Chereads / lelakiku / Chapter 16 - Apa salahnya makan malam?

Chapter 16 - Apa salahnya makan malam?

Benar apa yang mereka bilang "setiap pertemuan pasti ada perpisahan". Dulu aku berjumpa dengan Agus, kini aku berpisah dengannya. Sudah satu tahun sejak aku putus, aku tak pernah bertemu denganya, hanya mendengar dari beberapa teman pernah melihat dia masih di sini di kota yang sama dengan ku. Dulu dia kemari untuk menemuiku hingga akhirnya dia memutuskan untuk hidup denganku di kota ini. Namun, apa mau dikata, takdir berbicara lain. Dia sudah memilih untuk menghianatiku, memilih ambisi nafsunya dengan wanita lain.

Seseorang hidup dengan pilihan masing-masing.. Kini aku memilih untuk hidup tanpa status hubungan apapun. Meski aku tau, hidup sendiri itu tidak lebih baik, terlebih lagi baru saja patah hati.

Terkadang aku iri melihat orang lain berpasangan, tapi aku takut akan penghianatan. Aku takut hati ini terluka lagi.

Kata orang memaafkan itu mudah namun melupakannya butuh waktu. Iya memang benar seperti itu aku saat ini. Ada beberapa pria saat ini sedang dekat denganku, namun aku ingin lebih selektif dalam berhubungan. Karena pada dasarnya wanita butuh kepastian hubungan. Dan wanita pada dasarnya selalu menganggap pria yang ada disisinya saat ini adalah pria terakhir.

Nama Agung selalu ada dalam kehidupan ku. Hubungan kami masih baik- baik saja walaupun aku tahu Agung bersama wanita lain, dan dia juga tahu kalau banyak pria mencoba mendekati ku. Mungkin hubungan itu adalah hubungan persahabatan biasa bagi kami. Namun terkadang bagi sebagian temanku, aku seperti menjalin hubungan dengan Agung. Entah apa yang dipikirkan mereka, namun aku baik-baik saja dengan Agung.

Melihat seorang teman dengan mudahnya berganti pasangan membuat aku berpikir, Apa yang dirasakan wanita itu, karena dengan mudahnya berganti pasangan. Apakah dia tak pernah memakai hati saat berkencan dengan pria? Mana mungkin berkencan tanpa melibatkan hati, itu suatu yang mustahil. Tapi itulah kenyataannya. Setiap orang memiliki pandangan sendiri tentang hubungan lawan jenis..

.....

"Mau makan malam bersama? " tanya Roy, teman sekantor yang sedang mendekatiku.

Seketika aku kaget, dia membuyarkan lamunanku..

"Hah?? Boleh saja.. " kataku begitu saja.

"Aku jemput di kontrakan jam 8 ya.. " kata dia sambil berlalu..

Saat itu aku tak pernah berpikir untuk berkencan. Aku hanya menerima tawarannya karena menganggapnya sebagai teman biasa. Namun saat jam delapan malam tiba, dia di depan kamar ku dengan setelan celana jeans dan kemejanya membuat dia tampak keren. Untuk pertama kalinya aku benar-benar melihat dia tampan sekali saat di luar kantor.

Karena saat di kantor, aku terbiasa melihat dia dengan seragam yang sama dengan ku, sehingga menurut ku dia biasa saja. Dan beberapa kali dia mengajak ku jalan, aku selalu menolaknya. Namun, saat dia mengajak ku makan malam, dia benar-benar mempesona. Sekejap aku terpana, namun aku segera menggeleng kepalaku untuk menyadarkan diri agar tidak terpesona dengannya.

"Kenapa?? Ada yang salah dengan ku? " tanya Roy.

"Nggak ada. Cuma agak keren aja. Biasanya biasa saja. " ucapku bercanda seperti biasa.

"Masak iya?" sambil melihat pakaiannya. "Ayo, berangkat. " ajaknya.

Aku mengikutinya dan aku tak melihat Roy membawa sepeda motor bebek warna biru yang biasa dia pakai.

"Kamu kesini naik angkot? mau pakai motorku aja gimana? " tanyaku sambil menawarkan kunci motor padanya.

"Nggak perlu.. itu aku bawa. " sambil menunjuk mobil warna merah dengan merek ternama.

Aku tak menyangka kalau mobil mewah yang parkir di depanku itu adalah mobilnya. Saat di kantor, Roy adalah kepala bagian pemasaran, namun aku tak tahu latar belakangnya dari keluarga kaya. Aku hanya tahu sikapnya sederhana,cerdas dan pemikirannya kuat.

Dia memperlakukan ku seperti putri. Dia membukakan pintu mobil untuk ku.

"ah.. Lagi-lagi aku terpana. Fokus, fokus. Dulu Agus juga sopan dan baik hati bak malaikat,namun kenyataannya dia hanya manusia yang bisa berkhianat. " kataku dalam hati.

Kami pun menuju kafe yang lagi trend saat itu yaitu "Sono Cafe". Dengan nuansa romantis, diiringi lagu romantis pula oleh band di kafe tersebut. Lagi-lagi itu mengingatkanku pada Agus. Aku selalu menolak pikiranku itu agar aku bisa bersikap seperti teman biasa.

Malam itu kami mengobrol banyak hal. Mulai dari pekerjaan sampai masalah pribadi.

Aku tak pernah malu menceritakan masalaluku. Namun, anehnya aku tak menceritakan tentang Agung pada Roy. Bukannya aku berbohong, tetapi lidahku memang tak menyebutkan nama Agung. Walaupun sebenarnya Agung yang selalu menemani ku, meski kita berkomunikasi jarak jauh. Saat itu juga sesekali aku membalas chatting dari Agung. Karena seperti biasa, aku dan Agung selalu berkomunikasi entah dimanapun dan dengan siapapun kita bertemu saat itu.

"Daritadi chatting melulu. Emang dari siapa? " tanya Roy padaku.

"Dari teman. Tapi jangan tanya siapa. Aku tak mungkin cerita." jawabku.

"Oh, gitu. Ya sudah, aku nggak akan tanya. " menunduk sambil memutar sedotan di gelasnya.

Saat di kafe, tanpa sengaja Roy bertemu dengan teman-temannya. Dilihat dari penampilannya, mereka mungkin sama-sama orang kaya. Dari obrolan mereka, aku mendengar kalau mereka adalah teman satu kampus saat kuliah.

"Ini siapa? " tanya salah satu temannya.

"Kenalin ini Selly" jawab Roy sambil menunjukku.

"Pacar kamu ya..? " sahut teman lainnya.

"Bisa dibilang begitu. " dengan tersenyum melihat ku.

Seketika mataku melotot pada Roy. Namun, Roy tersenyum padaku. Meski hatiku menolak pernyataan Roy, namun aku tak ingin dia malu di depan teman-temannya. Aku berkenalan dengan teman-temannya dan sesekali mengobrol dengan mereka. Namun, tak lama mereka pindah tempat ke meja yang sudah mereka pesan sebelumnya.

"Akhirnya pergi juga. " gumamku.

"Apa? kamu ngomong apa aku nggak dengar." Roy bertanya padaku.

"Nggak apa-apa" jawabku.

Waktu cepat berlalu, tak terasa sudah tengah malam. Aku mengajaknya untuk pulang namun dia tak mau.

"Besok kita masih kerja, ayo pulang. " ajakku pada Roy.

"Baru saja duduk, sudah tengah malam. " gumamnya tak menghiraukan ku.

"Kapan-kapan bisa kesini lagi. " aku membujuknya.

"Janji ya? " katanya sambil melihat ku.

"Ih.. Kayak anak kecil aja" jawabku.

"Ayo..!!! Kamu tuh sekarang sulit di ajak jalan. Ya.. anggap saja hari ini aku beruntung bisa jalan sama kamu. " katanya sambil beranjak dari kursi.

Setahun ini aku memang sulit di ajak jalan. Kecuali dengan teman cewek aku mau di ajak jalan. Acara kantor yang menurut ku tidak wajib datang, aku juga tak menghadirinya. Bisa dikatakan itu efek patah hati yang membuat orang tak ingin pergi kemanapun.

Malam itu tak ada yang spesial, aku dan Roy hanya keluar ke kafe untuk makan malam kemudian mengobrol dan pulang.

Esok hari setelah kami ke kafe adalah hari terheboh di kantor. Semua karyawan membicarakan kami sedang berkencan. Padahal menurut ku tidak ada yang istimewa.

Aku sibuk menjawab pertanyaan mereka tentang kencan itu. Namun akhirnya aku lelah dan menyerah. Saat mereka bercanda dengan ku tentang kencan dengan Roy, aku diam saja. Meski sudah ku jelaskan pasti tak ada yang percaya denganku.

Jika saja aku tak mengalami patah hati, pasti saat iti aku sudah baper dengan apa yang dibicarakan karyawan lain. Hatiku sudah pernah terluka sehingga aku merasa biasa saja dengan gosip itu.

Saat aku berpapasan dengan Roy, mereka menyoraki kami dengan kata "ciiee"..

Bukannya Roy menyangkal, malah dia membuat karyawan lain mempercayai gosip itu. Roy terkadang merangkulku dengan bercanda. Seharusnya itu hal wajar, karena sebelum kami makan malam hal itu sudah terjadi seolah itu memang bercandaan kami. Bukan hanya dengan ku saja, Roy sebelumnya juga bercanda dengan karyawati lain terlebih junior yang baru masuk. Namun karena makan malam itu membuat semua orang berpandangan lain tentang hubungan kami.

Gosip itu semakin kuat karena kami sering bertemu. Padahal kami bertemu karena pekerjaan kami saling berkaitan. Nasi sudah jadi bubur, dan bubur yang masuk dalam lambung sudah bercampur dengan makanan lain. Jadi ya terserah mereka mau bilang apa.

"ahh.. sudahlah.. aku capek menjelaskan dengan mereka. " kataku pada Roy.

"Lagian, kita juga saling jomblo, nggak masalah kan..? " tanyanya sambil tangan kirinya merangkulku.

Saat itu ada karyawan lain yang melihatnya, jadi aku pun memutuskan untuk melakukan hal yang sama.

....

Sudah satu bulan berjalan aku semakin dekat dengan Roy. Mungkin aku juga sudah lupa dengan patah hatiku. Aku ingat hari itu hari Selasa, dia mengajakku makan malam lagi.

Tanpa memikirkan gosip itu aku menyetujuinya.

Tak seperti makan malam sebelumya, dia menjemput ku dengan pakaian santai. Dia memakai kaos oblong dan celana pendek.

Aku pun juga memakai pakaian santai, sama seperti makan malam pertama kita.

Roy menghentikan mobilnya di depan restauran mahal yaitu "Tera Restauran ". Aku terkejut sekaligus berpikir kalau makan malam di restoran itu pasti menghamburkan duit banyak.

" Yakin disini?? " tanyaku.

"Disini makanannya enak. Kamu pasti suka" jawabnya.

"Iya enak, tapi kantong nya yang nggak enak" kataku padanya.

"Tenang. Aku yang traktir. " jawabnya.

Dalam hatiku berkata bahwa dia memang benar orang kaya. Nggak mungkin orang biasa kayak aku hanya untuk makan malam saja harus di restauran mahal.

Setelah masuk restauran, memang benar tempatnya nyaman dan makanannya juga enak, namun aku melihat di menu memang seporsi makanan disana harganya setara dengan jatah makanku seminggu. "Busyeet dah.. nih nolnya banyak banget" kataku dalam hati.

Sebegitu mahalnya, aku menikmati setiap suapan dari makananku.

" Aku mau tanya, setiap keluar sama aku, kamu kok pakai mobil? jangan negatif thinking ya.. ini cuma tanya. " kataku menjelaskan.

" Iyalah,. Musim hujan kek gini mau naik motor. Ntar kehujanan terus sakit besoknya nggak masuk kerja. Aku nanti rugi satu hari. " jawaban nya membuat ku berpikir kalau dia orang yang memperhitungkan segalanya.

"oh gitu ya.. Terus kamu ngajak aku makan malam kek gini nggak rugi tuh??? " tanya ku menggodanya.

"Hmmm.. Rugilah.. " jawabnya sambil tertawa.

Setelah bercanda dengannya, tiba-tiba saja wajahnya menjadi serius.

"Kamu mau nggak menikah dengan ku?? " tanya nya sambil mengeluarkan kotak kecil yang berisi cincin.

Aku tak menduga Roy melamar ku di restauran mahal. Aku serasa seperti Cinderella yang dilamar oleh pangeran tampan dan kaya raya. Aku terdiam sejenak. Otakku menyuruh ku mengatakan iya namun hatiku tak mengijinkan. Aku sudah pernah patah hati, aku tak mau terulang lagi. Saat itu di depan ku ada seseorang yang serius berhubungan dengan ku. Namun aku tak pernah berpikir kalau Roy akan menjadi pria terakhir ku. Sel dalam otak ku terus menanyakan, apakah aku pantas untuk Roy? Kalau aku terima, Apakah mungkin aku menikah tanpa mencintai Roy? Tapi kalau aku tolak, bodoh sekali aku yang menolak Roy, pria Tampan, cerdas dan kaya pula.

"Kok diem? gimana?? " tanya Roy.

"Apa aku boleh minta waktu untuk menjawab? " tanyaku.

"Pasti kamu terkejut. Aku sudah suka sama kamu saat pertama bertemu, saat awal kamu bekerja, saat kamu berani menjawab pertanyaan dari atasan di depan orang banyak. Saat itu aku mulai mengagumimu. Ternyata kagum ku itu menjadi rasa penasaran ku padamu. Hingga akhirnya aku menyadari kalau aku jatuh cinta sama kamu. Saat aku menyadari cintaku, kamu sudah memiliki kekasih. Dan aku menunggu waktu dimana kamu putus dengan kekasih mu dulu. Aku menunggu itu sampai saat ini. " Dia menjelaskan dengan detail.

Aku hanya terdiam sambil menemukan kalimat yang tepat untuk menjawabnya.

"Terus terang aku belum menyukai mu. Tapi apakah kamu mau menunggu dua tahun lagi? Kamu tahu aku baru saja dapat promosi jabatan. Lagian aku masih pegawai kontrak meskipun aku dapat promosi. Kontrak ku berakhir dua tahun lagi. Jika saat itu kamu tak sanggup, silahkan mencari wanita lain tanpa harus peduli dengan ku. Bagaimana? Apa kamu sanggup? " tanyaku dengan harapan dia akan menolak.

Namun jawabannya membuat ku terkejut. "Oke. Aku akan menunggu lagi, dua tahun waktu yang singkat. Tak masalah. Namun, aku ingin kamu pakai cincin ini di jari tengah. Aku sengaja memberi cincin ini untuk mu. Saat kamu menerima ku maka cincin ini akan ada di jari manismu. Dan jika kamu menolak ku, segera kasih tahu aku namun aku tak ingin menerima pengembalian cincin. Karena aku tulus memberi ini untuk mu. Apa kamu bisa melakukannya untuk ku?? " dengan mengulurkan tangannya.

"Baiklah.Kita sepakat. " jawabku sambil menjabat tangannya.

Roy memakai kan cincin itu di jari tengahku. Aku suka cincinnya, sepertinya harganya mahal. Setelah kita selesai makan, Roy mengantarku pulang..