Alih-alih melakukan Javier malah melepaskan ikatan tangan Yona yang sudah tanpa tenaga, jika pun Javier melakukannya lagi. Javier yakin wanita ini tidak akan bisa melawan selain pasrah dengan menerima setiap perlakuan atas tubuhnya.
Javier menggendong Yoan membaringkannya dengan benar di tengah-tengah ranjang lantas menarik selimut. Mendekapnya dalam pelukan.
Dalam dekapan Javier tentu saja Yona merasakan sesuatu yang masih menegang sempurna. "Kau mau tidur?"
"Mm…" Javier semakin mengeratkan dekapan memberikan rasa nyaman pada Yona.
"Kau yakin? dengan keadaan milikmu yang menjulang, sombong."
Javier terkekeh kecil. "Lalu? Kau masih bisa? Aku tidak ingin memaksa."
"Mungkin butuh mandi dan sedikit makan, tubuhku rasanya lengket dan spraimu basah, aku tidak bisa tahan untuk ke toilet tadi."
"Kenapa harus ke toilet?" tanya Javier berpura-pura.
Yona sedikit berpikir. "Tadi aku buang air kecil," katanya polos.
"Mm… itu tidak harus ke toilet." Javier sedikit menggeser posisinya agar bisa melihat Yona. Tangannya dengan lembut membelai rambut Yona.
Yona juga menatapnya rasanya begitu hangat dan nyaman.
"Berapa usiamu? Kau baru merasakan yang seperti tadi?"
Yona hampir saja gelagapan tapi ia sudah biasa ditanyakan itu. Tapi hanya saja ia sedang dalam keadaan tidak siap karena tatapan lelaki itu sangat lembut.
"Tentu saja aku dewasa, hanya saja… baru merasakannya." Yona sedikit menunduk.
Javier tidak ingin lagi menyudutkan Yona. "Kalau begitu pacarmu sungguh payah." Ia kemudian mendekapnya.
"Aku tidak punya pacar," jawab Yona ketus layaknya anak remaja yang sedang marah.
"O...ya? Baguslah aku senang mendengarnya." Javier terkekeh kecil semakin mendekapnya erat. Sepertinya jantung Yona bermasalah, apa karena pelapisan aneh tadi? Yona kembali mendengarkan Javier bicara. "Kau cari tahu, mm… klimaks seperti tadi, kau akan banyak menemukan jawaban di internet bahkan videonya. Aku tidak bisa semakin menjelaskan."
Javier mendekati telinga Yona. "Jika aku mengingat yang tadi, rasanya aku tidak akan tahan sekalipun hanya untuk menunggumu mandi."
Pipi Yona bersemu merah, memang hanya baru dia yang sudah nyaman tapi berubah lapar saat ini.
"Pergilah mandi, aku pesan makanan. Jangan dikunci."
Astaga… mata Javier saat ini sangat menggoda, seluruh tubuh Yona merespon atas kabut gairah yang Javier berikan. "Aku mandi dulu, bisa-bisa kita akan melakukan saat ini, jika aku tidak pergi." Yona bangun dengan kepolosan tubuhnya melangkah meninggalkan ranjang. Lantas berbalik sedikit menutup dada dan merapatkan kakinya. "Dimana, kamar mandinya?"
Javier menunjuk salah satu sudut ruangan di balik dinding. "Dibalik dinding itu." Javier melihat bagaimana anak remaja itu melangkah menjauh. Punggung mungilnya, tatapan atas pertanyaan tadi yang sudah jelas ia masih polos, namun dipaksa dewasa. Sangat disayangkan masa remajanya harus rusak oleh orang dewasa sepertinya. Javier menghela napas sekalipun ia tidak sebajingan itu yang memperalat wanita tetap saja ada rasa bersalah menjadikan wanita sebagai budak kepuasan.
Javier segera memakai celana pendek lantas memesan makanan, hari sudah semakin malam sepertinya malam ini akan menjadi malam panjang atau mungkin keduanya akan terjaga semalaman untuk saling memuaskan. Javier mengusap tengkuknya, kemana perasaan bersalah tadi perginya. Gadis itu memang memiliki daya tarik luar biasa ahh… pikiran Javier sudah kacau. Apa lagi membayangkan bagaimana tubuh gadis itu dijelajahi aliran air.
"Aku bisa minta tolong?" tanya Yona dari kamar mandi, ia hanya mengeluarkan kepalanya dari balik dinding. "Aku butuh handuk dan baju, kemeja dirimu juga tidak masalah. Rasanya baju yang aku gunakan sudah tidak nyaman."
Javier baru saja mendapatkan kewarasannya. "Tentu saja, nona. Kau hanya tinggal maju ada pintu di pojok ruangan. Semua pakaianku ada di sana, kecuali pakaian wanita." Javier tersenyum sekilas. Rasanya debaran jantung tadi Yona rasakan kembali.
"Baiklah." Yona menuju ruangan itu. Baru saja buka pintu udara sejuk juga bau maskulin sangat terasa, ruangan ini berdinding kaca kita bisa langsung melihat langit. Barisan lemari tanpa tutup juga kemeja dengan warna berurutan, jika hitam maka semua hitam ada berbaris. Jika biru, dari biru tua hingga biru muda semuanya rapi tertata.
Sesaat Yona masih mengawasi seisi ruangan. Selama ini tidak pernah ada lelaki yang membawanya ke rumah, hubungan yang Yona jalani hanya sebatas lobby hotel. Rasanya ini juga akan sama, besok pagi Yona akan kembali pada kehidupan sebagai pelajar.
Yona menarik kemeja hitam lantas memakainya cepat.
"Pemilihan warna yang sangat mencolok." Komentar Javier saat Yona baru saja keluar. Ia sendiri masih menata sendok.
Yona melihat dirinya dari ujung kaki sampai kemeja sebatas paha berwarna hitam. "Rasanya aku memilih warna yang paling gelap, agar tidak terlihat menggoda."
Javier terkekeh kecil. "Justru itu semakin kontras dengan kuli Asia yang kau miliki dan woo… semakin bersinar, yang aku lihat."
"Apa itu jenis rayuan?" Yona duduk di kursinya. Sementara Javier kembali menata piring di hadapan Yona, mempersiapkan makanan yang akan gadis itu santap. Dan semua sangat menggiurkan dari aroma daging yang dibakar, astaga. Yona benar-benar kelaparan sekarang.
"Itu bukan jenis rayuan, mm… pujian."
Yona tertawa suasana ini sangat nyaman sekan keduanya telah terhubung sekian lama, tidak ada yang merasakan jika keduanya terlibat cinta satu malam dan malam itu setelah makan lantas menonton televisi sebentar keduanya kembali saling memuaskan di sofa berlanjut ke ranjang entah berapa kali keduanya mencapai puncaknya.
Menjelang pagi Yona terusik dalam dekapan Javier ingat ini hari Senin pag.i Yona harus sekolah dan juga ini sudah tahun akhir ia di sekolah sudah banyak kegiatan menuju ujian akhir. Yona menepuk dahinya tanpa suara, seharusnya ia semalam pulang.
Perlahan Yona menggeser dari tubuh Javier. Awalnya lelaki itu sempat terusik namun karena lelah ia melanjutkan tidurnya, setelah berhasil keluar dari kungkungan tubuh lelaki itu Yona memakai pakaiannya, melihat wajahnya di cermin yang terlihat pucat dengan kantung mata membesar.
Yona mengambil kaca mata hitam milik Javier lantas memoles bibirnya sedikit. Baju yang semalam sengaja dikeringkan agar tidak berbau kini sudah bisa kembali Yona kenakan, sesaat sebelum keluar dari kamar itu Yona sempat melihat wajah lelaki itu dari kejauhan. Rasanya ada yang retak.
Yona melangkah keluar dari kamar itu, entah mengapa perpisahaan ini terasa berat. Yona ingin tinggal tapi terlalu banyak hal yang harus dipersiapkan dan juga ini hanya cinta satu malam apa yang Yoan harapan? Ia menepis segala rasa, kembali melangkah dengan tegar meninggalkan kenangan yang tidak akan mungkin terulang.
Yona menekan tombol lift, untuk terakhir kalinya ia melihat pintu itu dan lift tertutup dalam tatapan yang terbingkai kacamata hitam. Seharusnya ia bertanya nama, setidaknya untuk dikenang. Jika pernah menghabiskan malam bersama lelaki dan Yona menyukai seperti seseorang yang telah mengambil hal yang berharga tapi kemudian pergi meninggalkan Yona dalam tangisan.