Chereads / Asih Tanpa Kasih / Chapter 59 - Asih Menunggu Bara Menjemput Dirinya

Chapter 59 - Asih Menunggu Bara Menjemput Dirinya

Karin hanya ingin Bara tidak merasa tersudutkan olehnya.

Karin pun berucap, "oh gituh. Ya enggak apa sih. Putus dalam sebuah hubungan memang bisa saja terjadi pada setiap orang. Dan kamu bisa dapet yang lebih baik." Karin tetap memasang senyum manisnya.

Mendengar perkataan Karin itu, Bara kemudian tersenyum.

Dan lama-kelamaan, senyumnya bertambah besar lagi.

Miftah terus memandangi Bara dan Karin bergiliran. Dia takut Bara berkata yang tidak tidak sekarang.

Dilihat dari wajahnya yang mulai berubah dan tampaknya, Bara mencibir ucapan Karin barusan.

"Hemm, ya. Mungkin bukan jodoh," ucap Bara.

Bara menatap Miftah dengan pandangan sinisnya. Lalu, kembali menatap pada Karin.

"Mmm, lalu … gimana hubungan kalian?" tanya Bara.

Tatapannya tajam dengan sunggingan senyum yang terlihat meledek.

Miftah dan Karin pun sama-sama melongo karenanya.

Mereka tidak tahu apa yang Bara tanyakan pada mereka.

"Hubungan?" Karin mengerutkan sebelah alisnya tanda tak mengerti dengan apa yang Bara maksud.

"Iya. Hubungan kalian." Bara tersenyum sambil menunjuk Karin dan Miftah.

Miftah dan Karin pun akhirnya paham apa maksud dari pertanyaan Bara tersebut.

Bara sepertinya sengaja bertanya soal itu. Bara tengah meledek Miftah dan juga Karin, pikir Miftah.

"Bara!" bentak Miftah.

Miftah jadinya emosi pada Bara.

Bara masih memasang senyum mencibirnya.

"Apa? Hem? Kalian itu saling suka, kan? Kenapa tidak jadian saja?" Bara jadi mengungkit masa lalu.

Bara tahu kalau Miftah juga menyukai Karin. Tapi Miftah tidak ingin menjalin hubungan apa pun dengan Karin.

Karena rasa suka Miftah pada Karin itu lebih besar menjadi sahabat daripada menjadi pasangan.

"Bara, cukup!" bentak Miftah lagi, "kau ini seperti anak kecil saja ya. Apa tidak pernah terbesit di pikiranmu untuk menjadi lebih dewasa? Apa pantas pertanyaanmu itu tadi, hem? Ini hari Karin kembali lagi ke sini. Kenapa kau malah membahas soal hal itu? Kau benar-benar sudah –"

Miftah berhenti bicara.

Dan Bara semakin tertawa.

Sementara itu, Karin diam seribu Bahasa. Karin jadi kembali mengingat soal masa lalu mereka saat Karin tahu kalau Bara dan Miftah bertengkar karenanya.

Bara dan Miftah malah berdebat.

"Hey, kenapa lo nyolot gituh, Mif? Gue cuman tanya doang kok. Apa susahnya sih kalian jawab, hah? Gue jadi curiga kalau –" Bara sangat ingin melampiaskan amarahnya sekarang.

Namun, ucapannya terhenti sebab dia melihat Karin yang menangis sesenggukan dan memarahi keduanya.

"Diam! Kalian kenapa sih hah? Kalau di depan aku pasti suka bertengkar kayak gini? Sepertinya memang aku gak perlu pulang ke Indonesia. Lebih baik aku di singapura sampai mati." Karin emosi.

Bara dan Miftah pun terkejut atas apa yang Karin ucapkan barusan.

Miftah juga sangat takut kalau pertengkaran mereka terdengar oleh para orang tua yang sekarang tengah sibuk di dapur dan di ruang keluarga.

Sementara Bara, Miftah dan Karin sekarang tengah mengobrol di atas balkon.

"Karin, apa yang kamu ucapkan barusan? Itu gak baik." Miftah menegur dengan nada suara yang lembut dan penuh kekhawatiran.

Miftah sudah tahu soal Karin dari kedua orang tua Karin. Sedangkan Bara belum tahu apa pun.

***

"Kenapa lama?" tanya Hasan setibanya Asih menghampiri dia dan Fira di perpustakaan.

Asih kemudian duduk. Asih belum menjawab pertanyaan Hasan. Asih menghela napas panjang dulu.

"Cape? Kamu lari-lari ke sini, Asih?" Kali ini Fira yang bertanya.

Asih mengangguk. "Iya, takutnya kalian nunggu. Maaf ya. Tadi Bella ajak dulu aku ngobrol. Aku juga sempat diajak dia ke kantin. Jadinya lama." Asih tersenyum pada keduanya.

Fira dan Hasan saling tatap sebelum mereka berkomentar atas cerita Asih yang dicegah untuk datang ke sini oleh Bella.

"Si Bella kayaknya ada maunya deh. Emang dia tanya apa aja ke kamu?" Fira kembali bertanya.

Fira kemudian memberi Asih minuman botol dan beberapa cemilan yang sudah dia dan Hasan beli tadi.

Itu juga atas dasar patungan bersama antara Asih, Fira dan Hasan.

Setelah menyedot minumannya dengan sedotan, Hasan pun berucap mendahului Asih.

"Pasti soal Bara, iya kan?" Hasan pikir begitu.

Bella pasti lebih mengkhawatirkan soal Bara yang mendapatkan hukuman skorsing. Daripada mengkhawatirkan pacarnya sendiri—Alfred yang juga sama-sama mendapatkan hukuman skorsing.

Asih menatap Hasan. Dia cukup terkejut karena tebakkan Hasan benar. Feeling Hasan memang bagus. Hebat sekali.

Tapi, setelah dipikir-pikir oleh Asih. Mungkin memang mudah untuk menebak apa yang Bella tanyakan pada Asih.

Sebab semua orang sudah tahu kalau Bella adalah mantannya Bara yang sangat mengharapkan kembalinya hubungan Bella dan Bara seperti dahulu.

Jadi, wajar kalau Hasan bisa menebak ke arah mana obrolan Bella dengan Asih.

"Ya, begitulah. Soal kemarin. Dia minta maaf." Asih tidak menceritakan semuanya pada Hasan dan Fira.

Menurut Asih, tidak perlu diceritakan juga semua obrolan Asih dan Bella. Cukup hal dasarnya saja.

***

Asih terus saja melihat ke handphone-nya yang sekarang tengah dia pegang.

Asih melihat waktu yang tertera.

Sudah lebih dari dua puluh menit dia menunggu kedatangan Bara yang kata suaminya—Jajaka Purwa. Bara akan menjemput Asih ke sekolah.

Selama Bara diskorsing, Bara bertugas untuk mengantar jemput Asih.

Itu juga sebagai hukuman dari sang ayah—Jajaka Purwa.

Dan Bara, selaku anak harus menanggung risikonya. Dia harus patuh atas perintah sang ayah.

Karena kalau tidak –Bara akan hidup sengsara tanpa aliran dana dari ayahnya yang selama ini menanggung kehidupan Bara dari berbagai macam kebutuhan Bara.

Dari sandang, pangan dan papannya. Kebutuhan Bara selalu tercukupi.

"Macet atau apa sih sebenarnya? Kok dia belum datang?" Asih takut jika Bara sengaja menjemputnya telat agar Asih menunggu lama.

Bara sepertinya senang membuat Asih jengkel padanya, pikir Asih.

Sekolah juga perlahan sepi. Hanya tersisa anak-anak yang berkegiatan. Ekstrakulikuler saja.

Selebihnya, semua murid sudah pada pulang.

Sampai-sampai, pak Satpam sekolah pun menanyai Asih. Kenapa dia dari tadi berdiri dekat gerbang dan tak kunjung pulang.

"Nona, kenapa masih mematung di sini? Emangnya nungguin siapa? Ayahnya belum menjemput ya?" tanya sang Satpam peduli.

Asih nyengir sempurna. Asih yakin kalau satpam pun melihat Asih aneh karena masih mematung sampai sekarang.

Sekarang, sudah satu jam penuh Asih mematung. Terlihat seperti orang yang tanpa tujuan.

Dan bisa mirip seperti anak kecil yang dibuang oleh orang tuanya. Terlihat bingung.

"Oh, hehe. Ini, Pak. Aku nunggu sepupuku, Bara," jawab Asih.

Menyebut kata sepupu, Asih sendiri sedikit tidak nyaman karena itu adalah kebohongan.

Tapi Asih harus bertahan dengan kebohongannya itu. Entah sampai kapan, Asih pun tidak tahu.

Sang Satpam pun baru sadar siapa Asih.

"Oh, iya. Kamu anak baru yang katanya sepupu si Bara itu ya? Bara dapat skorsing, kan?" Sang Satpam tahu itu.