Sementara suasana di kerjaan mutiara sangat tenang. Raja Eden dan Ratu Berenice sedang melakukan rapat dengan para menteri kerajaan dan satu penasehat.
Avery tidak mengikuti rapat tersebut karena Eden melarangnya datang dan masuk ke aula kerajaan. Hal itu bisa Avery terima dengan lapang dada. Eden masih marah kepadanya perihal perasaan Avery yang menyukai gadis lain dan bernegosiasi tentang tidak menikah dengan Ariadne.
Lelaki itu melepaskan mahkota dari kepalanya. Julukan sebagai putera mahkota atau pangeran seperti tidak cocok untuk Avery. Bagi Avery, hidupnya selama ini tidak pernah bisa membuat Eden tersenyum dan bangga memilikinya sebagai seorang putra.
Setiap hari Avery masih saja selalu menemui sifat keras kepala Eden. Dan setiap hari juga Avery menyaksikan Ratu Berenice membelanya dan melindunginya dari Raja Eden. Avery tidak pernah merasa sebagai putra kandung Eden. Menurut Avery, orang tuanya hanyalah Berenice. Berenice selalu ada untuk dirinya dan selalu mendukung apapun keputusan Avery.
"Kau sedang apa di sini, pangeran? Apakah kau sudah makan siang?"
Avery menoleh ke kanan. Alice selalu datang di saat dirinya merasa sedih dan butuh teman bicara. Avery duduk diam di atas tembok balkon yang menghadap ke depan lapangan kerajaan. "Tidak apa-apa. Aku hanya ingin menikmati udara siang ini." Kata Avery.
Alice berjalan mendekat. Hari ini gadis itu memakai gaun pelayan yang agak mekar. Membuatnya terlihat anggun dan badannya sangat langsing. "Ratu Berenice menyuruhku untuk mengajakmu makan siang. Akan kutemani di meja makan."
"Benarkah? Jadi kau akan makan siang bersamaku?"
Alice terkekeh pelan. "Bukan seperti itu, pangeran. Aku hanya akan menemanimu saja. Aku tidak akan ikut makan siang bersamamu. Jika itu terjadi, bagaimana aku harus menghadapi tatapan tajam para pelayan muda yang lain? Tentu saja aku tidak mau memiliki banyak musuh di kerajaan ini."
"Apakah salah jika kau makan bersamaku?"
"Para pelayan yang lain tidak tahu mengenai seberapa dekat hubungan kita sebagai sahabat. Hanya ibuku yang mengetahuinya. Dan tentu saja Ratu Berenice juga mengetahui hubunganku denganmu adalah sebagai sahabat. Banyak para pelayan muda yang kagum denganmu, dan aku tidak mau dianggap sebagai saingan mereka." Kata Alice dengan diselingi tawa yang samar.
Avery tersenyum tipis. "Saingan? Sebegitu terkenalnya aku di mata para pelayan muda? Itulah mengapa aku tidak terlalu mendekatkan diri dengan para pelayan lain selain dirimu dan ibumu. Mereka seolah-olah sedang mencuri kesempatan untuk bisa dekat denganku."
"Lupakanlah hal itu, pangeran. Sudah jam makan siang. Kau harus segera makan siang dan melanjutkan kegiatanmu yang lain."
Mendengar perkataan Alice, Avery langsung turun dari tembok balkon dan terlihat bersemangat. Lelaki itu tersenyum lebar. "Kau benar, Alice. Aku harus segera makan siang dan menuju ke area lapangan untuk berlatih memanah lagi. Dan setelah itu aku harus menemui Diona di dess berlian."
Kedua mata Alice tampat melebar. Reaksi gadis itu terkejut ketika Avery mengingat janjinya untuk bertemu dan menyatakan cinta pada Diona.
"Apakah rencanamu itu hari ini?" Tanya Alice dengan pelan.
Avery menganggukkan kepalanya sambil berjalan menuju lorong istana. "Iya. Aku akan menemui Diona sore ini. Semoga nanti salju tidak turun lebat."
Kedua langkah kaki Alice berhenti. Membiarkan Avery berjalan lebih dulu untuk menuju ke ruang makan. Gadis itu termenung menatap punggung Avery yang menjauh.
Seperti itulah kondisi perasaan Alice kepada Avery. Ketika Alice mendekat, Avery selalu menjauh. Dan kini Alice harus berhenti di titik yang sama. Membiarkan Avery lolos dan berjalan sendiri menemukan cinta sejatinya.
Kisah cinta di masa sekarang terkenal dengan kisah cinta yang setia. Cinta yang dinyatakan kepada satu orang saja. Dan banyak pasangan yang menikah sampai tua dengan cinta yang sama. Apakah nanti Avery juga akan berhasil menikah dengan Diona? Lalu bagaimana dengan perasaan Alice? Bagaimana jika Raja Eden menentang keputusan Avery?
Alice jadi teringat perkataan Avery saat mereka keluar berdua sebelum turunnya salju. Avery pernah berkata bahwa ia akan tetap menikahi Diona meskipun Raja Eden akan marah besar. Bahkan Avery rela keluar dari kerajaan demi bisa bersatu dengan Diona.
Semakin memikirkan hal itu, membuat kepala Alice sedikit pusing. Ternyata menyukai seseorang yang berbeda kasta dengannya sangatlah menyakitkan. Apalagi Avery hanya menganggap Alice sebagai sahabat. Tentu saja Avery tidak memiliki perasaan apapun terhadap Alice.
***
Sore hari pun tiba. Kini kuda yang Avery tunggangi sudah sampai di perbatasan desa mutiara dan desa berlian. Avery memakai mantel tebal yang memiliki tudung kepala. Wajah tampannya aman tidak akan terlihat para warga yang keluar dari rumah.
Avery segera menuju ke lapangan berkuda. Sore ini salju tidak terlalu lebat dan langit masih agak cerah. Kemungkinan besar Diona sedang berada di lapangan berkuda meskipun udara terasa dingin.
Dan benar saja, ketika Avery menuju ke lapangan berkuda yang terletak di pinggir desa berlian, Diona berada di sana dengan kudanya. Diona tampak berdiri di depan kuda coklatnya seperti mengajak bicara kuda itu.
Avery tersenyum manis saat melihat Diona. Di dalam tas gantung yang ada di samping perut kuda, sudah ada satu kotak kue kering yang Avery bawa dari kerajaannya.
Kue kering itu buatan Alice. Avery yang meminta Alice membuatkannya kue kering berbentuk hati dan diberi parutan keju di atasnya. Kue kering dalam kotak itu terlihat sangat lezat. Avery yakin sekali Diona akan menyukai kue kering yang ia bawa.
"Selamat sore Diona.." Avery menyapa Diona secara langsung. Lelaki itu langsung turun dari kudanya dan berjalan mendekat ke arah Diona sambil menuntun kudanya sendiri.
Diona menoleh. "Astaga.. apakah itu kau, Avery?"
"Iya. Ini aku. Sudah lama aku tidak berkuda di lapangan ini."
Diona terkekeh. Senyum gadis itu sangat manis dan membuat jantung Avery berdegup kencang. "Banyak yang mencarimu. Tiga hari lalu salju tidak turun dan lapisan salju tidak terlalu tebal. Para lelaki juga berkuda di sini dan menanyakan dirimu padaku. Kata mereka, aku sangat dekat denganmu. Padahal aku juga tidak tahu mengapa kau tidak pernah berkuda lagi kemari." Kata Diona dengan ramah.
"Ah, maafkan aku Diona. Aku ada kepentingan lain."
"Aku mengerti. Apakah kau ingin berkuda sore ini? Sepertinya sebentar lagi salju akan turun lebat. Aku ke sini karena ingin membawa kudaku berjalan-jalan saja."
Avery terkekeh pelan. "Aku ke sini tidak ingin berkuda. Aku sengaja ke sini untuk menemuimu. Bisakah aku bicara sesuatu hal padamu?"
Tentu saja Diona mengangguk dan tersenyum ramah. Gadis itu memang dikenal sebagai gadis paling ramah di desa berlian. "Baiklah Avery. Bicara saja.. ada apa?"
"Aku hanya ingin memperkenalkan diriku yang sesungguhnya padamu, Diona. Dan aku ingin menyampaikan hal lain padamu." Kata Avery.
"Emm.. baiklah. Katakan saja, apa?"
***