Chereads / BABY DOLL / Chapter 9 - Wanita yang Sedang Patah Hati

Chapter 9 - Wanita yang Sedang Patah Hati

Riyu melihat dari ujung lorong seorang wanita sambil menarik koper, wanita itu memutar kunci di tangan kanannya. Lalu terlonjak kaget akibat suara jeritan wanita yang saat ini sedang menggelayuti Riyu. Menyebabkan kunci itu meluncur jatuh.

"Apa yang sedang kau lihat?" suara itu cukup keras, Regina dengar dan Riyu melihat Cassandra masih dalam rangkulannya karena hampir terjatuh.

Regina melihat itu seakan keduanya tengah berpelukan. Tidak, wanita yang menjerit tadi yang tengah memeluk erat punggung laki-laki yang menghadap ke pintu. Wanita itu mengibas gibaskan rambut panjang berwarna pirang miliknya lalu tertawa dengan mendongakan kepala.

Saat itulah wanita itu menyadari kehadiran Regina.

"Oh, kau?! Apakah kedatanganmu ingin mendapatkan hati Riyu?"

Pertanyaan aneh itu berhasil membuat Regina mengerjap. Siapa itu Riyu? Wanita itu terlihat mabuk dari pandangan Regina.

"Ohh, kau penghuni baru." Katanya sambil tersenyum lebar lalu kembali tertawa. Mungkin melihat koper yang dibawa Regina. "Selamat datang tetangga baru. Senang melihatmu dan kau pasti senang juga melihatku."

Demi nama kesopanan, Regina memaksakan senyuman. "Senang melihatmu juga."

Mendengar suara Regina, Riyu menghela napas dan menempelkan dahinya ke pintu, menggumamkan sumpah serapah tanpa suara. Sedangkan wanita pirang itu melanjutkan memeluk Riyu lebih erat seolah lelaki itu akan menghilang. Bergelayut sampai Riyu bergerak tidak nyaman dan mencoba melepaskan tangan wanita pirang itu.

"Tidak, aku tidak akan melepaskanmu!" jerit wanita itu lalu kembali tertawa.

Regina benar-benar yakin jika wanita itu mabuk, tidak malu memeluk laki-laki seperti itu.

Tanpa sadar, Regina mengamati punggung Riyu juga. Sungguh tegap dan lebar dengan otot yang terlihat padat namun pas. Postur tubuhnya sangat ideal dengan tinggi kira-kira enam kaki. Seolah itu saja belum cukup 'panas', ada goresan tinta hitam mengintip keluar di bagian bahu dari kaos tanpa lengan yang dikenakannya.

Jika Regina waniat itu, mungkin akan melakukan hal yang sama.

Regina menggeleng, hah? Terkesiap atas pikiran yang datang barusan di kepalanya. Apa pengkhianatan mantan kekasih belum cukup? Laki-laki dimana-mana sama saja.

Regina secepatnya memungut kunci yang terjatuh dan melewati pasangan itu tanpa menoleh.

Regina bersumpah ingin segera masuk ke dalam apartemen ini. Telinganya bisa rusak jika terus ada di luar.

"Apakah aku tidak cantik dan menggairahkan untukmu?" wanita pirang itu kembali merengek. "Ayolah... kau bisa mendapatkanku di mana saja dan aku tidak akan keberatan."

Astaga... haruskah Regina kembali pindah apartemen? Ia ingin tenang dari gangguan hati. Terlebih saat ini.

Regina memasukan kunci dan memutarnya dua kali dengan cepat. Tapi pintu sialan ini tidak mau terbuka saat Regina kembali menarik handlenya. Ia kembali mencoba memutar kunci dengan arah berlawanan, memutar dan menariknya lagi tapi hasilnya tetap sama.

"Kau tahu, aku menghabiskan dua botol minuman karena menunggumu semalaman. Jadi sekarang, kau harus menjagaku!" tutur si wanita lagi.

Regina melepaskan napasnya, kembali mencabut kunci. Mengamatinya entah untuk apa dan mengulangi usahanya. Tapi pintu itu tetap tidak bergerak sama sekali.

Sialan!

Riyu sudah tidak betah digerayangi, kekasih? Riyu tidak pernah merasa pernah menyukainya. Teman dekat? Iya, keduanya tumbuh di lingkungan yang sama. Riyu sudah hendak pergi.

"Jangan pergi," wanita itu kembali merengek. Dan Regina semakin jengkel pada pintunya. "Ayolah kita masuk dan berciuman sampai kehabisan napas."

Regina sangat ingin menutup telinganya tapi ia harus merogoh tas, ia harus menelpon pemilik kamar apartemen ini. Mungkin saja pemiliknya memberikan kunci yang salah.

Tapi belum sempat ia melakukan panggilan, tiba-tiba pandangannya tertutup oleh punggung tegap dan bidang yang sesaat lalu mengalihkan pikiranya. Regina harus mundur beberapa langkah dibuatnya.

Rupanya laki-laki tadi sudah berhasil melepaskan diri dari wanita pirang itu dan sekarang berada di depan pintunya. Tangan besarnya memegang handle, dengan gerakan mengangkat, lalu mendorong pintu.

Hanya dua detik dan pintu langsung terbuka. Regina mengerjap. Tapi seperti dua detik sebelumnya, punggung tegap yang sempat mencuri perhatiannya itu pun juga berlalu.

Wanita pirang itu mendekati Regina. "Pintunya sudah terbuka berkat pria tampan tapi seperti gunung es itu. Perkenalkan aku Cassandra, siapa namamu?"

Wanita pirang itu merangkul Regina, sampai Regina harus menahan beban wanita itu. Aroma alkohol sangat tajam menyengat, menjelaskan seberapa mabuk wanita itu.

Sedangkan Riyu tanpa bicara langsung masuk ke dalam pintu apartemen, meninggalkan wanita pirang itu bersama Regina.

Regina membalas uluran tangan Cassandra. "Regina. Kau bisa memanggilku Rere."

"Tentu saja," Cassandra tertawa.

"Ada apa?" tanya Regina.

"Tidak," Cassandra melepas rangkulannya dan menunjuk Regina dari atas kepala sampai kaki. "Itu adalah nama yang sangat cocok denganmu. Ngomong-ngomong sepertinya kau sedang patah hati?" Cassandra masih menunjuk wajah Regina dengan cengiran. "Matamu, seperti sehabis menangis."

Regina tidak ingin mengiyakan atau menyangkal. Tapi ia belum ingin beramah tamah dengan orang lain hingga yang dilakukan hanyalah tersenyum.

"Kau harus memanggil tukang untuk memperbaiki pintumu. Karena pemilik apartemen tidak akan memberikan layanan perbaikan."

"Terima kasih, aku masuk. Cassandra" Regina sudah kembali meraih kopernya.

Cassandra menyipitkan mata dan menatap Regina lama. kemudian tertawa dan merangkulnya lagi. "Kau sangat kaku seperti papan es. Tapi lupakan soal pintu. Kau akan tinggal di sini, itu artinya akan menjadi tetangga. Senang sekali..."

Obrolan Regina berputar putar dan pilihan meladeni orang mabuk sepertinya kurang tepat untuk hari pertama Regina di sini. Dengan susah payah Regina melepaskan Cassandra dan membiarkan wanita itu bersandar di dinding selagi Regina menarik kopernya masuk.

"Apakah kau ingin kubantu bersih-bersih?" dengan menahan mata tetap terbuka, Cassandra mengikat rambutnya asal-asalan. "Aku punya waktu luang hari ini."

"Kurasa aku bisa melakukan itu sendiri," Regina menahan Cassandra yang akan masuk. "Aku tidak ingin merepotkanmu di hari pertama kita berkenalan. Lagi pula aku butuh banyak kegiatan saat ini."

Cassandra masih meracau dan pintu di sebelahnya terbuka kembali. Riyu langsung memalingkan dan melesat pergi.

"Kau mau ke mana? Lagi?" teriak Cassandra. Namun Riyu tidak menjawab. Menoleh Pun tidak hingga punggungnya menghilang karena memasuki lift.

"Laki-laki itu memang tidak suka berbasa basi," ujar Cassandra bersedekap. "Tapi karena dia tampan maka itu semua harus dimaafkan." Lanjutnya sambil memutar mutar ujung rambut.

"Kalau kau tidak keberatan, aku ingin istirahat dulu..." Regina sudah benar-benar lelah meladeni wanita mabuk ini terlebih soal laki-laki.

"Dia sangat dingin. Tapi laki-laki berwujud dewa sepertinya memang pantas seperti itu bukan?" Cassandra masih terus bicara. "Hanya dengan memeluknya tadi saja aku sudah horny."

Okey. Bisakah saat ini Regina menutup pintu dan menguncinya, jika tidak mengingat mereka adalah tetangga.

Sebenarnya, Regina tidak ingin ikut campur dalam apapun yang tengah Cassandra bicarakan saat ini. Tapi Bella tidak tahu kesalahannya itu dan terus bicara.

"Dia adalah Riyu," Cassandra menatap ujung lorong yang kosong dengan senyum menerawang. "Laki-laki paling beracun yang bisa membuat siapapun ketagihan hanya dengan satu tatapan tajamnya."