Baru saja Misaki hendak terbang keluar saat tangan dingin menahan bahunya, seketika Misaki menoleh dengan waspada dan tatapan tajamnya seketika menghilang saat dia mendapati wajah Almilan menyeringai kepadanya.
"K-kau …" ucap Misaki masih terkejut.
"Aku tahu apa yang akan kamu lakukan barusan." Jawab Amilan.
Dahi Misaki mengerut lalu detik kemudian baru menyadarinya kalau bocah di depannya ini bisa membaca pikirannya.
Sial!
"Jangan ceroboh, ada sekawanan juga di sini." Lanjut Almilan.
"Apa maksudmu? Aku hanya penasaran dengan suara barusan yang aku dengar." Jawab Misaki.
Mereka berdiri saling bersisian menatap keluar jendela kaca besar.
"Saat acara berlangsung aku dan kedua saudaraku sudah mengetahuinya bahwa ada gadis itu sudah datang ke sini."
"Maksudmu?" Misaki menoleh menatap Almilan.
"Gadis yang diinginkan semua orang bangsa kita termasuk …"
Almilan belum menyelesaikan kalimatnya saat Misaki menarik lengannya, "Apa maksudmu, jelaskan padaku?"
"Misaki-chan, jangan berlebihan." Almilan melirik tangan Misaki yang meremas bahunya dengan kuat.
Misaki hilang kendali lalu dia tersadar kalau dia sudah di luar kesadarannya, perlahan dia melepaskan cengkraman kedua tangannya.
"Tahan emosimu, itulah mengapa ayahku selalu menekan kami bertiga untuk tidak meninggalkanmu, sisi ganas vampir dalam dirimu masih belum bisa terkendali ternyata bahkan ini sudah ratusan tahun."
"Almilan, jangan bertele-tele, aku tidak suka kalian membicarakan kelemahanku." Ucap Misaki dengan dingin, dia sekarang posisinya sudah seperti semula menghadap ke luar jendela kaca besar, langit malam itu terlihat cerah ada banyak bintang di langit.
Perasaan Misaki campur aduk setiap kali dirinya diingatkan dengan kejadian malam itu, saat dia diselamatkan oleh ayah mereka. Dan itu membuat Misaki selalu tertekan dan menyesalinya.
"Aku hanya ingin memberitahumu tentang sesuatu, mulai besok kamu akan sering bertemu dengan gadis itu, aku hanya menyarankan kepadamu untuk berhati-hati kepadanya. Menjauhlah darinya dan pastikan kalau kamu bisa mengendalikan dirimu sendiri. Kakakku tidak mungkin mengawasimu lebih dekat, kan? Mereka akan berpikir kalau dia adalah asisten pribadimu, itu sangat membosankan." Almilan berkata dengan jujur meski memang Almilan merasa kalau kakaknya, Mintaka sangat protektif menjaga Misaki selama ini tapi tetap saja dia merasa itu sangat membosankan seperti dirinya yang selalu menjaga Alnitak selama ini.
Apakah mereka berdua selamanya akan selalu menjaga kedua orang ini? Dalam hati Almilan saat dia melirik Misaki yang diam tidak sekali pun berkata apa-apa.
Misaki mendengarkan perkataan Almilan, dari ketiga bersaudara itu memang pemuda ini yang selalu berkata terus terang kepadanya tentang apa yang tidak dia sukai.
Itu membuat Misaki merasa, dia seperti manusia, memiliki perasaan. Sementara Almilan meliriknya diam-diam, Misaki sedang memikirkan sesuatu.
"Misaki-chan jangan memikirkannya, katakan saja." Suara Almilan keras saat dia mengetahui Misaki sedang berpikir, bagaimana caranya bisa mati lebih cepat.
"Jangan konyol, kalau kamu berpikir untuk melakukannya aku tidak akan tinggal diam." Almilan menggertakkan giginya saat dia bisa membaca apa yang sedang dipikirkan Misaki.
Misaki menoleh lalu seringai di wajahnya membuat Almilan seketika terpaku.
"Aku terlalu bosan dengan hidup ini, apa aku tidak boleh memiliki keinginanku sendiri?" ucap Misaki.
"Tidak, sebelum semuanya tercapai. Kamu tidak boleh egois." Ucap Almilan.
"Kalau saja kalian tidak menyelamatkanku malam itu, aku tidak akan hidup seperti ini."
"Misaki-chan, matamu sendiri yang menginginkan kalau kamu ingin hidup saat itu, jangan menyalahkan kami."
"Itu dulu, aku memang bodoh."
"Apa kamu berpikir dengan mati kamu bisa menemukan kedua orang tuamu di surga."
Mendengar itu ekspresi wajah Misaki berubah, pucat dan jari-jari tangannya mengepal kuat. Matanya melotot lebih tajam, dia menggigit bibirnya lalu berkata, "Jangan pernah membahas kedua orang tuaku lagi."
"Aku tidak akan pernah membahasnya kalau kamu tidak berpikir macam-macam."
"Kalian berdua … hentikan!"
Mintaka datang dengan cepat menengahi keduanya kalau tidak, mereka berdua sudah saling menyerang.
Mintaka yang berdiri di antara keduanya menahan Misaki dan berkata, "Misaki, aku sudah mendapatkan berita tentang di mana makam kedua orang tuamu berada."
Seketika tangan Misaki meragang, dia menatap Mintaka, "Apa itu benar?" wajah Misaki berubah menjadi sangat gembira.
Almilan didorong ke belakang oleh Mintaka dan berkata pada adiknya, lebih tepatnya memperingatinya dengan menghantarkan suara kepadanya.
'Sudah aku ingatkan berulang kali jangan memprovokasi Misaki, kalau tidak Alnitak yang akan mengalami kerugiannya. Apa kau ingin membunuh adik kembarmu sendiri?'
'Maafkan aku, aku di luar kendaliku.' Jawab Almilan dengan menghantarkan suaranya.
'Kalau begitu pergilah dari sini, biar aku yang menanganinya.'
'Apa kamu sungguh sudah menemukan makam mereka?'
'Itu belum pasti, aku hanya ingin menenangkannya. Apa kau tidak tahu bagaimana dia kalau sudah bertindak, bahkan kamu … lihat saja bekas luka di dadamu, itu akan selalu mengingatkanmu betapa Misaki bukan tandinganmu untuk saat ini.'
Almilan mengerti, dia dengan sadar akhirnya perlahan berjalan melangkah mundur selangkah demi selangkah.
Saat itu dia bisa melihat ekspresi wajah Misaki yang terlihat bahagia saat kakaknya memberitahu kepadanya tentang di mana makam kedua orang tuanya. Pemuda itu sangat terobsesi mencari makam ayah dan ibunya, bahkan itu sudah ratusan tahun lamanya.
Almilan tidak bisa berbicara banyak lagi saat kakaknya berhasil menarik Misaki sedikit menjauh darinya, Almilan mengelus dadanya perlahan dia teringat kejadian saat Misaki menyerangnya dangan gila dan dia terkapar tidak berdaya selama berhari-hari.
Mengingat itu membuat Almilan bergidik ngeri setiap kali mengingatnya, meski tubuhnya kuat tapi Misaki lebih kuat dan bekas luka itu tidak ada yang bisa menghilangkannya meski seorang dokter terbaik di dunia. Dan itu membuat Almilan terus membenci Misaki dalam hatinya tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.
'Sudah aku ingatkan berulang kali jangan membuat dia marah.' Mintaka melirik Almilan yang menoleh kepadanya saat dia berjalan keluar dengan gerakan lambat.
Wajah Almilan menyeringai mendengar hantaran suara Mintaka kepadanya.
'Aku hanya ingin melihat kekuatannya sudah sejauh mana?' sudut bibir Almilan bergetar saat manik mata mereka saling bertemu dalam hitungan detik.
'Pergilah, awasi Alnitak, aku tidak ingin dia juga melarikan diri seperti sebelumnya.' Ucap Mintaka menghantarkan suaranya.
Almilan berbalik dia tidak membalas bergegas keluar ruangan dan kembali ke mansion Alnitak yang letaknya ada di tengah kota dalam waktu sekejap mata dia sudah berada di teras kediaman adiknya.
"Apa kakak tidak bisa bertindak normal? Bagaimana kalau sampai ada yang melihatmu melakukan hal seperti ini?" Alnitak terkejut saat tiba-tiba Almilan terbang dan sudah duduk di sampingnya.
Almilan hanya tersenyum lalu dia melihat di meja ada banyak botol anggur langka.
"Apa yang kau lakukan?" Almilan menyingkirkan botol anggur tersebut dari hadapan Alnitak.
"Kak …" Alnitak mendelik tangan kanannya terlambat meraih botol tersebut.
"Besok, kamu ada acara pemotretan, apa kamu mau …"
"Persetan dengan semuanya, aku hanya ingin menikmati …"
"Nitak …"
Alnitak menunduk menghela napas lalu detik berikutnya dia menyeringai, "Apa yang Kakak lakukan pada Misaki?"
Alis Almilan berkedut mendengarnya lalu dia tersenyum sinis.
"Ah, ternyata aku tidak bisa menyembunyikan sesuatu di depan saudara kembarku."
"Apa Kakak berusaha membuat dia kesal lagi?" Alnitak menarik tubuhnya condong ke depan menatap wajah kakaknya yang menoleh ke samping kanan.
"Kak, jangan sembarang. Apa kamu mau aku mati lebih cepat."
"Kamu tidak akan pernah mati." Jawab Almilan.
"Kata siapa, Misaki-chan mengambil separuh rohku dan itu …"
"Apa kamu percaya semua itu, bukankah kita bangsa vampir terbaik yang ada di dunia dan kita tidak akan pernah mati selamanya."
"Tapi …." Alnitak menundukkan kepalanya, suaranya berubah terdengar pelan.
Almilan yang melihat tidak bisa menahan diri untuk berkomentar lagi, "Lupakan, aku yakinkan padamu kalau kamu tidak akan mati bersamanya."
"Tapi …"
"Alnitak …"
"Kak, tetap saja aku membutuhkan separuh jiwaku yang ada padanya."
"Aku dengar seorang gadis memiliki jiwa yang baik dan semua vampir berusaha mendapatkannya. Apa kamu tahu?"
"Hm … tapi ayah bilang itu tidak berlaku untukku."
"Kata siapa, bagaimana kalau kita …."
"Kakak, jangan sembarangan. Ayah sudah melarang kita melakukan hal itu."
"Gadis itu … tinggal dekat rumah Misaki."
"APA?" Mata Alnitak melebar saat dia mendengarnya.
"Ba-bagaimana mungkin?" lanjut Alnitak dengan wajah terkejut, mulutnya terbuka lebar.
"Tapi, ada sekawanan serigala yang juga menjaganya." Ucap Almilan menarik napas panjang.
"Heh?"
"Gadis yang kita temui di pesawat, apa kamu ingat?" ucap Almilan.
"Gadis itu … hm …"
"Dia ada di sana, dekat dengan Misaki itu berarti …" Mata Almilan berbinar-binar saat dia mengingat pertemuan mereka.
"Kakak … apa yang kamu pikirkan, jangan … jangan melakukan hal yang dilarang oleh ayah." Alnitak mengingatkan kakak kembarnya itu.
Almilan tersenyum lalu berkata, "Aku baru saja menyelidikinya sebelum aku bertemu Misaki. Gadis itu … wah … ternyata cantik juga."
"Apa maksudmu?"
"Apa kamu masih ingat, Keluarga Klan Alfa, bangsa serigala yang kuat dari Virgin Land, pewarisnya menginginkan gadis itu juga, bahkan dia juga sudah tinggal di samping tempat tinggal gadis itu."
PRANG!
Terdengar suara piring pecah saat itu juga mereka berdua menoleh.
"Rosie?" ujar keduanya saat mereka menoleh mendapati Rosie berdiri dengan wajah pucat mendengar pembicaraan mereka berdua.