Hari-hari telah berlalu. Mereka yang semula berniat jahat kepada Stevi dan keluarga, akhirnya mendapatkan kesempatan kedua.
Tidak ada lagi kekerasan. Stevi membuktikan kejahatan tidak selalu harus dilawan dengan kejahatan. Melapangkan hati dan menerima maaf adalah salah satu jalan untuk menuju kehidupan yang lebih baik lagi.
Stevi membuat kelima orang tersebut bekerja di rumahnya yang besar dan luas itu. Dua orang menjadi tukang kebun, dua lagi menjadi satpam atau penjaga rumah, dan yang satu menjadi supir pribadi ayahnya.
Baik Stevi dan keluarga merasa senang, sebab mereka mau bekerja keras dan berusaha untuk menjadi seseorang yang lebih baik lagi.
Tidak percuma dia memaafkan mereka, pada akhirnya mereka juga mau berubah dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan mereka yang terdahulu.
Jika kelima orang itu mendapatkan kesempatan kedua, lain halnya dengan pria yang semula merencanakan kejahatan tersebut.
Dia pria yang sama, yang memakai topeng beruang hitam dan harus mendekam di penjara akibat perbuatannya sendiri.
Stevi tidak bisa mentoleransi sikapnya tersebut. Dia juga lah yang sudah melepaskan tembakan ke arah orang tuanya, meskipun dia tidak membunuh mereka.
Pria itu divonis lima tahun penjara dengan masa percobaan selama satu tahun. Hukuman ini terbilang ringan, sebab jaksa penuntut meminta agar pria tersebut dihukum 10 tahun penjara. Akan tetapi Stevi meminta untuk dikurangi.
Akhirnya masa hukumannya dikurangi masa hukumannya atas permintaan Stevi dan keluarga.
Betapa baiknya keluarga ini. Mereka tidak menyimpan dendam sama sekali kepada setiap orang yang selalu saja ingin berniat jahat kepada mereka.
Lalu, kapan dan di mana Stevi bertemu dengan Galaxy?
Pertemuan mereka sangatlah singkat. Dan terkesan keras. Bukan tanpa sebab saat itu Stevi sedang berada di titik terendahnya.
Di usianya yang baru saja genap 20 tahun. Saat ini dia belum berjumpa dengan Galaxy.
Stevi yang baru saja terlelap dalam tidur, karena satu hari full dia berkuliah. Kantuk yang tak bisa tertahan membuat dirinya tidur lebih awal.
Namun, Stevi harus dikejutkan dengan suara tembakan yang sangat keras.
Dor ….
Membuat dirinya harus terbangun dari mimpi indahnya. Stevi menghempaskan selimut yang menutupi tubuhnya.
Dia langsung turun dari tempat tidur. Terburu-buru sampai dirinya hampir terjatuh.
Terkejut pasti. Jelas dia menunjukan raut wajah tak terduga.
"Ibu!"
"Ayah!"
Dia berteriak dengan keras. Suaranya sampai bergema seisi ruangan. Stevi berlari tidak berjalan saat menuruni anak-anak tangga.
Tidak perlu berhenti lagi. Stevi berlari menuju kedua orang tuanya, yang sudah terkapar di lantai.
"Ibu! Apa yang terjadi kepadamu, Bu?" tanyanya dengan berurai air mata.
Tak perlu waktu lama. Stevi langsung saja menangis dan mendekap ibunya dalam pelukan.
"Ibu. Jawab aku, Bu. Ibu!" Dia menepuk-nepuk pipi ibunya, tetapi sejauh itu Astina tidak merespon panggilan darinya.
Stevi sesegukan. Dia terus berurai air mata tanpa henti. Gadis 20 tahun itu melihat sekitar.
Betapa kacaunya rumah mewahnya itu. Barang-barang seperti vas bunga dan yang lain tercecer di lantai.
Ada bercak noda di mana-mana. Ayahnya juga ikut terluka dalam hal ini. Stevi ingin datang ke sana, namun dia harus mementingkan ibunya terlebih dahulu.
Isi kepala semuanya menghilang. Sulit dipercaya dalam hal ini Stevi tidak bisa memutuskan sesuatu.
Dia hanya mengambil ponselnya lalu mencoba menghubungi ambulance. Berulang kali dia memanggil pelayan rumahnya, namun sekencang apapun dia berteriak tidak ada satu orang pun yang menyahut.
Tangisnya semakin pecah, ketika dirinya tak kunjung bisa menghubungi ambulance. Setiap dia menelpon pasti responnya sedang sibuk.
"Dasar bodoh!"
Stevi bahkan sampai membuang ponselnya itu. Saat ini hal apapun tidak dia pedulikan. Stevi hanya ingin membantu ibunya saja.
Kristal bening terus membasahi pipi, sampai jatuh mengenai mata ibunya.
"Stevi." Astina bergumam. Terdengar suaranya yang pelan, membuat Stevi mendapatkan sedikit harapan.
"Ibu," katanya dengan bergetar. Gadis 20 tahun itu menghapus dengan kasar air mata yang masih membasah di pipinya.
"Ibu."
"Bertahanlah, Bu. Ambulan akan segera datang, dan Ibu segera mendapatkan pertolongan," kata Stevi.
Secerca harapan Stevi gantungkan pada suara yang berkata pelan itu. Namun, sejauh ini ibunya tidak mengatakan apa-apa lagi.
"Ibu." Stevi terus memanggilnya. Dia berharap banyak jika nanti ibunya akan bangun.
"Stevi." Kembali suara itu berdengung. Stevi berusaha untuk menyadarkan ibunya. Dia hendak mengambil obat atau semacamnya. Setidaknya dia harus membuat Astina tetap tersadar.
"Sa-ya-ng."
"Ya, Bu." Stevi mengurungkan niatnya untuk pergi. Dia kembali duduk dan memangku wajah Astina.
"Katakan, Bu. Siapa yang sudah membuat keluarga kita seperti ini? Siapa mereka, Bu?"
Stevi mencecar Astina dengan sedikit pertanyaan. Memang terdengar berlebihan. Dia hanya ingin tahu siapa yang telah memporak-porandakan keluarganya.
"Ste-vi. Ma-af."
itu menjadi hembusan napas dan kata kata terakhir dari Astina. Sebelum akhirnya dia menutup mata untuk selamanya.
"Ibu!"
Suara jeritan seorang anak menyeruak, tatkala ketika melepas ibunda tercinta pergi menuju ke pangkuan Sang Ilahi.
Setelah pemakaman kedua orang tuanya. Stevi berubah 180 derajat dari anak baik menjadi seseorang yang brutal.
Tidak ada gadis feminim dan murah senyum, yang tampak sekarang hanya angkat senjata.
Siapapun yang menyinggungnya maka dia akan langsung dikirim ke alam baka. Tanpa ampun atau maaf.
Ada ketika Stevi mulai merasa bosan dengan kehidupannya yang sekarang. Orang tuanya baru saja meninggal 7 hari yang lalu, tetapi Stevi sudah menghabisi nyawa yang tidak berdosa sebanyak 50 orang atau mungkin bisa lebih.
Kali ini dia menyasar ke salah satu klub malam yang ada di Ibu kota. Kedatangannya juga sangat berbeda. Stevi membawa senjata laras panjang di tangan kanannya.
Ya, shotgun yang Stevi bawa. Dia menyeret-nyeret senjatanya. Kehadiran Stevi menggemparkan para pengunjung. Terlebih lagi matanya yang nanar membuat orang menjauhinya.
Stevi mengangkat shotgun-nya itu. Dia mengarahkan langsung kepada DJ yang ada di sana.
Dor ….
Seketika DJ itu ambruk dengan peluru yang dipastikan bersarang di otaknya.
Aaaa!
Pemuda-pemudi ini berteriak. Menjerit dan berusaha menyelamatkan diri mereka masing-masing.
Stevi tidak memperdulikan hal tersebut, sebaliknya dia senang mendengar jeritan dari orang banyak.
Dia mengangkat kembali shotgun lalu mulai membidik sasarannya.
Dor ….
Satu mangsa telah dirinya dapatkan. Seorang pemuda harus mati setelah jantungnya tertembak.
Kepanikan terus terasa, ketika Stevi tanpa bersalah terus mengarahkan sougan miliknya ke semua orang.
Dor ….
Seorang gadis menjadi sasarannya. Jeritan dari mereka semakin membuat Stevi senang
Tersenyum puas, seakan dirinya mendapatkan sesuatu yang dia cari.
Tidak sampai disitu saja. Stevi kembali menyasar banyak orang.
Dor ….
Dia menembak ke sembarang tempat. Dengan sengaja Stevi membuat puluhan orang mati sia-sia.
"Hei, bodoh!"
Stevi berhenti ketika seseorang dengan lancangnya memanggil dia dengan sebutan bodoh
Stevi berputar. Dia perlu tahu siapa yang sudah meremehkannya itu.
Siapa ya?
JANGAN LUPA BACA BAB SELANJUTNYA!