Chereads / Asih Tanpa Kasih / Chapter 62 - Karin dan Miftah Mengenang Sikap Bara

Chapter 62 - Karin dan Miftah Mengenang Sikap Bara

Pak Subagja menangkap kunci mobil yang dilempar oleh Bara dengan susah payah. Untungnya, dia bisa menangkapnya tepat sasaran.

Pak Subagja pun memberi hormat pada Bara dan kemudian mengangguk.

"Siap laksanakan, Tuan Muda," ucap pak Subagja semangat.

Sesudah itu, Bara pun langsung berlari menyusul Asih.

Bara berlari menyusuri kooridor rumahnya yang sangat luas itu.

Bara tahu ke mana Asih pergi. Pasti, dia langsung menuju kamarnya.

Bara pun berbelok ke arah sana. Dan dilihatnya, Asih tengah berjalan gontai menuju kamarnya yang masih jauh.

"Asih! Woy, berhenti!" teriak Bara.

Tapi Asih tidak mau berhenti. Dia mengacuhkan Bara yang terus mengejarnya.

Sampai Bara berhasil mengejar Asih. Bara langsung menarik pergelangan tangan kanan Asih sampai tubuh Asih pun berbalik karena tarikan Bara cukup bertenaga.

Dan tanpa sengaja, tubuh Asih yang sudah lemas itu terjatuh ke pelukan Bara.

Kedua mata mereka jadinya beradu pandang.

Kepala Bara menunduk melihat wajah Asih yang posisinya lebih rendah dari wajah Bara. Sedangkan Asih yang tingginya tidak melebihi Bara itu mendongak melihat wajah Bara yang lebih tinggi darinya.

Lalu, selang beberapa detik kemudian. Keduanya pun saling melepaskan diri dan sama-sama menepuk-nepuk tubuh mereka sendiri seperti mengusir debu.

Nampaknya, masing-masing menganggap satu sama lainnya adalah najis yang kalau sampai bersentuhan harus dilakukan penyucian kemudian.

"Apaan sih kamu, Bar!" Asih cemberut.

Asih juga masih menepuk-nepuk tangan dan pahanya yang tadi sudah bersentuhan secara intim dengan tubuh anak tirinya sendiri—Bara.

Sedangkan Bara melotot. Dia sudah berhenti menepuk-nepuk tubuhnya sendiri.

"Jangan kegeeran! Gue aja jijik deket-deket sama lo! Najis tralalala, tahu!" Bara mendelik tidak suka atas ucapan Asih barusan yang terdengar sungguh tinggi. Sombong, pikir Bara.

"Ish!" Asih mendengus sebal.

Lalu, Asih kembali melanjutkan langkah kakinya. Asih ingin segera mandi, lalu setelah itu ganti baju.

"Heh, awas ya! Awas lo kalau ngadu yang enggak enggak ke Ayah gue," teriak Bara lagi.

Sementara itu, Asih terus melanjutkan langkahnya. Asih tak memedulikan Bara.

Diancam seperti itu, Asih pun langsung membalik badan menghadap pada Bara.

Sambil berjalan mundur, Asih menjulurkan lidahnya pada Bara pertanda bentuk cibiran.

Dan setelah itu, Asih membalik lagi badannya dan berjalan lurus.

Bara tak percaya dengan apa yang Asih lakukan barusan.

"Anjir! Tuh anak mau gue tampar kali ya? Bisa-bisanya dia menjulurkan lidah ke gue. Makin ke sini makin berani aja tuh si Asih. Kampret!" Bara uring-uringan sendiri.

Asih yang tahu kalau Bara sedang mengumpat dirinya pun hanya tersenyum-senyum saja.

Asih sengaja menjulurkan lidahnya pada Bara agar Bara tidak merasa paling hebat. Agar Bara tahu, kalau Asih pun juga bisa melawannya. Asih tidak takut pada Bara.

***

Di rumah Karin. Miftah belum pulang.

Miftah dan Karin tengah mengobrol berdua.

Awalnya, mereka bercerita seperti biasa.

Miftah menceritakan setiap pengalaman menariknya yang mampu membuat Karin tertawa.

Itulah sisi kepribadian Miftah yang membuat Karin menyukainya.

Bersama dengan Miftah, Karin terasa mempunyai seluruh dunia dengan isinya.

Tapi tidak menampik kalau Bara pun juga bisa membuat Karin trtawa dengan beragam tingkahnya.

Hanya saja, itu dulu. Setelah Bara tahu kalau perasaannya pada Karin bertepuk sebelah tangan. Bara menjauh. Dia mulai berbeda.

Namun, dari kecil. Miftah memang sudah terlihat dewasa daripada Bara.

Miftah selalu peka dengan situasi. Termasuk peka terhadap perasaan Karin yang sedari tadi tidak nyaman karena Bara pergi dengan kemarahan.

Miftah tahu. Meskipun Karin tidak bisa membalas perasaan Bara dulu padanya.

Karin sangatlah menyayangi Bara. Bedanya, Karin menaruh perasaan lebih pada Miftah.

Setelah Miftah cukup banyak bercerita.

Dan di saat Miftah masih tertawa, Karin sudah lebih dulu menghentikan tawanya.

Karin tidak bisa melepaskan pikirannya pada Bara. Dan Karin sangat penasaran dengan kehidupan Bara setelah Karin pergi ke singapura.

Karin meminta Miftah untuk bercerita soal Bara, dimulai dari pertanyaan soal Bella yang tadi terasa masih menggantung.

"Sebenarnya, kenapa Bara dan Bella putus?" tanya Karin tiba-tiba. Karin pun tersenyum. Dia sebenarnya sedikit malu bertanya soal Bara. Takutnya, Miftah berpikiran yang tidak tidak padanya. "Mmm, bukan maksudku ingin ikut campur. Aku hanya –" Karin terdiam. Dia tak jadi melanjutkan ucapannya.

Mendengar pertanyaan dari Karin soal Bara dan melihat ekspresi Karin yang sedih.

Tawa Miftah pun perlahan mulai merosot. Miftah tahu kalau Karin ingin tahu soal kehidupan Bara. Tapi mungkin dia malu.

Miftah juga tidak mungkin menceritakan semua yang sudah terjadi pada Karin. Miftah takut Karin nantinya banyak pikiran.

Maka dari itu, Miftah hanya menceritakan beberapa penggalan cerita saja.

Miftah juga tidak mungkin bilang apa yang sesungguhnya terjadi pada Bella dan Bara. Maupun apa yang sudah terjadi pada Bara dan Miftah yang sudah tidak lagi bersama dan malah membuat gengs motor mereka masing-masing.

"Mereka tidak berjodoh. Itu saja," jawab Miftah sambil tersenyum.

Miftah seolah menyembunyikan sesuatu dari Karin. Karin bisa melihatnya.

"Mif, aku serius," kata Karin penuh penekanan sambil menatap Miftah dengan tatapan penuh pengharapan dapat menjawab pertanyaannya.

"Aku tadinya pikir Bara dan Bella itu cocok." Karin tersenyum tanpa menatap pada Miftah. Dia sedikit menunduk.

Miftah menatap Karin. Miftah bisa melihat kepedulian dalam diri Karin pada Bara. Karin pastinya mengharapkan hubungan yang bagus antara Bara dengan Bella. Sebab, itu bisa membuat Bara lebih berbahagia.

Kebahagiaan Bara, adalah kebahagiaan Karin juga.

Miftah masih menunggu Karin melanjutkan ucapannya. Miftah selalu menjadi pendengar yang baik untuk siapa pun yang pantas dia dengarkan.

"Dan aku rasa, Bara pasti kecewa karena hubungannya bisa kandas dengan Bella. Makanya, mungkin tadi saat aku tanya dia soal Bella. Bara jadinya marah." Karin merasa menyesal sudah menyinggung hubungan Bara dengan Bella.

Miftah semakin terenyuh mendengar ucapan Karin yang lirih itu.

Miftah menggeleng sembari menatap Karin lamat-lamat dengan jarak yang sangat dekat.

Miftah juga sambil memegangi tangan Karin yang kini bertumpu di kedua lututnya.

Miftah dan Karin saling tatap.

Miftah kembali menggelengkan kepalanya.

Dengan tatapan teduh, Miftah berucap, "tidak. Kenapa kamu harus menyalahkan dirimu sendiri? Sudahlah, Karin! Bara memang seperti itu. Kamu enggak perlu menyalahkan dirimu sendiri. Bara memang orang yang paling lucu karena dia paling egois, kan?" Miftah tersenyum sambil melihat Karin dengan jarak sangat dekat.

Karin pun jadinya juga ikut tertawa.

"Ya. Kau benar. Dia paling lucu karena egois." Karin jadi kembali mengingat masa-masa dulu saat bersama Bara dan juga Miftah.

Bara adalah orang yang selalu ingin terlihat paling wah, dan orang yang selalu tidak ingin mengalah di antara mereka bertiga.

Dan Karin-lah yang selalu bisa membujuk Bara jika Bara merajuk. Karena apa pun itu.

Dan Miftah, dari dulu sampai sekarang adalah orang yang selalu melindungi Bara dan juga Karin.

Miftah adalah dewa pelindung untuk keduanya.