"Jadi lo tinggal di sini?" Tanya Naura sambil menatap tinggi gedung di depannya dari kaca mobilnya.
Alex mengangguk kecil.
"Thanks udah nganterin gue."
"Iya sama sama."
Alex membuka pintu mobil Naura, namun ia kembali menutupnya.
Naura mengerutkan keningnya saat melihat Alex yang kembali ke posisi duduknya, sama seperti tadi.
"Kenapa? Ada yang ketinggalan?"
"Sorry.." Ucap Alex berbisik.
Naura yang samar samar mendengar ucapan Alex semakin bingung. Apa ia salah dengar? Tidak mungkin kan seorang Alex meminta maaf padanya tanpa sebab.
"Lo bilang apa Lex?" Tanya Naura yang tidak yakin dengan apa yang tadi dia dengar.
Alex langsung gelagapan sendiri.
"Bilang apaan? Gue ngak ngomong apa apa juga, kuping lo lagi ada masalah kali tuh. Cek sono." Ucap Alex dan langsung kabur dari dalam mobil Naura.
Naura menatap ke arah Alex dengan tatapan bingung.
"Kenapa sih tuh anak? Aneh banget. Perasaan tadi dia emang ngomong sesuatu kok, dasar cowok aneh." Ucap Naura bermonolog lalu melajukan mobilnya meninggalkan area apartement Alex.
Alex masuk ke dalam kamar apartementnya. Ia membaringkan tubuhnya di sofa besar yang ada di ruang tamu miliknya.
"Kenapa tiba tiba gue merasa bersalah ya sama tuh cewek. Apa gue emang salah ya sama dia?" Tanya Alex pada dirinya sendiri.
"Arhhh bodoh amat lah. Ngapain juga gue peduliin tuh cewek. Mau dia di pecat kek, atau apa kek bukan urusan gue kali." Ucap nya lagi.
drtttt.... drttttt... drt.....
Alex langsung meraih ponsel yang ada di dalam saku jaket miliknya saat ia merasakan ponselnya yang bergetar.
"Hemmm apaan?"
Alex langsung bertanya to the point pada orang yang terhubung dengan ponselnya itu.
"Lo dimana anjing.... Anak anak udah pada nungguin lo bangke. Lo jadi dateng atau ngak?" Tanya seseorang yang berasal dari dalam ponsel itu.
"Kok lo ngegas sih anjing, santai bisa ngak?"
"Ya lagian lo di hubungin susah banget bangke. Kasian anak anak nungguin lo."
"Sejak kapan lo punya rasa kasian sama orang?"
"Ahhh elah si anjing malah ngebacot lagi. Trus lo jadi dateng ke sini apa kaga? Ngak usah banyak bacot anjing."
"Kagak."
"Ahhh bangke emang lo ya. Trus kenapa tadi lo bilang mau dateng bangke."
"Tadinya emang gue mau dateng bangsat, cuman pas di jalan, gue ketemu sama anak anak tiger dan mereka nge..."
"What? Anak tiger? Fuck..... terus sekarang lo di mana? Lo diapain aja sama mereka? Lo ngak di keroyok sama mereka kan?"
"Makanya lo dengerin dulu kalo gue lagi ngomong bangsat. Jangan asal motong omongan gue." Ucap Alex kesal, sedangkan lawan bicaranya hanya terkekeh kecil mendengar ucapan Alex.
"Ohhh sorry sorry man. Lanjut aja, jadi lo mau ngomong apa tadi?"
"Jadi gue di kejar sama mereka, trus gue jatuh dari motor dan..."
"WHAT? LO JATOH? TRUS LO GIMANA? ADA YANG BAWA LO KERUMAH SAKIT NGAK? ATAU.... LO MASIH HIDUP KAN LEX? LO BELUM MATI KAN?"
"Emang bener bener dakjal ya lo Do. Kalau gue mati, trus yang ngomong sama lo ini siapa bangsat."
"Ya kali aja lo setan yang lagi nyamar jadi temen gue."
"Siapa temen lo?"
"Ya Alex lah."
"Ngak sudi gue punya temen goblok kayak lo." Ucap Alex yang langsung mendapat umpatan dari Rido.
"Bangsat, kurang ajar lo ya. Gini gini, gue kakak kelas lo bangke, yang sopan lo ngomong sama kakak kelas."
"Bodo amat anjing."
"Trus ceritanya gimana makanya lo bisa selamat dari anak tiger itu?"
"Gak usah nanya nanya gue lagi bangke, sampai kiamat juga gue ngak akan kelar ceritanya karena mulut lo ngak bisa diem."
"Lah, kan gue dari tadi diem aja njing."
"Diem pala lo. Jadi yang dari tadi motong omongan gue siapa njing? Setan diperempatan jalan itu?" Ucap Alex yang semakin kesal.
"Wihhh santai santai... Jangan ngamuk dong mas. Yok yok, curhat yok. Jadi gimana ceritanya lo bisa selamat dari mereka. Lo ngak mungkin kan bisa hadepin mereka semua sendirian."
"Waktu gue jatoh dan hampir ke tangkep sama anak anak Tiger, tiba tiba ada cewek yang bantuin gue." Alex menceritakan apa yang sudah dia alami tadi, sambil membayangkan kejadian itu kembali.
"What? Cewek? Siapa yang bantuin lo? Cantik ngak ceweknya?"
"Anjing, kenapa pertanyaan lo malah ke situ bangke."
"Ohh sorry sorry. Mungkin ini karena efek jomblo kali ya, jadi otak gue sensitif kalau ngomongin soal cewek gitu."
"Serah lu ae anjir."
"Trus waktu lo jatuh gimana jadinya?"
"Gimana apanya?"
"Motor lo gimana? Rusak ngak? Motor lo aman aman aja kan?"
Alex ingin sekali melemparkan ponselnya kepada Rido saat ini juga.
"Kenapa lo malah nanyain soal motor gue bangsat, lo lebih mentingin motor gue dari pada temen lo sendiri?"
"Emang temen gue siapa?"
"Ya gue lah njing."
"Lah bukannya tadi lo bilang, lo ngak sudi punya temen kayak gue? Gimana sih bro hahahhaha." Gelak tawa langsung terdengar dari dalam telepon yang semakin membuat Alex kesal dan langsung menutup kembali ponsel miliknya.
"Kenapa juga gue harus dapat temen temen yang otaknya minus kayak mereka. Heran gue." Batin Alex.
ting.... ning..... ting.... ning...
"Siapa sih njir, ganggu aja. Ngak tau apa orang lagi kesal, lama lama gue matiin juga tuh bell." Sungut Alex yang masih kesal karena ulah Rido tadi.
Alex menghampiri suara bell apartementnya untuk melihat siapa yang datang menemuinya.
"Siapa sih? Lagi ngak nerima ta...."
Alex langsung terdiam saat melihat siapa orang yang ada di hadapannya saat ini.
"Lo.. Lo ngapain ke sini?" Tanya Alex bingung.
Orang itu hanya tersenyum kecil ke arah Alex tanpa menghiraukan pertanyaan Alex.
"Hai Lex." Ucap seseorang itu dan kembali menarik senyum di wajahnya.
"Lo mau ngapain ke sini? Dan lo tau dari mana kalau ini kamar gue?" Tanya Alex yang masih bingung dengan kehadiran seseorang yang ada di hadapannya itu.