemani kesendirian Asih.
"Enggak, terima kasih tawarannya. Permisi," balas Asih dengan bungkukkan sopan dan setelah itu menuju kantin yang menyediakan jajanan biasa seperti kebanyakan warung, karena jajanan seperti Baso Tahu, Baso Ikan, Mie Bakso dan beragam jajanan lainnya yang berkuah dan pedas itu sudah ada pelanggan setia mereka yang rela mengantre panjang.
Asih tidak ingin berlama-lama di sini.
"Dia mungkin disuruh Bara untuk tidak menerima traktiran Mister deh kayaknya," celetuk Vino sambil menyimpan tangannya di bahu Alfred.
"Betul tuh," timpal Alex.
Alfred mengira juga seperti itu, atau mungkin Asih memang cukup uang makanya dia tidak ingin yang gratisan.
Gengsi, sepupunya seorang Bara pasti menolak. Tapi, sekarang Alfred mulai tidak suka karena Vino tidak sopan padanya dengan menaruh tangannya di bahu Alfred. Memberatkan beban kehidupan saja, pikir Alfred.
Lirikan tajam mata Alfred melihat ke samping kirinya, Vino masih memandangi Asih dengan tangannya yang juga masih bertumpu pada bahu Bosnya sendiri dan asik berceloteh dengan Alex yang berdiri di samping Vino.
"Lo bisa turunin enggak tuh, tangan lo yang kotor itu?" Alfred marah.
Kedua temannya kemudian memandang wajah Bos mereka yang sudah seperti banteng yang akan menyeluduk bendera berwarna merah itu dengan ekspresi ketakutan.
Segera Vino menurunkan tangannya setelah tangan tidak sopan itu dipukul oleh temannya, Alex.
"Itu, tangan lo."
Vino terkekeh. "Hehe, maaf Bos. Oh ya Lex, lo mau pesen apa? Kita langsung aja, yuk!" Vino mengalihkan pembicaraan, daripada menunggu mulut si Alfred mengeluarkan semburan kemarahan.
Baru saja Alfred ingin mamarahi Vino. Vino dan Alex sudah terbirit-birit meninggalkan dirinya.
"Dasar, teman tak tahu diuntung." Alfred emosi.
"Sudahlah, ayo kita duduk!" ajak Bella dengan wajah cemberut.
"Hehe, iya maaf Sayang. Yuk, kita duduk."