Setelah menunggu beberapa bulan, akhirnya tiba juga hari wisuda sekolah. Hari itu hari terakhir aku menjadi siswa di sekolah ku. Aku dan teman-temanku mengabadikan setiap momen pada hari itu, karena kami tahu itu terjadi seumur hidup sekali.
Setiap siswa diwajibkan didampingi oleh wali muridnya, kebetulan saat itu Bapakku yang menghadiri acara tersebut. Dan untuk pertama kalinya, beliau mau menghadiri acara sekolah. Setiap kali ada acara pertemuan wali murid, selalu ibuku yang datang. Aku senang sekali saat itu, bapakku bisa hadir dan bisa melihat hasil nilaiku. Untuk pertama kalinya pula, beliau tidak mengeluh dengan acara sekolah yang lama sekali. Biasanya beliau selalu mengeluh karena capek duduk terus dibangku dan merasa panas.
Aku berhasil lulus dengan nilai yang memuaskan meskipun aku tidak mendapat nilai tertinggi namun aku masih dalam 10 besar diantara seluruh siswa disekolahku.
Banyak temanku dari luar sekolah yang mengucapkan selamat padaku. Terutama dari Agus dan Agung.
Setelah kejadian di Taman waktu itu, aku dan Agung tetap melakukan komunikasi. Kami tetap bertelepon dan juga selalu mengirim pesan satu sama lain. Entah yang memulai dia atau tak jarang aku dulu yang menghubunginya. Seharusnya, aku tidak menghubunginya, namun aku nyaman jika menceritakan masalah ku dengannya. Kita saling berbagi kisah, entah itu kisahku dengan Agus atau kisah dia (Agung) dengan wanita lainnya. Aku tak canggung, bahkan ketika aku sedang bertengkar dengan Agus, aku langsung saja menghubunginya dan bercerita banyak hal.
Setelah acara wisuda selesai, aku dan bapakku pulang. Di rumah, ibuku sudah menunggu dan menyambut kami. Ibu sudah menyiapkan makanan enak di meja makan untuk merayakan kelulusan ku.
Saat makan bersama, bapakku langsung saja membahas tentang masa depanku. Setelah ini aku harus menentukan pilihanku sendiri. Bapakku menasehati ku dengan petuah-petuahnya, dia ingin aku menjadi seseorang yang sukses. Walaupun kakakku seorang lulusan sarjana, namun bapakku tak memaksaku agar aku melanjutkan pendidikanku lagi, semua terserah padaku.
"Kayaknya aku mau kerja aja dulu" kataku pada bapakku.
"Terserah kamu. Tugas bapak sudah tuntas untuk menyekolahkan kamu. Kalaupun kamu mau melanjutkan, bapak akan mengusahakan untuk biayanya. " kata bapakku dengan lembut.
Setelah mendengarkan kata-kata bapak, aku semakin mantap membuat keputusan kalau aku akan kerja dulu. Aku tidak ingin membebani orang tua ku lagi. Aku tak ingin seperti kakakku yang sering sekali merepotkan orang tua.
Saat aku merenung di kamar sambil menulis lamaran kerja, tiba-tiba ponselku berdering.
"Halo.. " sapaku
"Kamu lagi ngapain yank..? " tanya Agus.
"Aku lagi nulis lamaran kerja nih. Kenapa? " tanyaku.
"Aku kesana ya" ucapnya.
"Iya." jawabku
Belum ada sepuluh detik menutup telepon, Agus sudah ada di depan rumah.
"Assalamu'alaikum.. " salamnya di depan pintu.
Aku bergegas keluar, dan menyapanya, "waalaikum salam.. Cepat sekali, jadi telepon tadi sudah di depan. "
Tanpa basa basi, dia langsung menyuruh ku ganti pakaian dan mengajakku keluar. Tak lupa dia sudah ijin kepada orang tuaku dan meret mengijinkannya.
"Kita mau kemana? " tanyaku.
"ya kencan lah... masak iya mau kondangan" jawabnya sambil bercanda.
Dia menepikan motornya di depan sebuah kafe.. Sambil melihat menu, dia pun bilang padaku untuk memilih makanan apa saja yang aku mau. Katanya, ini untuk merayakan kelulusanku. Aku melihat menu, namun aku masih kenyang. Aku tak mau mengecewakan nya, akhirnya aku memesan minuman dingin dan juga cemilan saja.
"kok cuma itu aja. " tanyanya.
"aku kenyang. kamu udah makan?" tanyaku
"belum, makanya aku ajak kamu kesini. " jawabnya.
"kamu pesan buat kamu aja. aku cemilan aja.. " desakku padanya.
"ya sudah. " jawabnya singkat.
Sambil menunggu pesanan diantar, kami pun bercanda dan mengobrol, mulai dari a sampai z. Kebetulan juga, ada live music di kafe tersebut, jadi suasananya tambah syahdu.
Setelah satu lagu selesai dibawakan, akhirnya makanan kami datang, dan langsung saja dia memakannya.. Melihat dia makan, sepertinya dia benar-benar kelaparan.
"pelan-pelan makannya. " ucapku.
"aku benar-benar lapar" jawabnya sambil mengunyah makanan.
Sambil dia makan, aku menikmati lagu yang dibawakan oleh band kafe tersebut.
"Kira-kira boleh request lagu nggak ya.. " gumamku.
"Mau lagu apa? " tanyanya.
"Lagu apa saja yang romantis gitu " jawabku sambil nyengir.
Tanpa bilang apapun, dia langsung mengeluarkan dompet dan mengambil selembar uang. Aku tak mengerti apa yang ingin dilakukan, aku kira setelah dia makan kita akan langsung pulang. Ternyata dengan membawa uang yang dari dompetnya, dia menuju ke panggung dan menghampiri vokalis band tersebut dan memberikan uangnya sembari berbisik dengan vokalis itu.
Saat dia kembali ke tempat makan kami, aku bertanya padanya, "tadi ngobrol apa sama vokalis itu? "
Dia menjawab, "Rahasia".
Jawabannya membuatku penasaran, namun terdengar suara vokalis tersebut menyampaikan bahwa ada seseorang yang me-request lagu untuk kekasihnya. Saat itu juga tangan vokalis tersebut menunjuk pada tempat meja makan kami dan semua orang langsung saja mengarahkan mata mereka pada kami. Betapa malunya aku saat itu.
" kamu request lagu ya.. " tanyaku berbisik sambil menundukkan kepala.
" iya. katanya mau request lagu. " jawabnya.
" tapi nggak harus ditunjukin juga. aku malu" kataku dengan pipi merah ku.
" mana aku tau kalau mau ditunjuk kayak gitu" katanya seolah tak tahu apapun.
Dalam hatiku berkata, sungguh romantisnya Agus. Semoga saja hubungan kami bisa berlanjut sampai ke jenjang pernikahan, doa yang aku panjatkan sambil mendengar lagu yang dia pilih untuk ku.
Dia memegang tanganku, dan berkata "Semoga kita bisa langgeng ya.. "
Aku terkejut mendengarnya, karena ternyata harapan kita sama.
Namun, di saat bersamaan, Agung mengirim pesan, "Lagi ngapain? Sibukkah? " .
Langsung saja ponsel ku di ambil Agus, karena terlihat jelas nama pengirim dan isi pesan yang masuk, dan kebetulan ponsel ku ada di meja.
"Kamu masih chatting sama dia? " tanya dia sedikit marah.
"Iya. nggak ada alasan untuk membencinya. " jawabku.
Kenapa Agung muncul disaat yang tak diinginkan, merusak suasana saja, pikirku dalam hati.
Agus terdiam dan tak membahas Agung, namun ponselku di ambil olehnya. Dia melihat semua pesan yang masuk maupun keluar dari siapa pun tanpa kecuali. Dia juga membuka kontak telepon dan riwayat panggilan. Aku hanya diam saja, menurut ku masih wajar sikapnya. Tapi, anehnya aku tak pernah melakukan itu pada dia, aju tak pernah sekali pun melihat isi ponselnya, karena saat kita bertemu dia tak pernah memainkan ponsel seperti ku.
"nggak ada apa-apa di ponselku" aku menjelaskan padanya.
Dia diam saja namun tetap mengutak-atik ponselku.
"kok nggak ada foto ku di HP mu? " tanyanya ketus.
"kamu sendiri yang nggak mau difoto. berapa kali aku ajak kamu foto, tapi kamu nggak mau. kamu saja nggak pernah pasang muka di medsosmu. terus aku mau dapat foto kamu darimana? " penjelasan ku untuknya.
Dia sambil senyum dan berkata, " iya, ya.. emang aku nggak pernah mau foto. Maaf ya.. "
Mungkin dia merasa cemburu, karena setelah dua tahun lebih kita berhubungan, tak pernah ada foto kita berdua. Mungkin karena dia tak mementingkan hal itu, atau mungkin aku juga tak memaksanya.. Namun, ketika kita berdua berkencan, aku selalu meyimpan foto makanan yang kita makan, atau hal lain yang ada di sekitar kita saat itu. Seperti saat ini, makanan dan band kafe tersebut sudah ada di story media sosial ku..
"Mau foto berdua?? " ajakku sambil merayunya.
Langsung aku ambil ponselku dari tangannya dan langsung aku arahkan kamera selfie padanya. Pada hitungan ke tiga saat aku memencet tombol kamera, dia langsung mencium pipiku. Beberapa kali kita mengambil foto dengan mesra.
Setelah melihat hasil jepretannya, dia memintaku mengirimkan padanya.
Saat itu pertama kali aku melihat isi ponselnya. Aku tak menyangka, album galeri ponselnya berisi fotoku semua. Mulai wallpaper layar utama sampai wallpaper Whatsapp, semua hanya ada fotoku. Aku senang namun agak malu sedikit.
"Lihat. semua isi ponselku cuma ada kamu" dengan bangga menunjukkannya padaku.
"Iya, kamu kan cinta mati ama aku. " jawab ku menggodanya.
"Emang, iya. Jadi jangan berani macam-macan dibelakangku. " ancamannya padaku.
Aku hanya senyum dan menatap wajahnya.
Suasana yang romantis itu pun terusak kembali oleh panggilan telepon dari Agung.
"Nih anak ngapain juga telepon? " ucapnya dengan nada kesal.
"Hallo.. Ada apa bos kok telepon pacar orang? " sapanya pada Agung di telepon.
"Oh.. lagi kencan. Sorry bro, ganggu. " kata Agung
"Lain kali nggak usah telepon atau chatting lagi, dia sudah punya pacar. " tegasnya
"Slow bro. Kita cuma berteman. " Jawab Agung.
"Teman apaan sering telepon dan chatting" suaranya agak tinggi.
"Ya Sorry kalau gitu. Tapi kalau dia mau berteman denganku, nggak masalah dong.. " kata Agung yang memancing emosi Agus.
"Sudah ya, jangan hubungi dia lagi. " langsung ditutup telepon nya.
Aku hanya diam dan melihatnya kesal..
"Kita tukeran HP sekaligus nomor" perintah Agus padaku.
Aku mengiyakan keinginannya agar dia tidak salah paham denganku. Suasana romantis itu rusak begitu saja. Melihat Agus begitu cemburu untuk kesekian kalinya pada Agung.
Kita saling menukar ponsel, dan dia juga melihat media sosial ku, ada banyak inbox dari laki-laki lain, namun aku tak pernah membalasnya, bahkan membukanya pun tak pernah. Langsung saja dia mengupload foto kita berdua, dan memakainya sebagai foto profil di media sosial masing-masing. Banyak juga teman media sosial Facebook yang dia blokir, aku tak masalah karena aku juga tak mengenal mereka. Baru kali ini aku melihat Agus yang begitu posesif.