Di mobil Javier bisa melihat bagaimana Yona bergerak tidak nyaman. Kedua pahanya terus mengapit, sekalipun wanita itu terus mencoba menetralkan ekspresinya. Namun, Javier tahu wanita ini tidak dalam keadaan baik-baik saja.
Dari perjalanan Javier melihat bioskop terbuka, Mobil Javier bawa parkir di bioskop terbuka itu. Biasanya Javier tidak pernah menonton dengan wanita manapun, tapi ia tidak punya tujuan.
Tiket masuk telah dibayar juga beberapa cemilan kecil. Semakin malam udara semakin dingin, Javier menutup atap mobil. "Kita bersembunyi di sini dulu, bagaimana?'
"Mm... tidak buruk menghabiskan malam ini dengan menonton," jawab Yona.
Film mulai diputar yang tadinya terang kini gelap. Dalam kegelapan Yona menggigit bibirnya, merasakan sensasi geli di bawah sana, ia meleleh hanya karena melihat adegan di film itu. Sialnya kenapa yang diputar romance.
Yona melihat Javier, lelaki bermata biru itu seakan tidak asing baginya.
"Kau butuh sesuatu? Aku melihat dari tadi kau seperti tidak nyaman?" tanya Javier yang sangat ingin membantu tapi bingung memulainya dari mana. Javier tidak bodoh, ia menebak lelaki tadi menjebak wanita ini dengan obat perangsang.
Yona menyukai lelaki di hadapannya ini. "Kau bisa menciumku? Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, m-"
Javier sudah membungkam bibir Yoona dengan bibirnya. Yona membalas juga menikmati setiap rasa yang Javier berikan rasanya Yona ingin meledak, ia semakin menuntut bibir Javier. Sesaat melepaskan tatapan, keduanya kembali beradu pandang.
Javier tidak ingin kurang ajar dengan lebih dulu membuka kancing celananya jika tidak wanita yang saat ini di depannya lebih dulu meminta, paling tidak memberi isyarat seperti wanita pada umumnya. Sedangkan Yona merasa canggung baru kali ini, ia sangat menginginkan untuk bercinta dengan lelaki yang baru saja ditemui.
"Apa cukup? Aku bisa menciummu lagi?" tanya Javier. Ia juga lelaki bajingan, Javier akui. Tapi tidak pernah merendahkan wanita yang bercinta dengannya apapun statusnya Javier akan memperlakukan wanita itu penuh penghargaan sekalipun sama saja menjadi budak gairahnya. Sekarang pun Javier akui ia sangat ingin menerjang wanita di hadapannya ini dan menerkam habis-habisan sampai lututnya lemas.
Yona menggeleng kembali menarik tengkuk Javier. Keduanya kembali berciuman. "Bantu aku, aku kepananasa." Yona sangat memohon. Javier melihatnya. "Aku ingin bercinta," lanjutnya.
"Kita ke hotel." Javier sudah hendak menghidupkan mesin mobil.
"Aku sudah tidak tahan. Aku ingin sekarang." Tangan Yona beralis pada dress mininya lantas melepaskan kain tipis di dalamnya.
Javier dengan cepat melepaskan kancing celananya, sial… ia menegang sangat keras untuk wanita itu. Yona sempat melihat milik Javier. Astaga… bagaimana rasa itu?
Yona cepat beralih pada pangkuan Javier.
"Aahh…" desahannya pelan dengan menutup mata, merasakan semua indra tubuhnya melemas dalam kenikmatan.
Seperti dahaga bertemu penyegar Yona melepaskan lelehan klimaks hanya dengan sedikit gerakannya. Javier hanya sedikit membantu pergerakan wanita itu agar bisa lebih nyaman, namun ia takut jika wanita itu melakukan ini karena terpaksa. Jadilah Javier tidak menuntut banyak saat sekalipun ia masih menegang sempurna.
Tidak disangka Yona kembali bergerak memberi penyegaran pada Javier yang juga menginginkannya. Kali ini dengan penyatuan bibir lebih perlahan bergetar, tapi sungguh Yona tidak mampu untuk bertahan. Ia kalah dalam gairahnya atau mungkin pengaruh obat itu masih kuat sehingga Yoan kembali mencapai puncaknya dengan terengah-engah.
Yona melihat Javier. "Maaf aku memalukan," Yona menunduk, menurunkan tubuhnya di atas pangkuan Javier.
"Kenapa kau jadi memalukan? Apa aku bisa meminta gantian pelepasan. Rasanya sangat tidak nyaman?"
Baru kali ini ada lelaki yang meminta izin untuk menidurinya, lalu yang tadi apa? Apa maksudnya Yona memperkosa tadi? Yona tersenyum kecil lantas mengangguk. Astaga baru kali ini Yona merasa malu di hadapan lelaki kencannya.
Sesaat Javier melihat seisi mobil. "Disini terlalu sempit, aku tidak bisa bergerak, bagaimana jika kita ke tempat yang lebih nyaman. Bisa hotel atau apartemen kita. Silahkan pilih yang membuatmu nyaman."
"Aku tidak ingin ke hotel, bagaimana apartemenmu. Di apartemenku kecil."
Javier mengangguk sekilas. "Tidak masalah, kita berangkat."
Mobil kembali keluar meninggalkan pemutaran film romance itu, di sini ada yang lebih dari itu. Yona sesaat memandang ke luar jendela saat matanya tidak sengaja bertemu dengan manik biru milik Javier. Mata itu layaknya lautan biru yang melihatnya akan merasakan sejuk.
Sekitar tiga puluh menit perjalanan mobil itu untuk sampai pada pintu masuk salah satu gedung apartemen megah. Javier memberikan kuncinya pada seorang penjaga di depan pintu lobby apartemen. Sebelah tangannya dilingkarkan ke pinggang Yona yang nampak anggun berjalan dengan high heels berpadu dengan dress diatas lutut berwarna baby pink.
Javier membawa Yona masuk ke dalam dan dan menuju lift khusus. Begitu pintu lift tertutup, Javier mendorong tubuh Yona hingga menyandar pada dinding kaca di dalam lift dan mencium bibir yang ia idamkan sejak tadi. Javier menguasai bibir itu tanpa ragu lagi, menggigit kecil di sana. Yona mengerang karena sesuatu dalam dirinya terasa bangkit.
Javier menutup ciuman itu dengan usapan singkat di atas bibir Yona ketika pintu lift yang membawa mereka tiba di lantai paling atas. Javier mengangkat kedua kaki Yona hingga membuatnya spontan melingkarkan kedua kakinya di pinggang Javier.
Yona terkekeh ringan ketika bibir Javier terus menciumi wajahnya sepanjang perjalanan mereka menuju kamar. Yona sempat mengedarkan pandangan sejenak meneliti tempat dimana ia berada.
Ketika tiba di kamar dengan aroma maskulin yang kuat dan gelap, Yona merasakan tubuhnya jatuh ke atas ranjang empuk dengan selimut halus dari satin.
Click!
Lampu kamar terbuka. Yona menatap bingung Javier yang meletakan kembali remote control itu dan membalas tatapannya dengan seringaiannya. Lelaki bermata biru itu melepaskan kancing kemejanya dengan pelan, menyiksa Yona yang meneguk ludahnya kasar melihat tubuh atletis lelaki di hadapannya.
Setelah melepaskan kemejanya, tangan Javier bergerak melepaskan ikat pinggang serta celana kain formal yang membungkus kakinya tadi, menyisakan boxer ketat yang mencetak sesuatu yang mengembang dibaliknya. Kepala Yona berdenging. Efek obat itu semakin membuat pandanganya berkabut gairah.
Javier merangkak menaiki ranjang dengan mata biru tajam yang mengunci mata hitam Yona. Ketika wajah mereka mendekat, Javier mengecup bibir favoritnya terlebih dahulu dan terkekeh ringan. "Bibir merahmu selalu menggoda dari tadi," bisik Javier dengan suara seraknya dan mengecup telinga Yona sekilas.
Yona memejamkan matanya menikmati setiap kecupan tipis pada kulit lehernya, Javier terus menjelajah dengan bibirnya seakan tidak ingin melewatkan satu inci pun dari kulit halus Yona.
Yona bergerak gelisah sangat ingin langsung pada intinya dan kembali meleleh, rasanya tidak perlu lagi lelaki ini merangsangnya toh Yona sudah merasa diubun ubun. Tangan Yona bergerak ingin membuka kancingnya, Javier menahan tangan Yona di atas kepalanya.
"Kita lakukan perlahan, tahan letupan itu dulu."
Oh… astaga, apa lelaki ini ingin menyiksa Yona dengan memintanya untuk bertahan.