Angga dan Adji sama-sama menatap temannya itu, yang sekarang malah cengengesan.
"Heem, terus gimana si Karin? Mau lo lupain aja?" timpal Angga.
Wajah Miftah langsung berubah saat membahas Karin.
"Enggak tahu gue, ya mungkin dicoba dulu ke si Asih. Masalah si Bara bisa diatur, toh dia juga enggak bakal ngebunuh gue kan? Dan ... jangan bahas si Karin, dia hanya temen gue doang. Enggak lebih."
"Hmmm, temen ya?" sindir Adji dan Angga barengan sambil saling tatap dan mereka menyeringai, membuat Miftah juga tertawa karenanya.
"Iya, serius gue. Masa gue bohong."
"Hmmm, serius ya?" sindir keduanya lagi.
"Iya, nggak percayaan amat kalian jadi sobat gue."
"Hmmm, iya iya … kan Bos kita ini makhluk paling jujur di antara kita. Hahahah," gelegar tawa keduanya.
Miftah pun tersenyum. "Dasar kalian!"
Selain pintar, baik, suka komunitas yang positif, Miftah memang orang yang jujur. Dia memang paling jujur di antara yang lain.
Makanya enggak salah kalau perempuan di kelas mereka pada memuja Miftah, termasuk adik-adik kelas IPA dan bahkan IPS.
"Wah, koku dah sepi jalanan? Jangan-jangan guru udah masuk? Ayo cepet-cepet!" Miftah kaget dan ketiganya dengan cepat berlari menuju kelas mereka.
"Heem, udah sepi gini."
"Tungguin gue dong!" Angga tertinggal, dia memang paling lelet di antara keduanya.
***
Saat Asih ingin masuk kelas, di belakangnya—Bella memanggil.
"Asih, tunggu!" teriak Bella.
Asih langsung berhenti dan menoleh ke belakang. Kenapa Bella belum masuk? Dia juga sendirian, ke mana gengs-nya? Aneh, bukan?
Bella berdiri tepat di hadapan Asih sekarang. Senyuman khasnya mulai ditampakkan, senyuman yang kadang membuat Asih justru risih.
Senyuman tulus enggak, senyuman bahagia juga bukan. Lebih ke senyuman kikuk tapi dimanis-manisin.
Tapi Asih berpikiran kalau itu memanglah senyuman Bella, terkadang senyuman orang kan sulit diartikan arahnya ke mana.
"Ada apa, Bell?" tanya Asih ragu.
Padahal baru saja dia ingin melangkah ke dalam kelas. Pintu kelas mereka sudah tertutup, tapi mungkin guru pelajaran selanjutnya belum masuk.
"Gue mau nanya, lo tadi … sama Miftah?" Raut wajah Bella penuh dengan kecurigaan.
'Apa dari tadi Bella merhatiin aku, ya?' Asih bergumam dalam hati, sungguh mencurigakan menurutnya.
Lagian, kalau Asih mengobrol dengan Miftah, apa urusannya dengan Bella? Apa Miftah juga mantannya?
Asih tidak tahu soal itu. Tapi dia juga tidak mungkin berbohong.
"Aku … tadi sama Mif –"
Bella menunggu jawaban Asih, tapi terlihat Asih sangat ragu untuk menjawab rasa penasaran Bella sampai suara keributan di dalam kelas terdengar keluar.
Bella dan Asih pun sangat terkejut, terdengar suara laki-laki. Apakah ada perkelahian di dalam kelas? Jika iya, itu pasti Bara dan Alfred. Suara mereka paling nyaring terdengar begitu emosi.
Tanpa menunggu jawaban dari Asih, Bella pun berlari menuju kelas dan membuka pintu lebih dulu. Asih menyusul di belakang.
"Stop!" jerit Bella ketika melihat Bara dan Alfred saling tonjok.
Asih pun sama terkejutnya. Keduanya juga mencoba memisahkan ketika teman-teman Bara dan kubu Alfred pun juga menengarai mereka.
"Bara, berhenti! Bara!" Asih juga ikut ke dalam kerumunan tersebut.
Bella mencoba melindungi Alfred dan berusaha menariknya, tapi keduanya begitu licin.
Semua orang di dalam kelas pun tidak berani melapor ke guru, hanya memperhatian sambil memajang reaksi ketakutan tapi penasaran untuk melihatnya.
Para lelaki juga mencoba melerai, tapi tetap saja susah di tengah Bara melarang mereka untuk ikut campur.
"Rasain lo!" ucap Bara.
BUKG! BUKG! BUKG!
Pukulan terus mendarat di wajah Alfred. Tapi Alfred tidak lemah, dia pun kembali memukul balik.
Bara juga terjatuh, tapi dengan kemarahan menggebu dia langsung bangkit dan membalas pukulan lebih keras.
"Hentikan!" Bella terus menjerit dan dia pun menghalangi pukulan Bara berikutnya.
"Woy, itu si Bella!" teriak Tobi.
Asih tercengang, Bella mencoba menghadang Bara dan –
Semuanya terkejut, saat pukulan itu ternyata tidak mengenai Bella yang sekarang justru sedang memeluk Alfred sambil memejamkan mata.
Bella kira dia akan mendapat tonjokkan Bara yang begitu keras itu, nyatanya justru bukan dirinyalah yang kena.
Bara seperti sudah tidak bisa bernapas lagi, pikirannya kacau. Dia akan dapat masalah besar, di sekolah sekaligus di rumah.
"Asih!" teriak semua orang, termasuk Bara.
Bara pun langsung mengangkat kepala Asih. Seketika pipinya pun membiru di bawah mata, dan dia juga tidak sadarkan diri. Bara sangat cemas. Semua murid pun berkerumun.
Fira dan Hasan yang tadi tidak ingin melihat pertempuran pun langsung berdiri setelah tahu kalau Asih terkena pukulan Bara.
Semua murid di kelas yang melihat pun syok, ini akan menambah berita kenakalan kelas mereka.
IPS selalu terkenal dengan kejadian-kejadian Tranding Topic-nya, dan itu juga selalu menyangkut Bara dan sekitarnya.
Meskipun Bara juga dicap anak pintar di kelas, tapi hanya saja sebanding dengan kenakalannya juga.
"Bar, bawa ke UKS. Takut si Asih kenapa-kenapa," saran Hilman, yang lainnya pun mengangguk.
Bara juga dengan terpaksa mengikuti saran mereka. Digendongngya langsung Asih olehnya dan Bara pun terpogoh-pogoh pergi keluar, membawa beban tubuh Asih yang lumayan berat.
Saat Bara ingin keluar dan di belakang teman-temannya juga membuntut, pak Hendi yang akan mengajar pun datag. Dia snagat terkejut melihat Bara memangku Asih.
"Misi Pak," ucap Bara melewatinya.
Pak Hendi melotot, untung sekarang pelajaran guru kocak itu. Kalau pak Gun Gun, beda lagi ceritanya. Bisa-bisa Bara dimarahi dia habis-habisan.
"Misi Pak, kami mau lewat dulu," ucap Angga ikut-ikutan.
"Saya juga Pak, absen dlu soalnya ada kejadian darurat yang tidak bisa diganggu gugat," timpal Adji mengekor keduanya paling bontot, "bye pak Hendi!"
Pak Hendi masih kebingungan, menatap mereka bertiga yang sudah pergi begitu saja.
"Ke mana mereka? Itu lagi, itu murid baru kenapa?" Dia celengak celinguk, dan murid-murid di dalam kelas pun mulai berhamburan duduk ke kursi masing-masing.
Pak Hendi pun melihat ke arah Alfred yang masih dipapah oleh kedua temannya untuk duduk di bangkunya sendiri. Bella pun duduk di bangkunya sendiri.
Ketiga temannya heboh, Keyla yang duduk sebangku dengannya pun meraba-raba tubuh Bella dan membolak-balik wajah Bella.
"Bel, lo enggak kenapa-kenapa kan? Lo enggak kena tinju?" Keyla khawatir.
Tata dan Ica pun menyodorkan badan mereka ke bangku depan, bangku Bella dan Keyla.
"Bella muka lo enggak ruksakkan?" Tata pun juga sama.
Berbeda dengan yang lainnya, Ica meraba-raba dada Bella.
"Lo ngapain sih?" tanya Keyla.
"Bell, jantung kamu aman kan? Kamu enggak jantungan, kan?" Ica bertanya ngawur dan sontak langsung mendapat bentakkan dari kedua sahabatnya itu, terkecuali Bella yang tidak ingin merespon apa pun.
Dia masih memikirkan Asih. bagaimanapun juga, Bella sudah tertolon.
"Ica!" bentak serempak, Keyla dan Tata.
Ica pun terdiam. "Apa? Gue salah lagi?" Wajahnya pun cemberut.
Ketika ketiganya meributkan soal ucapan Ica barusan yang nyeleneh, teman mereka Bella justru berdiri dari kursinya dan pergi keluar kelas.
"Bell, mau ke mana?" tanya Keyla.
"Bell?" panggil Tata juga.
"bella mau ke mana?" tanya Ica dengan wajah tanpa dosanya.
Keyla dan Tata pun langsung menatap Ica dengan penuh penghakiman, tapi itu justru membuat Ica ingin tertawa. Dia pun menyeringai.
Tapi Bella juga tidak mendengarkan teriakkan teman-temannya, dia pun memotong obrolan pak Hendi yang masih mempertanyakan kejadian pada murid yang lain.
"Pak, saya izin keluar," ucap Bella dan langsung membuka pintu setelah tadi pak Hendi menutupnya.
Tanpa menghiraukan guru itu mengizinkan atau tidak, Bella pergi begitu saja bahkan tanpa menatapnya yang masih berdiri depan papan tulis.
"Ini lagi, si Bella mau ke mana? Emangnya kalian udah ngapain aja sih sebelum bapak datang? Hah?" tanya pak Hendi, tapi yang lainnya masih bungkam termasuk Alfred di sana yang masih merasakan kesakitannya yang begitu linu. Alfred masih memegangi pipinya sendiri.
BRAKKK!