Sesuai ucapannya sebelum berangkat kerja, Agus pulang tepat tengah malam. Dia mengirimiku pesan, "Kamu dimana? Ada yang harus kita bicarakan ". Agus terus mengirimi pesan dan melakukan panggilan terus menerus.
Aku tak membalas dan segera aku mengatur ponsel ku dengan mode senyap agar Agus tak tahu kalau aku menginap di kamar Fitri. Saat itu aku mencoba tidur namun aku tetap tidak bisa. Sesekali aku masih menangis, namun Fitri terus menepuk pundakku untuk menenangkan ku. Aku merenung kembali. Sudah empat tahun berjalan hubungan ku dengan Agus. Saat kita menjalin hubungan jarak jauh, dia begitu posesif seolah-olah takut sekali jika aku meninggalkannya. Saat kita berdekatan,bahkan hidup bersama, seolah-olah kita seperti orang asing karena kesibukan masing-masing. Dia dulu romantis,namun sekarang cuek jarang sekali mengirim pesan atau telepon. Dulu dia tak pernah membuat ku kecewa. Sekarang tepat di depan mataku dia bergandengan dengan wanita lain.
"Apakah ini balasan ku karena dari dulu aku menyembunyikan bahwa aku masih berhubungan dengan Agung? " Pikiran ku kemana-mana.
Hubungan yang menurut ku bisa berlanjut ke arah serius, malah tak sesuai harapan ku. Aku pasrah, entah nanti nya kita akan memilih jalan masing-masing atau kita akan tetap bersama. Dadaku terasa sesak menahan rasa kecewa ku, mana mungkin aku bisa memaafkan perbuatannya apalagi harus bersama, kurasa itu tak mungkin. Aku terus menghela nafas panjang untuk mengatur nafasku agar tetap stabil dalam kewarasan. Mungkin ada yang bilang cinta mengalahkan logika, namun aku meyakinkan diriku kalau aku jatuh cinta, hati dan logika ku harus berjalan. Ketika salah satu dari kedua hal tersebut tak sejalan maka harus berhenti sejenak.
Tok.. tok.. tok.. Ketukan pintu kamar Fitri dari luar. Itu pasti Agus yang akan menanyakan keberadaanku. Aku dan Fitri sepakat untuk tidak keluar, namun Agus terus menggedor pintu kamar Fitri. Dia berteriak memanggil namaku dan Fitri. Ada salah satu tetangga menyuruh nya untuk memelankan suaranya karena saat itu sudah tengah malam dan juga ada bayi yang sedang tidur. Tak ingin membuat tetangga menegur kembali, akhirnya Fitri keluar menemui Agus.
"Ada apa? " Fitri membuka pintu seolah-olah dia baru bangun.
"Selly disini? " tanya Agus sambil melihat ke dalam.
"Mana aku tahu. Kamu kan pacarnya. Ooppss.. Salah. Maksudnya calon mantan pacarnya. " Fitri meledek Agus.
"Kalau ngomong di jaga ya tuh mulut! " Kata Agus dengan gusar.
"Biasa saja, nggak usah pakai nada tinggi. Lagian udah ketahuan selingkuh. Masih saja berharap di maafkan. Kalau aku jadi Selly, sudah ku bunuh loe. Sudah sana mengganggu orang tidur saja. " jawab Fitri sambil menutup pintu.
Saat Fitri mengintip keluar, dia melihat Agus sudah tak ada. Begitu mudahnya Agus menyerah membuatku berpikir kalau memang dia sudah mulai bosan hidup denganku. Sesuatu yang sulit di dapat akan lebih berharga, namun ketika sudah di dapat akan membosankan. Terlebih lagi aku dan Agus sudah hidup bersama beberapa bulan ini.
Setelah beberapa jam tidur, adzan subuh berkumandang.. Setelah sholat subuh, aku bergegas berangkat kerja. Aku tahu saat itu masih pagi sekali, namun aku harus segera pergi agar aku tak melihat Agus. Aku tahu Agus pasti masih tidur saat itu. Aku langsung menuju kantor, untungnya di kantor ada satpam yang menjaga 24 jam jadi aku bisa masuk kantor.
"Selamat pagi, mbak. Masih pagi buta gini kok sudah berangkat? " sapa Pak Totok satpam yang jaga saat itu.
"Iya, pak. Ada berkas yang harus diselesaikan segera. " jawabku berbohong.
Aku duduk termenung di bangkuku sambil melihat-lihat halaman Facebook ku. Saat itu aku sedang kacau, jadi ku hapus semua foto ataupun semua hal tentangnya. Dan mulai saat itu aku menyadari kalau hubungan tak perlu di posting di media sosial. "Kalau gini kan aku juga yang susah. Harus hapus satu per satu. Aahh.. menyebalkan sekali." gumamku sendiri. Tak sengaja pula dalam beranda Facebook, muncul postingan foto yang menandai Agung. Itu adalah foto Agung dan pacarnya. Aku tiba-tiba kembali cemburu dengan postingan itu. Aku melihat halaman Facebook milik April, pacar Agung. Menurut ku tidak ada yang istimewa dari April, tapi entah kenapa Agung memacarinya. Aku tahu persis tipe wanita idaman Agung. Mungkin cinta bisa saja membuat logika tertutup.
Mulai saat itu status ku di Facebook menjadi lajang. Baru beberapa menit mengganti status di Facebook, banyak inbox yang masuk menanyakan apakah aku putus dengan Agus. Ada juga yang ingin berkenalan denganku. Namun aku tak menggubris nya. Hanya ku baca saja.
Aku merenung berkali-kali, sampai pada aku memikirkan kalau aku akan pindah kontrakan saja dan membiarkan Agus menempati kontrakanku.
Aku memikirkan nya berulang kali, apa yang kurang dari aku sampai Agus berselingkuh. Namun aku tak menemukan jawabannya. Aku bertanya pada Agus lewat pesan yang ku kirim. "Kesalahan ku fatal kah? kok bisa-bisanya kamu selingkuh?? " .
Dia membalas, "Aku khilaf sayang. Maafkan aku. Aku janji nggak akan mengulangi. Aku juga serius dengannya. "
"Sudahlah, jangan berjanji padahal kamu tidak bisa menepati. Aku akan pindah kontrakan saja. Kamu tetap di sana nggak papa. " balasku.
"Jangan begitu. Itu kontrakan kamu. Aku yang seharusnya pergi. " balasnya dengan emoticon sedih. "Maaf".
Agus terus mengirim pesan dengan kata maaf dan terus menjelaskan apa yang dia lakukan. Aku sudah merasa muak dengan penjelasannya.
...
Saat pulang kerja aku sengaja pulang ke kamar ku. Beberapa saat kemudian, Agus datang dan berlutut di depanku. Dia memegang tangan ku dan terus mengucapkan kata maaf. Entah kenapa, hatiku terasa seperti batu. Aku sudah tak merasakan apapun dengannya.
"Sudahlah. Kita jalan masing-masing saja. Lagian aku juga sudah berbohong padamu. Sampai saat ini aku masih berteman baik dengan Agung. Aku menyembunyikan nya darimu. Aku juga minta maaf. " kataku sambil melepaskan tangannya.
"Tapi aku tak serius dengan Dita. " jawabnya.
"Terserah kamu. Mau serius sama siapa pun. Aku sungguh tak peduli. Aku sudah mati rasa denganmu. Memang seharusnya kita sudah berpisah sejak lama, namun aku masih memaafkanmu karena aku masih mencintai mu. Tapi untuk penghianatan tak pernah aku tolelir." tegasku menjelaskan dengan menatap matanya.
Matanya berkaca-kaca, namun aku sudah tak ingin bersamanya.
Di tengah perbincangan itu, sekali lagi tak sengaja aku melihat ada panggilan tak terjawab dari Dita. Dia seketika itu menyembunyikan ponselnya.
"Tak usah kau sembunyikan, aku sudah melihatnya. Sudah jelas bagiku. Sekarang tinggal kamu pilih tetap disini atau cari kontrakan sendiri. " kataku tegas menatapnya.
"Dari awal ini kamarmu. Aku yang seharusnya pergi. " katanya sambil mengemas barang.
Setelah beberapa menit dia pun meninggal kan kontrakan. Sesaat kamarku terasa kosong, namun ini lebih baik daripada harus menjalani hubungan yang tidak baik untuk Aku dan Agus.
Aku menghela nafas panjang. Dan bertekad memulai hidup yang baru. Mungkin ini akan sulit, namun jika tekad kita kuat pasti akan ada jalan. Mungkin ini perjalanan ku menuju dewasa, untuk benar-benar memilih laki-laki yang pantas untuk ku jadikan milikku seutuhnya.